WHERE I'AM?

174 7 0
                                    


Dingin, rasa itu menyentuh kulitku, menelusup ke dalam pori-poriku, menusuk-nusuk ke setiap tulang belulangku. Sebelumnya ia meneriaki namaku dengan wajah kaget berbaur kekhawatiran. Ingin aku gerakan kaki dan tangan untuk menggapai permukaan dan berkata, aku baik-baik saja, aku hanya ingin mengejutkanmu! Sembari memberikan senyuman yang merekah dari wajahku dan menenangkannya. Namun, kelemahan dan ketidakberdayaanku dalam sekejap merayapi sekujur tubuhku, mati rasa dalam dingin air yang membeku. Kedua cuping telingaku tetap mendengar teriakan-teriakannya yang memanggil dengan pilu, menyayat hatiku yang kian dingin menyesakkan paru-paruku. Kehangatan dengan perlahan namun pasti, meninggalkan tubuhku: melalui rambut, kulit, ujung-ujung jemariku, dan dingin itu menyusupi ke setiap aliran darahku. Hah... sepertinya aku akan mati!

Sayup-sayup suaranya yang penuh kepolosan tapi pilu itu tidak lagi terdengar, seiring hentakan-hentakan keras di atas permukaan yang membeku. Aku harap ia bisa pulang dengan selamat—menjalani hidupnya dan tumbuh menjadi wanita yang cantik. Pulang! Kata itu menghentakan sekujur tubuhku. Pulang! Pulang! Aku ingin pulang. Tolong! Aku ingin bertemu dengannya. Ya, seseorang yang telah menumbuhkan rasa spesial di hatiku terhadap dirinya yang kini terbujur lemah dan rapuh di atas kasur, di bawah balutan selimutnya yang hangat. Besok aku akan berangkat untuk menemuinya. Biarkan aku mengecupnya dan mengukungnya dalam balutan tangan dan dekapan tubuhku, merasakan kembali kehangatannya. Aku sayang... aku mencintaimu!! Suara lembut dan bening itu mengiang di kepalaku, berkali-kali seperti alunan musik.

Pulang!! Pulaaang!! Biarkan aku berada di sisinya, di setiap tarikan nafasnya yang kian memudar. Aku berteriak, memerintah, dan memaksa tubuhku yang mati rasa untuk bergerak. Namun seiring usahaku, rasa kantuk mulai menggerogoti kesadaranku, merenggut cahaya yang semakin memudar menuju kegelapan yang pekat. Kemudian keheningan menyelimutiku.

«—»

Tik..., samar-samar cuping telingaku mendengar sesuatu. Tik... tik..., kini disusul dengan suara lainnya yang sama. Tik tik... tik tik..., suara-suara itu semakin lama semakin banyak menggema. Seperti tetesan air yang jatuh ke permukaan air yang tenang. Hujan! Apakah itu hujan? Ya... tentu saja, itu hujan. Kenapa aku tidak merasakan dinginnya hawa hujan? Tapi di sini kenapa begitu gelap? Kenapa aku tidak merasakan tubuhku dan pelupuk mataku tidak mampu aku buka? Di mana aku? Berbagai pertanyaan berbondong begitu saja di benakku. Tanpa satu pun yang dapat aku jawab, aku bahkan tidak tahu nama dan siapa diriku!

Cipak cipak cipak..., kini suara kecipak air terdengar digemuruh tetesan hujan yang deras. Entah kenapa suara kecipak air itu terdengar seperti suara langkah kaki di telingaku? Tapi tunggu dulu! Tidak mungkin itu langkah kaki seseorang? Tidak ada orang bisa berjalan di atas air! Semakin lama suara sayup-sayup itu semakin jelas aku dengar. Pikiranku berkutat antara langkah kaki seseorang dan lainnya mengatakan bahwa itu hanya suara hujan yang turun dengan deras. Akkhh... menyebalkan! Sudah tidak tahu aku di mana, terperangkap dalam gelap lagi!! Otak malah bingung dengan pemikiran aneh-aneh yang tidak jelas.

"Wah wah wah..."

Eh! Aku tersontak kaget mendengar suara seseorang menggema dalam denyut aliran air di sekitarku. Air? Tunggu dulu sebentar! Apakah aku berada di dalam air? Yang benar saja, aku tidak merasakan dingin sedikit pun dari hawa air, bahkan nafasku tidak sesak, jika memang aku berada di dalam air. Hey... hey hey! Lama-lama aku bisa gila kalau begini terus. Sekarang telingaku mendengar suara seseorang entah dari mana. Ada yang ingin mempermainkan aku, ya?

"Pantas saja kamu tidak ditemukan dalam empat musim ini," ujarnya.

Suaranya agak berat, tapi lembut yang sarat dengan kegetiran. Suara seorang pria!

Tidak ditemukan? Apa maksudmu? Kamu siapa? Berhenti mempermainkanku dan keluarkan aku dari sini! Aku berteriak, menjerit, namun entah kenapa bibir dan lidahku rasanya kelu, tidak mampu aku gerakan?!

"Ternyata dialah yang menjadikanmu seperti ini untuk menyelamatkanmu, siapa yang menduganya," pria itu terdiam sejenak. "Maaf... aku tidak lagi datang menghampirimu sejak hari itu karena aku terlalu pengecut untuk melakukannya," tuturnya dengan nada bersalah, suaranya lemah seakan ada rasa lelah di dalam setiap kalimat yang diucapkannya.

Hey, aku tidak mengerti apa yang kau katakan? Berhentilah mempermainkan aku dan keluarkan aku dari sini! Bersikaplah selayaknya seorang pria dewasa baik-baik, Tuan!! Dan tolong aku!

"Dengan keadaanmu seperti ini, mungkin kita akan bertemu kembali. Meskipun aku tidak tahu dengan cara apa kita akan dipertemukan dan di waktu seperti apa? Aku akan menantikannya..." ujarnya, seolah menghibur dirinya sendiri, aku mulai jengkel mendengarnya.

Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!! Kesalku, pria ini sama sekali tidak mendengar apapun yang aku katakan. Jika ini sebuah lelucon maka ini sama sekali tidak lucu.

"Aku juga... aku juga sayang padamu!" tuturnya dengan tulus.

A... apa? Seketika jantungku tersontak—kaget.

"Fuhuhu..." ia tertawa masam, "selama ini aku menahan untuk tidak mengatakannya lagi... pada siapa pun, selain dua anak gadis yang dulu pernah aku temui. Kamu dengan sekejap menarik hatiku, sama halnya dengan mereka. Setelah bertemu dengan mereka dan dirimu... ternyata begini, ya, rasanya punya adik," tawa masamnya berubah lembut.

Aku... aku tidak kenal kamu, tapi kenapa seluruh tubuhku merespon dengan getaran kecil yang menghangatkan ketika kau berkata seperti itu.

"Sampai jumpa 'adikku' yang manis," ujarnya.

Kemudian suara kecipak langkahnya mulai menjauhiku.

Tunggu!! Jangan pergi! Tolong jelaskan semua hal yang membingungkanku ini! Katakan apa maksudmu dengan aku yang tidak ditemukan!? Siapa "dia" yang kau maksud dan "dia" yang menjadikan aku seperti apa? Terutama dirimu, kenapa aku merasa mengenalmu: suara yang lembut, tutur kata, dan caramu tertawa terasa tidak asing? Kamu mengenalku lebih dari yang kau katakan, benar bukan? Kamu bahkan menganggapku adik. Hey... tunggu, jangan pergi!!

Suara kecipak langkah kaki pria itu semakin lama semakin tidak terdengar, berbaur dengan gemuruh ribuan tetesan bulir-bulir air dari langit menghujami bumi. Aku berteriak di dalam keributan itu, dan ia sama sekali tidak mendengar. Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Rasa sakit berdenyut-denyut menghantam kepalaku seperti palu dalam kebingungan ini. Dengan banyaknya pertanyaan yang menyerbu benakku—yang satu pun tidak terjawab—menyebabkan rasa lelah menelusuri setiap bagian tubuhku. Hening. Suara terakhir yang aku dengar adalah suara denyut air yang bergemuruh di sekelilingku.

Memorial in Burgess VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang