Sooyoung membolak-balik buku yang ada ditangannya dengan bosan. Tubuh mungil itu kini bersandar nyaman ditepi ranjangnya. Gerimis masih saja setia menyerbu kota Heullin.
Sungjae yang sedari tadi menemani Sooyoung merebahkan dirinya diranjang besar itu. Tepat disamping Sooyoung yang duduk berselonjor dengan nyaman. Obsidian Sungjae tak henti memperhatikan gerak-gerik Sooyoung.
"Kenapa melihatku begitu?" Tanya Sooyoung tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang berjudul 'The Deathly Wish'. Buku yang dipinjamnya dari perpustakaan berminggu-minggu yang lalu. Sungjae menggeleng lalu menghembuskan nafasnya bosan.
Sooyoung menutup bukunya setelah mendengar helaan berat dari Sungjae.
"Aku pasti membosankan ya?"tanya Sooyoung sambil menatap Sungjae yang terlebih dahulu memandanginya. Sungjae tersenyum manis.
"Tidaak. Aku hanya sedang berpikir"ujar Sungjae lagi. Sooyoung mengerutkan keningnya aneh. Seakan mengerti Sungjae pun melanjutkan kata-katanya.
"Aku baru sadar kau itu sangat manis. Apalagi jika tersenyum. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal?" desah Sungjae seakan baru menyesali keterlambatannya. Sooyoung hanya berdecih.
"Aku serius. Waah, matamu juga indah Sooyoungie. Mata onix ibumu benar-benar menurun padamu" Sungjae mendudukkan dirinya kasar. Bersila tepat dihadapan Sooyoung dengan antusias. Sooyoung tersenyum tipis.
"Benarkah? Sepertinya kami memang beruntung mewarisi mata milik eomma"Jawab Sooyoung sambil menerawang keatas langit-langit kamarnya. Sungjae mengernyit bingung.
"Eh, 'Kami'? Kau punya saudara?"Tanya Sungjae. Sooyoung menatap Sungjae sendu lalu mengangguk pelan.
"Apa dia lebih tua darimu? Namja atau yeoja? Siapa namanya?" Tanya Sungjae bertubi-tubi. Sooyoung sejenak terdiam, seakan tak mau menjawab pertanyaan beruntun Sungjae.
"Apa hubunganmu tidak baik dengannya?" Tanya Sungjae lagi hati-hati. Gelagat Sooyoung memang terlihat tidak nyaman jika sedang membicarakan saudaranya. Itulah kesimpulan yang Sungjae ambil. Sooyoung menggeleng pelan.
"Ani, dia sangat menyayangiku. Dia mengutamankanku dibanding siapapun" Jawabnya lirih. Hei, bukankah itu pernyataan yang seharusnya dikatakan dengan nada ceria. Bukan nada sedih seperti ini.
"hanya aku yang dimilikinya saat ini. Eomma dan Appa sudah pergi saat kami berumur belasan tahun. Kadang aku terpikir bagaimana jika aku tidak ada. Lagi-lagi dia harus kalah dari penyakit ini. Hal yang sama yang merenggut eomma darinya" Jelas Sooyoung. Terpancar aura kesedihan dimatanya. Sungjae menatap Sooyoung pedih. Tersemat senyum getir disana. Sooyoung segera terkekeh kecil, menghilangkan aura kesedihan yang menyeliputi ruangan itu.
"Apa aku terlalu banyak bicara?" tanya Sooyoung sambil menatap Sungjae. Sungjae menggeleng pelan, lalu perlahan merengkuh tubuh Sooyoung.
"Bicaralah sesukamu. Aku akan mendengarkan. Ini lebih baik dari pada kau menutupinya dengan kebohongan bodoh"Bisik Sungjae sembari mengeratkan pelukannya. Sooyoung pun seakan tak menolak, malah dia menyelusupkan kepalanya diperpotongan leher Sungjae. Tak dapat dipungkiri Sooyoung memang merasa nyaman didekat Sungjae.
"Aku tidak ingin dikasihani" balasnya singkat.
"Sooyoungie, ikuti saja apa kata hatimu. Jangan pernah berkata kau tidak apa-apa saat kau merasa sakit kepadaku. Katakan saja kau sakit" ujar Sungjae dengan nada memerintah. Sooyoung terdiam, namun detik selanjutnya dia pun membuka bibir mungilnya.
"Maaf"lirih Sooyoung dengan bergetar. Seakan ada perasaan yang begitu tenang setelah mengucapkannya.
"Katakan saja jika kau memang kesepian"Lanjut Sungjae lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire Of Heullin (COMPLETE)
FanfictionGenre : Romance, mystery. Heullin, kota yang setiap harinya tak pernah cerah dan selalu mendung. Dan seseorang bersembunyi digelapnya kota Heullin. Seseorang yang begitu membenci cahaya. Kota dengan mitos yang terkutuk, dengan salah satu penghuniny...