5. Mak Comblang

3.6K 281 5
                                    

Sudah satu minggu Mozza menjadi tutor untuk mengajari Milan banyak hal tentang pelajaran di sekolah. Gara-gara kegiatan ini berlangsung setiap hari, keduanya menjadi semakin dekat dan nggak pernah terlihat berantem lagi di sekolah. Terkadang, Mozza dan Milan lebih banyak menghabiskan waktu di kelas untuk sekedar belajar sampe melupakan yang namanya makan. Hal seperti ini memicu gossip yang menyalahartikan kedekatan mereka berdua.

“Itu salaahhhh,” Moza mengambil pulpen dari tangan Milan agar cowok itu berhenti menulis. “Milan, ini soalnya sama persis dengan yang kemaren, masa masih salah?” protes Mozza.

“Lupa,” jawab Milan simple.
Kelas lagi sepi. Semua anak-anak di kelas itu pada ke kantin. Sekarang, Cuma ada mereka berdua. Biasanya, Zie akan ikut menemani mereka berdua lantaran punya maksud terselubung mau ngedeketin Milan. Tapi hari ini Zie nggak masuk, dia sakit, pasti gara-gara diet ketatnya yang kelewatan.

Mozza menggeleng-gelengkan kepalanya. “Terakhir yah aku ajarin kamu ini,” Mozza menggeser buku tulis Milan. “Besok kita udah harus ganti materi, masa seminggu materinya ini-ini aja,” rutuk Mozza.

Milan tertawa. Setiap kali Mozza merasa kesel dengan tingkahnya yang pelupa dalam urusan mengingat rumus, wajah cewek itu bakalan terlihat lucu banget. Antara pengen marah dan pengen nangis.

“Kamu tau nggak?” tanya Milan.

“Nggak tau,” jawab Mozza langsung.

Milan terkekeh. “Kamu cewek pertama yang ngebuat aku betah lama-lama sama kamu dan ngerasa nyaman.”

Mozza menatap Milan dengan skeptis. Ungkapan Milan itu membuatnya dag dig dug nggak karuan. Milan bukan hanya berbicara dengan nada lembut dan sangat serius. Tetapi juga udah mengganti panggilan “LO GUE” menjadi “AKU KAMU”.

“Aku serius Mozz,” Milan terus menatap Mozza dengan mata elangnya yang selalu bisa membuat semua cewek meleleh.

Walau sebenernya mungkin Mozza nggak sama seperti cewek-cewek yang mudah terpikat itu. Tapi sekarang, saat ini, detik ini, Mozza merasa seluruh kekuatannya mencair.

“Aku harus ngomong apa?” tanya Mozza polos.

Mau nggak mau Milan tertawa terbahak-bahak. Kepolosan Mozza membuatnya semakin menyukai cewek itu. Dengan sekali gerakan, diacak-acaknya rambut Mozza. Keduanya lantas tertawa bersama-sama. Saling gelitik, saling menghindar, rangkulan di leher, rasa deg-degan yang belum bisa diatasi.

♥ ♥ ♥

Pulang sekolah, Mozza dan Bian main ke rumah Zie untuk membesuk sahabat mereka itu. Ternyata Zie beneran demam tinggi. Bukan berpura-pura sakit seperti biasanya kalo dia lagi malas sekolah. Kata maminya Zie, nih anak semalem ujan-ujanan waktu pulang dari tempat pemotretan. Zie emang cewek tangguh, rutinitasnya yang padat sebagai model, nggak pernah membuatnya mengeluh akan pekerjaannya itu.

“Udah ke rumah sakit?” tanya Mozza penuh perhatian. Dia mengusap rambut Zie yang nampak basah oleh keringat. AC di kamar Zie sengaja dimatikan, tujuannya agar dia bisa berkeringat sehingga penyakitnya itu nggak semakin parah.

“Udah,” Zie dengan suara lemah menjawab pertanyaan Mozza.

“Lo ngapain sih Zie ujan-ujanan segala, lo seharusnya bisa jaga kesehatan,” Bian yang juga menyayangi Zie, memakai cara yang berbeda dalam mengungkapkan kasih sayangnya itu.

“Apa kabar Milan hari ini?” tanya Zie.
Bian memutar bola matanya.

“Sempet-sempetnya lo nanyain Milan di saat kondisi lo kayak gini,” katanya nggak habis pikir. Tapi lalu dia mengerling kepada Mozza yang hanya tersenyum. “Kalo soal Milan kayaknya lebih enak ditanyain ke Mozza deh, kan akhir-akhir ini, Mozza sama Milan tuh deket banget,” Goda Bian.

Awkward Moment's (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang