Aku masih sekitar dua belas meter dari bibir pantai. Aku pikir, sudah selesai untuk mengenang keramaian ini. Huh. Rasa pedih itu datang lagi. Kenapa? Padahal sudah dua tahun berlalu!
Ya memang, lamanya jangka waktu tidak bisa menentukan seseorang untuk move on. Semua orang berbeda. Ada yang move on nya cepat, dan juga lambat. Semua tergantung dari seberapa parah luka itu dan seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merawatnya hingga kuat seperti dulu lagi.
Tapi itulah yang aku cari disini.
Kepedihan!Kesedihan!
Semua Karena mengungkit hal yang lalu. Masuk akal kan, kenapa setiap tahun setelah putus aku selalu kesini? Karena aku ingin terus dekat dengannya. Ya meskipun itu menyakitkan hatiku sendiri. Dengan kata lain, aku belum bisa move on!
Haha, sedih ya, tinggal di Negara sebesar ini tapi masih aja belom bisa Move on.
Dua tahun lalu, malam itu, selepas duduk di kursi kayu, aku melangkahkan kaki untuk beranjak. Tidak kemana-mana, aku hanya iseng mengajaknya untuk bermain air di pantai. Meskipun itu malam hari.
Pastilah, awalnya dia menolak. Tapi aku beralasan hanya sekedar membasahi kaki saja dan berfoto ria, akhirnya diapun menurut. Kita bermain air disana, berjalan dari pantai hampir ke tengah, tapi tak terlalu jauh. Hanya beberapa meter saja.
Sesekali ia mencipratkan air kedepan, dan mengulanginya. Disinilah aku mengingat kata-kata itu. Kata-kata yang ia lontarkan saat kami sedang bermain air laut malam-malam.
Jadi, saat itu, ia secara tidak sengaja memasukan jarinya kedalam mulut. Padahal, ia baru mencipratkan air dengan tangannya. Alhasil, iapun berkata, "Ternyata, airnya asin juga. Hahaha."
Padahalkan, memang semua air laut itu selalu asin?
***Aku juga tau, kalau dia merasakan hal yang sama denganku setelah perpisahan itu. Dengan kata lain, pasti dia juga merasakan patah hati. Tapi tidak mungkin dia menceritakannya kan? Hm, sayangnya dia kurang pandai menyembunyikan rasa itu. Aku bisa membacanya dari gerak-geriknya. Itupun aku rasakan saat sudah sekitar dua minggu berpisah.
Aku tau, dia adalah sosok yang popular di sekolah. Bagaimana tidak? Wajah yang cantik laksana bidadari dan sifat friendly banget ke semua orang tidak bisa menjadikannya sosok yang popular? Hahaha kurasa itu mustahil untuk tidak terjadi.
Aku pernah merasa bangga saat menjalin hubungan dengan dia; si anak populer di sekolah. Tapi semua itu hancur saat kita berpisah. Justru kepopuleran dia malah menjadi bumerang bagiku. Berita itu menjadi cepat menyebar. Dan aku merasa tambah patah hati saat tau semua yang pernah menjadi perusak hubungan malah semakin gencar untuk mendekati dia.
Keseharianku, jelas berubah. Yang biasanya mengobrol dengannya saat jam istirahat, kini hanya bisa melihat dia mengobrol dengan orang lain.
Maaf, bukan orang lain, tepatnya orang-orang yang mencoba untuk mendekatinya.
Itu menjadi keseharianku. Mengintip dari selipan jendela ketika melihatnya tersenyum dari orang lain. Hum, padahal dulu senyum itu miliku. Dan lagi, aku merasakan patah hati karena itu.
Dan disitulah, aku juga tau kalau dia sedang patah hati!
***Seratus delapan puluh derajat. Hampir bertolak belakang kehidupanku dengannya setelah kita berpisah. Hari-hari ku hanya diisi dengan sendu dan sedih. Lagi, aku belum bisa move on juga.
Sedangkan dia, hum. Aku rasa dia sangat bahagia. Bisa tertawa bersama dengan orang lain, bisa bergembira untuk menutupi kesedihannya, dan intinya, mungkin dia bisa lebih cepat untuk melupakan aku. Iya melupakan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen FictionSemuanya tentang kenangan. Tempat ini, bintang ini, bulan ini, semuanya punya cerita masing-masing. Jelas, aku masih ingat dengan semua yang ada disini. Alasannya adalah, karena tempat ini mempunyai kenangan soal dia. Indanhya duduk sambil merenung...