3.

527 77 7
                                    

"Um, bagaimana bisa kau mengenal pria ini, Tommo?" Michelle mengernyitkan keningnya, saat akhirnya mereka masuk ke dalam rumah Louis. Harry yang berdiri di samping Michelle hanya diam, merasa bahwa pertanyaannya juga akan memiliki jawaban yang sama dengan pertanyaan Michelle.

Louis tersenyum. "Harry memang masih baru. Dia pindah sejak tiga tahun lalu tapi kami baru saling kenal satu sama lain dua bulan yang lalu." Louis berjalan terus ke dalam rumahnya, menuju dapur. Rumahnya sedang sepi sekarang, berhubung Ibu Louis membawa adik-adiknya ke Doncaster. Pria itu menolak untuk ikut dengan alasan bahwa dia punya banyak tugas dari kampus.

Michelle menggigit bibirnya, dan memutuskan untuk diam. Harry melirik gadis berambut coklat itu, dan mengangkat bahunya.
"Apakah kau sudah menyelesaikan kopiannya, Louis?" Harry bertanya, nada suaranya masih datar seperti biasa.
"Ah, sudah. Sebentar, kuambilkan. Anggap saja rumah sendiri," Louis berujar, kemudian melesat keluar dari dapur, menuju kamarnya di lantai atas. Awalnya Michelle ingin mengekorinya, tapi dia membatalkan niatnya ketika mengingat kondisi kamar Louis beberapa hari lalu saat dia mengunjunginya. Hancur berantakan seperti baru saja diterpa badai.

Harry duduk di atas konter di dapur dengan santai, seolah-olah dialah pemilik rumah. Michelle berdiri di samping kulkas, bermain dengan ponselnya, untuk menghindari segala jenis percakapan yang mungkin dengan Harry.

"Kau umur berapa?" Harry tiba-tiba memecah keheningan, dan Michelle mengangkat satu alisnya. Harry memutar bola matanya, "Aku yakin kau tidak tuli." Dia menjawab dengan tajam, dan Michelle menarik nafas panjang. Kau harus sabar, Mich.
"19." Michelle menjawab singkat, dan Harry mengangguk. Michelle menyangka pertanyaannya akan berhenti sampai di situ, tapi Harry malah menyambung.
"Kapan kau ulang tahun?" Dia bertanya lagi, dan kali ini Michelle memutuskan untuk menjawab dengan penuh sarkasme yang biasa Harry lakukan.
"Apa pentingnya bagimu, Tuan Pintar?" Michelle bertanya dengan satu alis yang terangkat, dan Harry menyeringai tipis. Michelle tahu itu bukan pertanda baik, dan dia menyiapkan diri untuk sindiran berikutnya.
"Sepertinya kau gagal untuk melawanku. Level sarkasmeku jauh lebih bermutu dari tukang tiru sepertimu."

Cukup sudah.

Michelle membiarkan kemarahan mengambil alih, dan berjalan ke arah konter dapur tempat Harry duduk. Dia baru saja ingin mengangkat tangannya untuk menampar pria itu, tapi Harry menahan kedua tangannya. Genggaman pria itu terasa sangat kuat, ditambah lagi dengan perbedaan ukuran tangan mereka yang jauh. Michelle berusaha melepaskan diri, tapi Harry menahannya.
"Lambat." Harry mencemooh, lalu melepaskan cengkramannya. Bersamaan dengan itu, Louis masuk ke dapur, melihat wajah Michelle yang merah total, tanda bahwa ada sesuatu yang terjadi. Kening Louis pun berkerut.
"Ada apa ini?"
Michelle mendecakkan lidahnya. "Aku pulang. Tak usah mengantarku."

Tanpa mengatakan apa-apa, Michelle berlari melewati Louis, membuka pintu depan dan berlari keluar. Louis tahu ada sesuatu yang terjadi, dan dia tidak berminat untuk mengejar Michelle yang sedang kesal. Dia akan membiarkan gadis itu menenangkan dirinya terlebih dahulu, karena menenangkan Michelle yang sedang marah itu akan benar-benar menguras tenaga.

Louis menghela nafas, dan menyerahkan kopian tugasnya kepada Harry.
"Apa yang terjadi?" Louis memandang Harry dengan tatapan mata menyelidik, dan Harry mengangkat bahunya.
"Kau tahu aku. Mungkin level sarkasmeku sudah melewati batas." Harry menjawab, dan Louis memutar bola matanya.
"Aku belum lama mengenalmu, tapi aku tahu kau bukan tipe yang kusukai. Sekarang, shoo, pulanglah." Louis berucap jujur, dan Harry melompat turun dari konter. Dia dengan santai keluar, dan Louis menghela nafas panjang setelah Harry pergi.

Louis sendiri tidak mengenal Harry dengan baik. Dia hanya mengetahuinya sebagai seorang tetangga pintar yang bisa diandalkan untuk mengerjakan tugas, berhubung mereka ada di jurusan yang sama tapi semester berbeda. Louis menekuni jurusan bisnis, Zayn di jurusan seni, dan Michelle di jurusan kedokteran.
Yang bisa Louis simpulkan selama ini, adalah, Harry bukanlah orang yang banyak bicara. Dan sekali dia bicara, rata-rata katanya mengandung sarkasme tinggi yang tanpa diragukan akan menyakiti perasaanmu.

Chasing Summer [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang