Section 10

2.7K 172 3
                                    

"Jadilah rekan misiku saat ujianmu di pagi hari karena aku butuh orang yang tidak banyak tahu soal ini."

Dengan alasan itulah Shillfer di sana pagi ini. Membiarkan rambut panjangnya terurai, menggunakan baju SMA yang ternyata cukup terkenal di sana. Wajahnya ia tutup dengan masker agar tidak banyak yang mengenalinya.

Lapangan kosong tanpa ada pemukiman di sini. Tempat aman untuk melakukan tindak kekerasan beramai-ramai.

Bocah-bocah ini. Bukannya lebih baik belajar untuk ujian, justru mencari masalah baru.

Tiba-tiba ia disenggol dari kiri, tidak sampai terjatuh untungnya.

"Lu nggak bawa senjata, kan?" Anak SMA ini bertanya sambil menelisik tubuh gadis yang lebih pendek darinya beberapa senti. "Oke. Aman."

Beberapa detik kemudian ia berteriak membuat beberapa orang terperanjat, termasuk yang sedang dalam misi. Shillfer maksudnya. "WOY LU SEMUA JANGAN BAWA BARANG ANEH-ANEH! GUE SIKSA KALO SAMPE ADA YANG PAKE SENJATA! CUPU!"

Ganteng-ganteng mengerikan. Lantang sekali suaranya.

Ia bahkan beberapa kali menggeledah tubuh anak laki-laki di sekitarnya. Mungkin mencari senjata yang mungkin di sembunyikan.

Sudahlah. Ia kembali melihat ke depan dan sekeliling sekali lagi mencari keberadaan Bagong yang tak kunjung muncul juga.

Lelaki itu, apa tengah menipunya?

Tak lama suara motor mendekat. Banyak sekali, dikendarai oleh anak-anak SMK ternyata.

Sudah lama Shillfer mendengar kabar bahwa kedua sekolah ini bertikai atas masalah sepele hingga besar. Kali ini apa masalah yang diangkat menjadi konflik dalam tawuran?

"Dateng juga lo, An****." Pemimpin kubu Shillfer menyambutnya dengan umpatan. Maaf saja terlihat kabur ketika dibaca. Konten sensitif ini bahkan Shillfer coba hapus dari memori otaknya begitu terdengar.

Ia sudah tobat.

Mereka turun, kemudian berdiri berhadapan dengan lawannya. Jumlah hampir sama banyak.

Shillfer mencoba mendengar obrolan mereka yang lantang. Menggali informasi. "—belasan tahun kalian masih sama menganggunya—"

Tidak jelas motif sebenarnya. Namun, bisa Shillfer simpulkan bahwa mereka melakukan ini karena memang sudah turun-temurun dari angkatan mereka belasan tahun lalu.

Jadi, sekarang ia harus apa sebagai minoritas yang akan melakukan tindak kekerasan?

Perempuan di sini hanya bisa ia hitung jari. Sementara, di kubu lawan jumlahnya tampak lebih banyak tapi tetap tidak mendominasi.

Shillfer melamun sehingga kala aba-aba sudah diluncurkan, Shillfer terdorong dari orang-orang di belakangnya.

Mengetahui ini, ia segera menahan diri agar tidak terdorong arus lebih jauh. Mereka berambisi menang untuk harga diri.

Diam-diam dirinya mencoba menyingkir, berdiri di sisi lapangan sehingga tidak ada yang menyadari bahwa lawan ataupun kawan mereka tengah menonton.

Shillfer meringis melihat aksi anak-anak yang usianya kisaran 17 hingga 18 itu. Tidak pandang bulu.

Lima menit pertama Shillfer tenang, tidak ada yang menyadari dirinya yang santai hingga sekitar tiga menit kemudian seseorang mencoba menjambaknya untuk ikut masuk arus kekacauan itu.

INNOCENT [REWRITE] Soon 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang