"Bunda!!"
"Apaaaaa?"
"Kak Fand umpeti bantal aku lagi, Bun"
Gue menatap kesal Kak Fand yang masih adem anyem di ruang keluarga sambil cemil stock kacang milik gue. "Bunda ga mau ikut campur" sahut bunda membuat gue makin kesal.
Dengan malas gue mendekat pada Kak Fand, "Mana bantal gue? Jangan sampe gue keluarin jurus nih" todong gue galak. Kak Fand tetap diam dengan tangannya asik mencomot. Greget, akhirnya guepun menendangnya. "MANA?!!!!" seru gue toak.
Kak Fand melotot, lalu tanpa di kira ia membuka bajunya dan memiting kepala gue tepat di keteknya. Gue meninju tulang rusuknya beberapa kali sampai pitingannya mengendur tapi enggan terlepas. Gue berusaha memberontak tanpa nafas sama sekali.
Tendangan terakhir gue lolos. "KETEK LO, ANJING! TAIK LO!" sumpah serapah gue malah buat dia kesenengan. Gue menghirup udara panjang-panjang kaya orang mau lahiran setelah lolos dari cengkramannya. Menatap kak Fand penuh musuh, "MANA, KAFAN BANTAL GUE?!" teriak gue dengan kadar kesal di atas rata-rata. Lelaki itu menggeleng sambil menahan tawa, aihh punya abang kaya gini enaknya di mutilasi aja.
"No, No, No. Karena lo udah ngelunjak manggil gue Kafan jadi bantal lo bener-bener gue sita" sahutnya penuh rasa menang. Gue menendangnya sekali lagi, "Taik Kotok" runtuk gue yang di balas dengan jari tengahnya. Dengan kesal gue naik ke lantai dua menuju kamar Kak Fand yang berada di sebelah kamar gue, lalu mengambil salah satu benda keramat miliknya. Gue yakin dia ga bakal macem-macem kalo udah menyangkut benda ini.
"Kalo gitu ini gue sita juga" Kata gue sambil lalu mengangkat tinggi-tinggi benda di tangan. Kak Fand melotot dan langsung mengejar gue yang kini sudah mengunci pintu kamar rapat-rapat. Dari balik pintu gue mendegar kak Fand mengumpat, sekarang waktunya tertawa kencang.
Gue pun berbalik hendak menuju balkon tapi terhenti saat melihat Brian dan Revan yang kini sedang asyik adu umpet di belakang lemari besar di pojok ruangan, basecamp mereka saat terkena wabah omelan mama.
Dengan santai gue berjalan mendekat lalu menaruh barang kak Fand di atas nakas. "Di omelin lagi?" tanya gue sambil duduk di sofa kecil depan tv. Menonton mereka yang sedang ribut karena ketidak-tahu-dirian, walaupun lemari gue besar dan isinya sedikit tapi jika badannya segeda babon kaya mereka tetap aja ga muat!
"Gue heran ama bocah kaya lo berdua. Kalo pelajaran kayanya otak kalian encer banget, tapi di luar itu otak kalian luber kemana-mana secara bersamaan. Ga tau kena kutukan apa gue ini" Brian dan Revan sontak berhenti dari kegiatan saling mengumpatnya, mereka dengan serentak menatap gue. Gue menaikkan sebelah alis, "OTAK LO LEBIH LUBER" seru mereka bersamaan.
Suara ketukan pintu dengan suara tak asing lagi menjeda kemurkaan. "Brian, Revan, Mama tau kalian ada di dalem. Cepat keluar!" gue menatap mereka bergantian dengan seringai saat melihat mereka tersudut dengan wajah pucat pasi. "Jangan bilang ada kita, Fe" kata Brian, Revan mengangguk tak kalah semangat sampai kepalanya hampir putus.
"Fentikaaaa, sayang, buka pintunya dek. Mamah mau ngulek dua anak itu"
Gue manaik turun 'kan alis menggoda, "Coklat ya? Mulut aman, nih" kata gue penuh tawaran. Revan dan Brian mengangguk lagi, "Bebas, seminggu gue traktir makan coklat apa aja, di mana aja" sahutnya cepat-cepat.
Deal. Btw, lagi banyak duit ternyata mereka.
Gue pun membuka pintu dengan malas-malasan. Berakting layaknya baru bangun tidur. Mamah menatap gue dengan tak sabar, "Fe, kamu baru bangun tidur?" mungkin bisa di bilang basa-basi, tapi pada akhirnya gue mengangguk enggan. "Iyaa mama, Fe baru tidur setengah jam yang lalu" terangku membuat Mama nyengir tak berdosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fentika Love
Teen FictionCinta? satu hal yg menurut gue ga penting untuk di pahami, di teliti, di ingat. Hidup gue berubah sejak gue kenal tiga orang sekaligus walau dalam waktu yg berbeda. Mencintai, Dicintai, Takdir. Mereka mempunyai pilihan masing-masing. Semua ini bermu...