Part 1

1.4K 88 35
                                    

THIS STORY AND ITS  CHARACTERS AND PLACES ARE BASED ON MY VERY, OWN IMAGINATION. DO NOT COPY  IN ANY MEANS. I CREATED MY OWN COVER AS WELL AS THE ILLUSTRATIONS.

KISAH INI DENGAN KARAKTER SERTA TEMPATNYA BERDASAR DARI IMAJINASI SAYA SENDIRI, DILARANG KERAS MENJIPLAK DENGAN ALASAN APAPUN.

*

Part 1

Dia memutar tongkat sabitnya, cahaya putih membingkai kehadirannya di dalam sebuah flat apartemen kumuh yang tak berpenerangan apapun. Kakinya memijak lantai kayu reyot yang bersimbah cairan alkohol kekuningan. Ketika punggungnya menjulang tegak, sayap-sayap kelamnya tertekuk rapih seakan dia baru saja mendarat bermil-mil dari angkasa.

Bahkan bagi seorang grim reaper seperti dirinya, ruangan itu terasa amat memualkan sehingga dia mengerutkan hidungnya sambil menatap botol-botol wiski yang bergelimpangan serta tabung-tabung berbentuk aneh yang masih menguarkan aroma asap. Kamar apartemen itu terlihat tua dan kotor, mengingatkannya tentang tempat tinggal almarhum manusia-manusia jajaran kriminal yang pernah dibunuhnya beberapa tahun silam. Bahkan melalui ruang kematian, dia bisa membaca orang macam apa yang akan dibunuhnya.

Faktanya, dia adalah grim reaper, menghadapi hal seperti ini sudah biasa baginya. Tidak ada yang bisa membuatnya terkejut lagi. Meski kasus yang satu ini mungkin akan sangat mengganggu batinnya.

Grim reaper itu memiliki penampilan mirip seperti manusia--dengan tinggi tubuh yang besar dan berotot. Dia menggenggam tongkat sabit yang bilahnya berkilauan di balik kegelapan, tetap bersinar mengilat meski darah segar tak pernah berhenti melumurinya setiap hari. Rupanya tak terlihat jelas di dalam sebuah ruangan tertutup yang pengap; tetapi dia memiliki rambut ikal pirang dengan sepasang mata berwarna biru yang terjernih. Dia tak pernah merasa emosional ketika merenggut nyawa dari raga korban-korbannya. Dia bahkan tak peduli ketika manusia-manusia ternyata memiliki standar penilaian tertentu untuk sebuah wujud makhluk, dan mereka semua -- korban-korbannya, memanggilnya makhluk yang sangat menawan, tetapi itu terjadi sebelum mereka semua menyadari bahwa grim reaper itu tengah menyetop degupan jantung mereka dengan sekali tebasan.

Suara tapakan sepatu terdengar dari luar pintu kamar, begitu berat dan agak tergesa. Sang malaikat kematian mengangkat alisnya, ini dia. Kasus seperti ini yang sedikit membuatnya agak bergidik. Sebelumnya dia dapat menilai pemandangan botol-botol kosong di lantai, kantung plastik berburai bubuk putih dengan tabung-tabung penghisap yang mencurigakan. Kali ini dia merasa mual bukan karena bau obat-obatan di tempat itu, tetapi karena wanita berumur paruh baya yang tengah menggotong kursi dan menyandang lilitan tali di bahu kirinya. Wanita itu memiliki kerutan wajah yang merebut segala kecantikan yang tersisa di parasnya. Matanya merah, dan rambut cokelatnya serabutan seperti habis disasak dengan sebilah pisau.

Dia akan membunuh dirinya sendiri.

Wanita itu meletakkan kursinya di tengah-tengah ruangan, lalu dia memijak kursi itu dan berjinjit untuk menggantungkan talinya di langit-langit. Seluruh tubuh sang grim reaper membeku, tiba-tiba dia kehilangan segala pendiriannya sebagai ajal yang tak pandang bulu. Dia baru beberapa kali mendapati tragedi kematian suicidal, di tiap pengalamannya tidak pernah ada yang membuatnya terbiasa. Ini adalah kasus yang paling terkecuali baginya, dan dia menganggapnya sebagai satu-satunya kelemahannya.

Terkadang sang malaikat maut akan berpikir bagaimana manusia bisa melakukan hal yang begitu egois. Dia dan para manusia sebenarnya memiliki satu kesamaan: sama-sama memiliki nyawa. Hal itu yang membuatnya berhak berpikir bahwa tindakan mereka memang di luar batas, sekalipun dia memiliki kehidupan yang jauh lebih berbeda dengan kehidupan para manusia. Dia sendiri sesekali merasa tertekan melakukan tugasnya--contohnya seperti apa yang dia alami sekarang, ketika wanita rapuh itu berhasil membuat simpul melingkar yang pas untuk ukuran kepalanya--dan dia tidak pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan sabitnya karena itu.

A Cup of CocoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang