Section 5

2.6K 216 5
                                    

Rambutnya yang masih basah terpaksa Shillfer ikat karena hari ini ada kegiatan pertama pelatihan sebagai calon agen dan pertemuan pertamanya dengan sang pembimbing.

Ia tidak ditutor oleh satu orang yg sama dengan Nadivah. Buktinya gadis itu sedari kemarin sudah melakukan pertemuan itu. Ia bilang tutornya perempuan yang kemarin berteriak lantang untuk mendiamkan massa.

Ia ingat. Yang kemarin mengamuk—menurutnya dalam bahasa sunda.

"Aku duluan, assalamualaikum, dadaaaa...," pamit Shillfer pada teman sekamarnya. Dia sudah mulai mengeluarkan citra asli sehingga menanggapi Nadivah bisa semakin santai dan bar-bar.

"Waalaikumsalam."

Sekarang Shillfer hanya harus menuju lapangan—Shillfer memasukan aula ini sebagai kategori tersebut— kemarin untuk menemui seluruh temannya atau mungkin musuhnya. Shillfer tidak akan lupa dengan masalah apa yang ia buat dari sebelum masuk. Karenanya, kegiatan mengajarpun jadi tertunda.

Kalau boleh meminta, gadis ini ingin Bagong saja yang mendidiknya. Ia sudah dekat dari awal sehingga jika dimusuhi pun dirinya masih memiliki laki-laki itu sebagai teman dalam satu regu.

Pintu ia buka. Ada beberapa senior yang ia lihat kemarin di aula ini. Kalau berkumpul, ia jadi bingung menebak siapa yang akan mengenggamnya selama pelatihan. Bagong ada di sana bersama dua laki-laki lain dan tiga perempuan. Harapannya semakin terasa akan nyata.

"Kalian yang namanya disebut, harap menuju menuju  senior kalian sesuai urutan hingga satu mentor sudah tersebutkan 4 nama."

Yaa, Shillfer paham, setelah sudah empat orang, mentor itu penuh dengan anak didiknya. Yang namanya disebut selanjutnya menjadi anak didik senior di sebelah.

Bagong berada di urutan tengah.

Dari seluruh calon agen disini, rata rata diisi oleh perempuan. Tentu pandangan mereka pada senior laki-laki yang memang ia akui semuanya tampan—termasuk Bagong. Pecicilan begitu juga karismanya terlalu kuat untuk ditolak.

Laki-laki juga sebenarnya sama, tapi nampaknya mereka acuh tak acuh. Mungkin benar pernyataan bahwa jika laki-laki menekuni sesuatu terlalu serius, apapun jadi tidak diperhatikan.

Padahal kakak-kakak ini cantik juga. Insyekur jadinya.

"Sahrul."

Ini masih bagian ujung. Belum mencapai tengah.

"Jewita."

Setiap nama yang dipanggil, satu orang maju dan mulai menempatkan dirinya di depan mentor. Sudah sekitar

Oke. Ini sudah bagian kedua selesai. Kali ini giliran anak didik Bagong. Shillfer merapal doa, dengan sangat memohon dirinya masuk regu laki-laki tersebut.

"Agar lebih cepat, saya sebutkan langsung enpat nama saja."

Mata gadis itu membelalak. Wah! Menegangkan.

"Hani, Sukmi, Anita, Ind— HATCHI!"

Jantungnya seakan dibuat bekerja lebih kuat. KENAPA HARUS BERSIN, SIH?!

Shillfer tidak bisa menyalahkan alam. Oke. Mari bantu Shillfer dengarkan nama yang tersendat tadi.

"Maaf. Selanjutnya." Seakan sedang diputar slow motion, matanya tak lepas dari orang yang memegang catatan itu, "In," satu kata lagi, "Dra."

INNOCENT [REWRITE] Soon 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang