9. Air Mata

6.5K 416 91
                                    

Tepat jam 7 malam, Fillan bener-bener menjemput Mozza ke rumahnya. Kali ini, Fillan beda. Dia yang biasanya hanya menunggu di depan pintu rumah dan nggak mau masuk, melakukan hal sebaliknya. Bukan hanya itu, sepertinya Fillan juga sedang berusaha untuk dekat dengan Mama Mozza.

Begitu Mozza turun dari kamarnya yang terletak di lantai dua, Mama meninggalkan Fillan dan Mozza berduaan doang.

“Kamu udah siap?” tanya Fillan dengan mata berbinar-binar. Mozza emang terlihat sudah siap untuk diajak pergi. Walaupun pakaian yang dipakai Mozza masih tergolong biasa mini pants merah, baju berbahan rajutan yang bagian lehernya lebar hingga sebelah pundaknya terlihat, serta sepatu boots hingga ke setengah betis, Mozza cantik.

“Emang kita mau kemana sih?” tanya Mozza. Malam ini, bukan cuma pembawaan diri Fillan yang berubah, penampilannya juga. Fillan yang biasanya selalu berpakaian rapi banget, kali ini terlihat lebih santai dan keren. Dia memakai kemeja kotak-kotak yang lengannya digulung hingga ke siku. Kemeja itu sengaja nggak dikancingkan, sehingga kaus oblong ketatnya terlihat. Penampilan cowok jaman sekarang banget. Dan luar biasanya lagi, Fillan nggak memakai kacamata.

“Ada deh, nanti kamu juga bakalan tau,” Fillan tersenyum sangat misterius. Lalu digandengnya Mozza untuk keluar dari rumah. Fix ini bukan Fillan banget, dia berubah.

Mozza mengikuti langkah Fillan dengan masih terheran-heran. Cara ngomong, penampilan, sikap dan semua hal yang berubah dari diri cowok itu masih belum terbiasa untuk Mozza lihat. Terlebih cowok itu sekarang menggandengnya, hal yang nggak pernah dia lakukan selama 1 tahun lebih pacaran.

“Kamu kenapa sih?” tanya Mozza ketika mereka berdua sudah masuk ke dalam mobil.

“Aku kenapa?” tanya Fillan balik. Dia menyalakan mesin mobil dan membawa mobil itu keluar dari pekarangan rumah Mozza.

“Aku ngerasa ada yang berubah sama kamu,” kata Mozza jujur. Mozza terus-terusan menatap Fillan, walau hanya dari samping, dia bisa melihat dengan jelas kalo cowok itu berubah total secara fisik.

“Aku cuma pengen belajar jadi cowok normal, seperti cowok-cowok kebanyakan, untuk kamu,” Fillan tersenyum dan menatap Mozza sesaat.

Mozza nggak tau harus ngomong apa. Dia bertekad untuk bicara jujur ke Fillan malam ini, soal perasaannya yang sudah berubah, tapi kenapa justru Fillan memberikan situasi yang sesulit ini. Fillan mau berubah demi Mozza, apa mungkin Mozza sanggup menyakiti cowok itu. Mozza merasa kepalanya semakin berat. Gue butuh lo, Bian.

Mobil membelah jalanan Jakarta yang ramai. Membawa Mozza ke tempat yang Mozza sendiri nggak tau bakalan diajak kemana. Jantung Mozza bergemuruh mendapati kenyataan, Fillan berubah. Berubah menjadi cowok lebih baik demi dirinya. Tuhan..., aku harus gimana sekarang? Mana mungkin aku tega bilang semua ini ke dia.

“Kamu kenapa, Mozz?” tanya Fillan. Dia akhirnya ngeh dengan semua kediaman Mozza yang justru semakin memperjelas kalo sedang ada masalah yang dipikirkan ceweknya itu.

Mozza terkesiap. “A-aku-aku,” dia mulai terbata-bata lantaran gugup.

“Hey, kamu kenapa?” Fillan menggenggam tangan Mozza yang berada pangkuan. Dia udah bisa nyetir dengan sebelah tangan sekarang, keren.

Mozza tanpa sengaja menjauhkan tangannya. Nggak tau kenapa, dia merasa nggak ingin disentuh oleh Fillan walau hanya pegangan tangan. “Aku nggak papa kok, mungkin aku cuma gugup aja karena kita udah lama nggak ketemu,” kata Mozza beralasan. Alasan palsu.

“Maafin aku, ya, Mozz, aku nyuekin kamu selama 2 bulan ini. Aku bener-bener sibuk dengan kuliah aku, tapi sumpah aku nggak macem-macem, aku tetep sayang sama kamu,” nada suara Fillan terdengar sangat serius.

Awkward Moment's (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang