Oke, gue akan memulai.
Dicintai, mencintai, takdir. Mengingat itu, gue jadi berfikir jika Sean adalah jodoh gue. Tapi... Galang? Atau bahkan bukan keduanya? Lalu siapa?
Tunggu, palapun pening seketika. Rasanya udah semalaman penuh sejak pulangnya Anesa gue memikirkan hal ini.
"cukup insting, jangan tulisan seperti itu. Karena menurut ku itu ga berarti apa-apa"
Jadi, apa yg harus gue lakukan?
XXXX
"bantet, lo udah maafin gue belom sih? Bete nih gue di diemin lu terus" Brian menatap gue berharap. Revan yg di belakang pun menganggukan kepalanya setuju. "iya hon, gue juga bete ga godain lo" katanya ngeselin.
"berisik lo pada" kata gue ketus seraya menenggelamkan wajah pada lipatan tangan.
Gue masih memikirkan hal semalam.
Flashback
Sean duduk di sofa ruang tamu dengan gelisah, matanya memutar "Sean, lo kenapa sih? Pengen berak yaa?" tanya gue spontan yg membuat Sean terkekeh mendengarnya."enggak, cantik. Gue cuma takut" jelasnya seraya mendekatkan diri. Setelah dua minggu menghilang, Sean tiba tiba aja nongol di depan pintu. Untung aja yg buka gue, coba kalo Kak Fand, bunda atau ayah. Aihh, bisa berabe.
"takut?"
"iya gue takut... Takut lo tolak"
Sungguh, gue ga ngerti. Sean yg tiba tiba berbicara aneh dan gerak gerik yg ragu.
Gue melihat Sean menengguk ludahnya dalam, lagi lagi gue ga ngerti tindakannya.
"lo mau jadi pacar gue?" ap- apaa? Dia bilang apa tadi? Seorang Sean Abithama nembak gue? Seorang cowo yg baru gue kenal selama -kurang lebih dua bulan terakhir ini menyatakan perasaannya sama gue?
Gue hanya bisa diam.
FLASHBACK OFFGue sontak menegakkan tubuh saat mengingatnya. Membuat Revan dan Brian kaget melihat kelakuan spontan tadi.
"lo kenapa, hun?" gue menengguk ludah dalam dalam. Dada gue berdetak cepat seiring munculnya wajah lelaki yg sumpah ga mau gue ingat lagi saat ini ataupun nanti.
"Fe, lo okey?" Brian yg duduk sebangku mulai mendekat dan Revan yg duduk di belakang mulai melongok di tengah-tengah.
Bayangan masa lalu menyeruak muncul seperti kilasan kejadian baru, masih teringat jelas dan nyata. Gue menoleh menatap Brian dan Revan kaku, mata gue menatap sekeliling kelas dengan gelisah.
"Fe?" Revan mulai ga sabar, ia berdiri cepat dan bersimpuh di samping meja. "lo okey? Muka lo pucet banget" kini gue menatap Revan ragu, "gue butuh kalian" kata ku dengan wajah yg memerah.
Kilasan masa lalu semakin gencar bermunculan. Saat dia pertama kali menumpahkan jus di seragam putih, wajahnya saat tersenyum, rambutnya yg selalu terkibas dan... Semuanya! Kenangan itu masih nyata walau sudah berlalu lima tahun yg lalu.
Rasanya pangen nangis.... Ahh, Bunda, Fentika syedichh.
"okey, kita ada buat lo" Brian merangkul gue, begitu pun Revan yg kini berdiri untuk memeluk.
Tanpa gue sadari, setiap pasang mata di kelas menatap kami heran, aneh, jijik, seperti ingin bilang 'lo pada kenape?' tapi segan saat pelototan gue makin melebar.
XXXX
"gue inget dia, Bri. Gue... Takut" saat ini gue dan kawan kawan sedang berkemah di bawah pohon belakang sekolah, tempat idaman setiap manusia sekolah tapi hanya gue, Brian dan Revan yg boleh tempati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fentika Love
Novela JuvenilCinta? satu hal yg menurut gue ga penting untuk di pahami, di teliti, di ingat. Hidup gue berubah sejak gue kenal tiga orang sekaligus walau dalam waktu yg berbeda. Mencintai, Dicintai, Takdir. Mereka mempunyai pilihan masing-masing. Semua ini bermu...