WISH & LOVE

33 0 0
                                    

Pesta berjalan semakin meriah ketika malam menjelang. Obor-obor yang ditanam di setiap sudut alun-alun dihidupkan hingga membuat tempat itu tertimpa cahaya jingga kemerahan. Suara tawa terdengar riuh diiringi suara benturan gelas-gelas logam yang saling beradu dikelompok para pria, kemudian mereka meminum cairan merah kehitaman itu sekali tegukan dengan nikmat. Di satu sisi para wanita berbincang-bincang santai bersama Madam Edward ditemani dengan minuman hitam kental yang wangi dan kue-kue kering. Sekali-kali mereka tertawa ringan mendengarkan Mrs. Landy bercerita. Dan para muda-mudi juga terlihat ramai di samping meja para wanita-wanita itu.

Disini, aku tetap duduk di atas atap rumah seperti sebelumnya. Surt dan Maple sudah berpamitan pergi sore tadi untuk melanjutkan tugas mereka di belahan dunia lain. Jika ingin jujur, seluruh tubuhku bergetar kecil, dari tulang sampai menembus kulitku─tidak dapat aku hentikan. Di tengah-tengah keriuhan di alun-alun, mataku tidak pernah lepas dari sosok anggun yang duduk di dekat perapian terbuka dilengkapi dengan cerobong asap di depan rumah Mrs. Landy.

Sosok itu bersurai hitam panjang yang dijalin dengan rapi bersama pita-pita kecil berwarna nila cerah dan diikat cantik berbentuk kupu-kupu diujung pangkalnya─rambut panjang yang indah itu menjuntai di sisi kiri bahu di depan dadanya. sinar matanya cerah beririskan aquamarine yang terlihat teduh, menentramkan. Hidungnya kecil dan mancung serta bibirnya ranum meskipun sedikit pucat. Jemarinya yang kecil namun lentik itu membolak-balikan lembaran buku yang sedang ia baca di atas pangkuannya. Di bahunya, sehelai kain tersampir menjuntai menutupi bagian atas tubuhnya dan gaun panjangnya menutupi setiap jengkal kakinya─terlihat mengumpulkan kehangatan yang dipancarkan oleh api yang meletup-letup membakar kayu di perapian menebarkan bunga-bunga api.

"Emilia... Emilia," panggil seorang anak laki-laki bersurai cokelat menguncang-guncang ringan kaki gadis itu.

Aku tersenyum melihatnya, Emilia... Lady Emilia Lincoln, ah ya, nama yang manis sekali sesuai dengan orangnya. Sosoknya begitu indah dan polos dengan seketika memaku pandanganku dan menggetarkan hatiku yang tidak dapat aku jelaskan apa penyebabnya. Hentakannya begitu tepat di jantungku. Tiba-tiba saja seluruh tubuhku menjerit kegirangan hanya dengan menatapnya, tapi hatiku ingin meminta lebih, ingin melihatnya lebih dekat, ingin mendengar suaranya lebih jelas, ingin mengetahui semua mengenai dirinya. Kenapa semua keinginan itu keluar berbondong-bondong di pikiranku? Ini pertama kalinya aku bertemu lady yang menawan ini, tapi rasa rindu itu semakin terasa nyata setiap menitnya, rasa rindu yang begitu besar dan familiar. Tapi seketika rasa rindu itu terobati dengan melihat wajahnya yang bahagia. Aku berdiri dari dudukku dan terbang mendekatinya, tidak terlalu dekat, tapi cukup untuk memandangi dan mendengar suaranya.

Dengan lembut ia menjawab panggilan anak laki-laki itu, "Ada apa, Sayang?"

"Ayo kita bermain hide-clap," pinta anak laki-laki itu penuh harap.

"Iya, Emilia, seperti dahulu..." kata seorang gadis kecil yang lain tiba-tiba sudah ada di sampingnya, gadis kecil bersurai pirang itu tersenyum penuh harap ke arah Emilia.

Dua anak kecil itu sangat akrab dengan Putri Kecil selain Giselle dan selalu terlihat bermain bersama-sama. Sinar mata kedua anak itu cerah berharap Emilia menerima ajakan mereka.

"Baiklah..." jawab Emilia sembari meletakkan bukunya di atas kursi.

Kedua anak kecil itu bersorak gembira, mereka langsung menarik Emilia ketika ia mengulurkan tangannya untuk menggandeng mereka ke arah kerumunan anak-anak lain yang tampak asyik bermain hopscotch dengan gembira. Aku terkikik ketika sang Lady yang menggemaskan itu tergopoh-gopoh ketika ia ditarik oleh kedua anak itu, sepertinya ia akan mengajak anak-anak yang lain untuk bermain hide-clap. Sebuah permainan dengan salah satu anggota pemain ditutup matanya menggunakan kain dan pemain lain bersembunyi. Untuk menemukan anggota yang bersembunyi pemain yang mendapat giliran sebagai pencari memberikan instruksi untuk menepukkan tangan sebagai tanda posisi keberadaan pemain yang bersembunyi. Kesempatan meminta tepukan kepada pemain yang bersembunyi hanya tiga kali dari setiap anggota pemain. Jika kesempatan itu habis dan si pencari tidak dapat menemukan satu anggota pun maka biasanya mereka akan menyerah dan dinyatakan kalah kemudian dikeluarkan dari permainan dalam satu kali permainan.

Memorial in Burgess VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang