2. Telat

220 56 34
                                    

       Bu Tati menyelidik Ale, tidak percaya anak murid laki-lakinya ini pernah...

       "Ha?!" Ale kaget, dia baru menyadarinya setelah membaca sampul buku. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lantas berkata, "Anu... Bu," dia bingung, "tadi saya cuma salah ambil doang kok, Bu, hehe," nyengir Ale.

       "Serius kamu?" rupanya, Bu Tati masih tidak percaya akan jawaban Ale.

       "I-iya, Bu. Saya permisi dulu, ada urusan," Ale pamit dan segera berjalan keluar dengan kikuk.

●●●

       "Lo ngomong apaan emang sampe dia marah?" Afif masih terbahak ditempatnya.

       "Gua cuma bilang kalo alisnya miring sebelah, eh dia langsung kabur. Malu kayaknya," jelas Didit.

       "Lagian bego aja sih lu, terlalu frontal," kata Maman dengan tawanya yang tersisa. Maman melihat wajah tekuk Ale yang berjalan keluar sekolah, lalu bertanya, "Lo kenapa, Le?"

       "Abis dicuekkin sama cewek."

       "Sama siapa? Tumben seorang Ale dicuekin sama cewek." Dari tampangnya, biarpun brandal, tapi Ale mempunyai banyak fans dari kalangan kaum hawa.

       "Alena."

       Satu kata itu yang membuat Maman bingung. Apa Alena itu bukan adik kelasnya dulu? Atau dia salah orang? Atau sifatnya sudah berubah? Tapi, kenapa?

       "Nggak usah terlalu dipikirin. Cuma gara-gara satu cewek doang jadi ribet begini," kata Ale setelah ketiga temannya tidak ada yang merespon. "Mending futsal."

       "Boleh tuh."

       Mereka berempat naik ke atas motor dan melajukannya hingga ke parkiran sekolah. Sekolah sudah sepi. Hanya ada anggota OSIS yang masih berada di lingkungan sekolah. Tugas mereka lumayan banyak menjelang pemilihan ketua OSIS baru. Belum lagi persiapan untuk acara debat besok.

       Didit mengeluarkan bola futsal yang selalu ia bawa dari dalam tasnya. Kata Didit untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba mereka ingin bermain futsal.

●●●

       Di dalam ruangan yang serba putih itu, siswa siswi dengan kreatifitas dan jiwa organisasi tinggi, sedang berkumpul menjadi satu padu. Salah satu diantara mereka berdiri, tentunya yang memiliki jabatan paling tinggi. Ikhsan memberi penjelasan pada anggotanya, dan memberi tahu peraturan-peraturan apa saja selama seminggu menjadi calon ketua OSIS. Semuanya mendengarkan dengan saksama.

       "Oper sini."

       "Itu suara siapa sih? Berisik banget!" Ikhsan yang sedang menjelaskan jadi merasa tergganggu dengan suara berisik serta tendangan bola yang menimbulkan dentuman keras. 

       Di lapangan memang berisik sekali. Meskipun yang bermain hanya 4 orang, tapi serasa 10 orang. Karena mereka bermain tidak hanya dengan kaki, melainkan juga dengan mulut.

       Ikhsan keluar dari ruang OSIS. Diikuti oleh para anggotanya yang penasaran.

       Ale dan ketiga singanya.

       "Woi! Balik sana! Udah waktunya pulang!" Ikhsan teriak pada saat mengucapkannya.

       Mereka berempat berhenti bermain futsal, bola berada di bawah kaki Ale. Kemudian Afif membalas, "Emang ini sekolah punya nenek lo?!"

       "Di sekolah ini nggak boleh ada kegiatan apa-apa lagi kalo udah pulang. Itu peraturan sekolah, lo nggak boleh langgar!" Seharusnya Ikhsan tau, permasalahan ini tidak akan pernah selesai jika dia tidak mengalah.

Ale-naTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang