6. Actually, First Kiss.

5.2K 308 15
                                    

Lima menit berlalu sejak Mozza memberikan soal matematika pada Milan. cowok itu berkutat dengan soal tanpa suara. Mozza hanya memperhatikan apa yang ditulis Milan. Kali ini, Mozza dan Milan memilih tempat belajar di halaman rumput luas yang terletak di taman kota, yang view nya menghadap pada danau buatan.

“Milan ini salah, kamu mulai ngaco lagi deh,” Mozza merebut pena di tangan Milan. “Tadi kan aku udah bilang, pakek rumus yang ini, gimana sih?” Mozza mencoret hasil jawaban Milan.

“Setelah gue nulis jawaban sebanyak ini, kamu baru bilang salah? Keren!” rutuk Milan. Jelas aja dia kesel, tangannya udah pegel nulisin angka-angka sebanyak itu, tetapi pas hampir selesai baru Mozza bilang salah.

“Udah nggak usah bawel, ulang, pakek rumus yang ini,” wajah Mozza sama sekali nggak bersahabat kalo dia lagi ngajarin anak bandel kayak Milan.

Milan kembali menuliskan angka-angka jawaban dari soal matematika yang membuat kepalanya pusing itu.

“Astaga! Ngasal banget sih, nggak kayak gini,” Mozza kembali merebut pena Milan. “Kamu perhatiin yah, ini terakhir aku ngasih contoh,” Mozza membalik kertas yang udah penuh oleh coretan ke kertas yang masih kosong di sebelahnya. “Ini kan harusnya, K=2(P+L), nah K nya itu…”

Milan mengangkat dagu Mozza. Mereka berdua saling bertatapan cukup lama. Lalu. perlahan-lahan, Milan mendekatkan wajahnya ke wajah Mozza. Semakin dekat… dekat… hingga bibir mereka berdua menempel.

Deg! Deg! Deg!

Mozza mulai merasakan sentuhan bibir Milan yang begitu lembut, mula-mula sangat ringan, nyaris seperti sapuan angin. Namun akhirnya ciuman itu berubah menjadi lumatan-lumatan yang cukup dalam, dan bibirnya membuka di bawah tekanan itu, dia membalas ciuman Milan dengan jutaan ledakan yang bermain-main di dadanya.

Ketika ciuman itu berhenti, jantung Mozza dan Milan tetap berlomba saling mendahului. Ciuman barusan sangat membekas di hati keduanya. Ciuman tanpa paksaan yang membuat seluruh tubuh mereka berguncang.

Milan tersenyum, dia mengelus pipi Mozza dengan lembut. Lalu diusapnya bibir Mozza yang sedikit basah gara-gara ciuman mereka tadi. Mozza cuma diam, dia masih belum bisa mengatasi rasa deg-degannya yang menguasai seluruh dadanya. Mozza udah nggak tau harus ngapain lagi. Dia udah nggak konsen untuk melanjutkan belajarnya. Dia gugup banget sekarang.

“Actualy, your first kiss,” kata Milan berkomentar sambil menatap Mozza.

Mozza menggigit bagian bawah bibirnya untuk menutupi rasa gugupnya. Dia nggak bisa mengelak, itu benar. Ciuman yang barusan tadi adalah bener-bener ciuman pertamanya. First kiss..., tapi nggak ada artinya apa-apa kan buat lo, karena lo sering ngelakuin itu. Kata Mozza dalam hatinya, sedikit miris.
Milan tersenyum, dia seperti bisa membaca pikiran Mozza. Setelah melepas pelukannya, dia berkata, “me too, that’s my first kiss”. Lalu, “and Its perfect,” lanjutnya dengan suara yang sangat lembut.

Mozza tersenyum bahagia mendengarnya. Nggak ada keraguan lagi di hatinya kini. Walau setelah ini, Mozza bakalan kembali dihadapi pada dilema besar yang siap menghantui setiap detik nafasnya. Fillan..., Zie... dua orang yang akan tersakiti setelah ini.

“...Perfect.” kata Mozza setuju, mengenai ciuman mereka tadi. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya. Mereka berdua sama-sama tersenyum sambil saling bertatapan dengan sorot mata yang dalam.

♥ ♥ ♥

“Oh, My God! Lo serius????” Bian menatap Mozza histeris. “Lo bener-bener ciuman sama Milan? Di bibir?” ulang Bian lagi. Masih penasaran dengan cerita Mozza yang setengah-setengah.

“Ihhhhh,” Mozza mengabaikan Bian yang kelewat kepo. Hanya pada Bian Mozza bisa cerita semuanya. Bian nggak mungkin tersakiti oleh cerita-cerita itu. Bian akan selalu mendukungnya.

Awkward Moment's (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang