WAITING

51 0 0
                                    

Hari ini adalah hari yang sempurna untukku memulai hal-hal yang menyenangkan: dari meniupkan angin dingin, membekukan jendela-jendela kaca, terutama membuat anak-anak bermain perang salju─salah satu permainan andalanku yang mampu menarik perhatian mereka meskipun tidak satupun yang menyadari bahwa akulah yang memeriahkannya. Akan tetapi di sinilah aku sekarang, duduk di depan meja panjang─dengan tongkat kayuku tepat di sampingku─yang melimpahnya berbagai macam makanan. Mulai dari kue kering, cokelat beraroma cengkeh tersusun cantik di setiap sisi meja membentuk gunungan, beberapa pie buah yang baru dari panggangan tampak mengeluarkan uap panas yang mengepul-ngepul, berbagai macam buah-buahan yang ditata rapi di antara ayam panggang utuh dan sayur yang menghiasi di setiap sisinya mendominasi di tengah-tengah meja, sosis asap yang tampak mengkilap setelah dibakar menggunakan kayu menimbulkan aroma khas, dan banyak lagi yang lain-lain didua meja yang berada di belakangku─terlalu banyak aku rasa, yang tidak mungkin aku sebutkan satu-persatu.

Tidak jauh dari meja yang aku tempati, terdapat api unggun yang berkobar terang, memercikkan bunga api, asap, dan lidah-lidah api. Di atas yang membakar tumpukan kayu terdapat panci hangus besar berisi cairan hitam kental dengan sebatang kulit kayu kecil yang menggulung tampak berbaur di dalamnya. Uap yang mengepul dari panci besar itu memenuhi udara dengan wangi khas kopi dan kayu manis: wangi harum yang tajam dan terasa begitu berkelas. Semua orang tahu kalau kopi merupakan minuman mewah dengan kualitas terbaik yang biasa dikomsumsi oleh orang kaya, para seniman ternama, dan para maestro-maestro yang telah menulis buku-buku pengetahuan─harganya pun sama dengan sebatang emas. Hanya saja aku tidak mengerti, dari mana Desa Burgess yang kecil dengan penduduknya mayoritas bermata pencarian sebagai penebang kayu, petani, dan peternak itu dapat membeli kopi dan rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis sebanyak itu, tentu memerlukan uang yang tidak sedikit.

Mengherankan menurutku, sebab mereka pun memiliki bertong-tong brendi yang berlabel V.S (Very Special, brendi yang disimpan di dalam tong kayu selama tiga tahun) dan empat tong brendi dengan label Hors D'age (Brendi yang disimpan di dalam tong kayu selama sepuluh tahun lebih) tampak tersusun rapi di dekat pohon ek tidak jauh dari api unggun. Setahun lebih aku di sini, tapi baru sekarang aku tahu kalau mereka memiliki semua itu. Aku tahu semua penduduk desa adalah orang-orang yang pekerja keras, tampaknya mereka menyisihkan uang untuk acara-acara tertentu. Menyiapkan pesta dengan hidangan mewah, sepertinya yang akan datang bukan orang biasa.

Ya, siapapun dia aku akan menunggunya di sini sambil makan roti kering cokelat dan kopi panas yang manis-pahit karena rebusan yang dipadu dengan kayu manis. Aku terlanjur jatuh cinta pada wangi harum khas dari cairan hitam kental ini ketika Lagus mengajakku ke Pulau Maluku untuk menemui teman lamanya─Dewi Sri, Spirit of Harvest. Pertama kali aku mencoba─rasanya pahit dan berbubuk─seketika saja melapisi langit-langit mulutku yang terasa seperti kue kering yang hangus. Akan tetapi wangi khasnya mamanjakan indra penciumanku. Setelahnya Dewi Sri memberikan potongan kecil kayu manis untuk dimasukkan ke dalam kopi milikku hingga menimbulkan aroma terapi yang menyebarkan ketenangan dan kenyamanan. Saat itulah untuk pertama kalinya kegelisahanku yang tertahan─karena kegagalanku dalam menarik perhatian anak-anak─seketika menguap setiap kali aku menghirup aroma kopi yang beradu manisnya kayu manis.

Aku tidak percaya Lagus menyadari kegelisahanku, padahal aku yakin tidak ada yang menyadarinya. Beralasan ingin bertemu teman lama, padahal ia ingin mempertemukanku dengan Dewi Sri sebagai pasien yang harus diobati dan tanpa sadar aku melakukan terapi santai dengan berjalan-jalan sambil menikmati kopi. Dewi Sri memancarkan aura yang nyaman sehingga semua yang berada di dekatnya merasakan kedamaian, selain parasnya yang cantik dengan tubuh tinggi ramping, sinar mata cokelat keemasannya memancarkan kecerdasan dan kekuatan.

Ngomong-ngomong, setengah jam yang lalu seharusnya aku sudah mengetahui si dia yang dimaksud oleh si gadis kecil. Tapi ternyata gadis kecil yang bernama Giselle itu rupanya berbohong pada gadis kecil bersurai cokelat pekat itu.

Memorial in Burgess VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang