12. The Beginning of Everything

3.1K 176 29
                                    

masa SMA yang begitu indah, berakhir hari ini. Tradisi coret moret di SMA Diandra, membuat sekolah itu menjadi penuh dengan warna warni. Murid-murid berlomba-lomba memberikan sign pada seragam kelulusan teman-temannya. Mencari tempat terbaik untuk dikenang selamanya.

Mozza berdiri di depan mading yang menempelkan ucapan selamat dari para adik kelas, untuk mereka yang sudah lulus hari ini. Saragam putih Mozza, penuh oleh berbagai coretan abstrak berwarna-warni. Tapi ada satu tempat kosong yang sengaja dia persiapkan, yaitu pada bagian lengan sebelah kanan.

Aku di sini Zie, aku akan tetap menunggu hingga saatnya kamu kembali dan mengisi tempat kosong ini. Semoga kamu bahagia di tempat yang baru, Zie. semoga selamanya, di dalam hidupmu, kamu menenemukan kebahagiaan. Semoga suatu saat, kamu kembali dan membawa kebahagiaan itu untuk dibagi bersamaku. Seperti dulu. Aku akan selalu sayang kamu, Zie, nggak akan pernah berubah. Air mata Mozza mengalir, dia memegang lengan baju sebelah kanannya dengan perasaan getir. Zie telah pergi, setelah hari terakhir ujian sekolah, dia menghilang. Kabar terakhir yang Mozza dapat dari pembantu di rumah Zie, gadis itu telah terbang ke negara impiannya, Perancis. Menyusul maminya yang seorang designer, dan mewujudkan mimpinya untuk mengikuti jejak maminya. Mungkin bukan hanya itu, lebih dari semua alasan itu, Zie pergi karena dia ingin meninggalkan semuanya. Meninggalkan sahabat-sahabatnya, tanpa meninggalkan pesan apapun. Dia masih belum bisa memaafkan Mozza.

"Hey!" Bian merangkul Mozza dari samping. Seragam Bian malah lebih terlihat nggak karuan, bahkan lengannya pun dicoret-coret karena mungkin nggak ada tempat lagi di seragam itu.

"Gue kangen banget sama Zie, Bi," kata Mozza tanpa menoleh pada sahabatnya itu. Dia menatap lurus ke depan, memperhatikan beberapa ucapan selamat yang sengaja diucapkan oleh seorang penggemar, untuk Zie.

Bian tersenyum, jenis senyuman miris yang juga sarat akan kesedihan. Dia pun merindukan Zie, sosok sahabat yang selalu membuat suasana persahabatan mereka menjadi glamour. Zie yang baik, yang nggak pernah mau ditraktir, selalu dia yang mau bayarin setiap kali makan. Zie yang terkadang ngeselin karena setiap ingin menentukan judul film yang mau ditonton, dia selalu bersikap dominan, memaksakan kehendaknya sendiri.

"Rasanya baru kemarin yah, waktu Zie bilang kalo dia nggak bakalan pernah pergi kemana pun, meskipun impiannya berada jauh di sana, dia akan tetep sama kita, dia bakalan tetep berada di tengah-tengah kita dan menganggap kita ini pengawalnya, hahaha." Mozza tertawa getir. Air matanya merembes keluar.

Bian ikut tertawa. "Zie nggak akan kemana-mana Mozz, dia akan tetap hidup di hati kita."

Mozza memeluk Bian, begitupun sebaliknya. Mereka berdua sangat ingin Zie berada di tempat mereka berdiri sekarang. Seharusnya, mereka bertiga merayakan kelulusan ini dengan penuh sukacita, kelulusan yang penuh dengan coretan adalah impian mereka bertiga.

"Ehmmm," sebuah suara deheman membuat pelukan Mozza dan Bian berakhir. Suara itu berasal dari Edo yang sudah berdiri di belakang mereka. Di sampingnya pun ada Milan yang seragam putihnya lebih banyak diisi oleh gambar-gambar love berwarna merah.

"Hahahaha." Mozza tertawa di sela-sela tangisnya yang masih membekas. Dia bisa membayangkan gimana keselnya Milan saat para penggemarnya mencoret-coret bajunya dengan bentuk love tanpa bisa dia tolak. Ini kelulusan, siapapun berhak menulis apa aja, seragam yang kita pakai adalah milik semua orang.
Edo memeluk Bian setelah gadis itu menuliskan namanya pada bagian kosong seragam Edo yang hanya tersedia space sedikit doang. Mereka berdua adalah pasangan sejati yang paling dikenal oleh satu sekolah, hubungan mereka bertahan selama 3 tahun tanpa putus nyambung.

"Hmmm," Milan meneliti semua bagian seragam Mozza. Diputarnya tubuh Mozza untuk melihat apakah ada bagian yang kosong untuk ditulis sesuatu. Hanya ada di bagian lengan kanan, dan Milan tau tempat untuk siapa itu, jadi dia nggak berniat mengisinya. "Kayaknya udah nggak ada tempat," kata Milan berkomentar. Alisnya terangkat sebelah, memamerkan kegantengannya yang selalu membuat semua wanita tergila-gila.

"Ada kok," kata Mozza sambil tersenyum. Mozza memegang tangan Milan, lalu ditangkupkannya telapak tangan pada sebelah kiri dada bagian atasnya. "Tempat kamu di sini," beritahu Mozza. Milan tersenyum, dipeluknya Mozza dengan penuh cinta.

Terkadang, hidup menjalankan perannya tanpa bisa kita tebak bagaimana bagian akhirnya. Ada yang full happiness, ada yang sad ending, ada juga yang stuck di tempat. Karena hidup, berjalan sesuai dengan apa yang takdir tentukan. Tapi, ini bukanlah akhir dari segalanya, melainkan inilah awalnya.

Nantikan kelanjutan dari babak kedua perjalanan cinta Mozza dan Milan serta sahabat-sahabatnya yang penuh dengan kejutan. Next, Awkward Moment: Secreet admirer.

-Bye-

Awkward Moment's (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang