"Jangan sentuh Ara!" Ucap seseorang dingin serta mencekal tangan Loli. Dilihat dari matanya, jelas sekali kalau ia menyiratkan kemarahan.Tubuh Loli menegang. Yang mencekal lengannya dengan kuat adalah...
"Zidan?!"
Zidan menghempaskan tangan Loli dan membiarkan Loli mematung di tempatnya. Segera ia menarik pergelangan tangan Ara dan membawanya pergi.
Ara masih tidak membuka suaranya. Rambutnya sudah berantakan dan wajahnya kelihatan begitu sembab.
"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Zidan setelah sampai di rooftop sekolah. Zidan pikir ada baiknya jika dirinya dan Ara membolos di jam pelajaran pertama untuk membahas semuanya. Mengingat Zidan adalah tipe anak yang rajin, bahkan tidak pernah ia melewatkan pelajaran, untuk kali ini ia sama sekali tidak peduli.
Yang ditanya hanya mengangguk samar.
Zidan menghela nafas sebentar lalu tangannya mulai bergerak mencapai kepala Ara, dirapikannya rambut Ara yang berantakan menggunakan jari-jari tangannya. Kemudian ia menangkup wajah Ara dan menghapus air mata di pipinya.
"Liat aku."
Ara tidak cukup kuat untuk melihat Zidan. Ara sadar, ia telah menyakiti laki-laki dihadapannya itu. Ara sebenarnya tidak bermaksud, tapi ya mau bagaimana lagi.
"Maaf," ucap Ara lirih, sangat lirih seperti suaranya ikut terbawa angin.
"Liat aku." Zidan mengulangi perkataannya agar Ara melihat wajahnya.
Dengan pasrah, Ara mendongak dan mendapati wajah Zidan tersenyum. Lalu, Zidan mengajak Ara duduk di kursi kayu yang ada di rooftop. Zidan merogoh saku seragamnya dan ia memberikan banyak permen yupi berbentuk hati yang sangat Ara sukai.
Selama dua bulan berpacaran, Zidan selalu mengetahui apa yang Ara suka dan tidak suka. Itu merupakan hal yang mudah baginya. Tapi bagi Ara? Seperti ada tembok besar yang mengahalangi Ara untuk masuk ke dalam dunia Zidan. Itu terasa sangat sulit bagi Ara untuk memahami maksud Zidan.
"Aku udah tau semuanya," Ucap Zidan memulai obrolannya dengan Ara.
***
Jam pelajaran pertama sudah berakhir. Tapi, Tika tidak mendapati kabar dari Ara. Ia menjadi sangat panik dan tidak tenang. Mengingat soal rekaman suara Ara itu, memang benar satu angkatannya sudah menerimanya dari nomor yang tidak mereka kenal. Tika juga tidak tau siapa yang merekam suara Ara saat mereka berdua berada di cafe kemarin.
"Heh hula-hula! Jangan ngelamun mulu, di kelas ini banyak setannya tau!" Ujar Nino menyentil dahi Tika sambil duduk di atas meja.
Tika menggeplak kepala Nino, "Iya, lo salah satu setannya!"
Tika berdiri hendak menghindari Nino yang stres itu, tapi panggilan dari Malik menghentikannya.
"Hula-hula, Ara kemana 'sih? Dia nggak masuk ya?" Tanya Malik menirukan Nino memanggil dengan sebutan hula-hula.
Tika menggebrak meja, "Kalo kalian manggil gue hula-hula lagi, i swear to god gak bakal noleh, apalagi jawab!"
"Oh hip-hip hula-hula."
"Hula-hula."
"Ow o oh."
"Aku suka dia."
"Suka dia."
"Ow o oh."
Jadilah Malik dan Nino sahut-sahutan bernyanyi sambil berjoget seperti cacing kepanasan di depan meja Tika.
Sontak semua murid di kelas itu menertawakan tingkah Malik dan Nino, sayang Sean pada hari itu tidak masuk sekolah. Apa yang bakal terjadi kalo Sean juga ikutan mereka. Tika hanya mendengus sebal.***
"Ja-jadi kamu bisa baca pikiran orang kalo kamu liat matanya?!"
Zidan pun tersenyum dan mengangguk.
Ara tercengang. Mulutnya menganga lebar dan matanya membulat lucu. Sedetik kemudian, ia langsung menutup matanya.
"Jangan liat mata Ara lagiiii!"
Zidan terkekeh melihat tingkah Ara yang lucu. Gadis itu selalu terlihat menyenangkan di mata seorang Zidan.
Memang Zidan mempunyai kelebihan bisa membaca pikiran orang saat melihat matanya. Kelebihan itu sudah dimilikinya saat Zidan masih kecil. Tapi tidak semua orang yang akan Zidan baca, hanya orang tertentu saja yang benar-benar Zidan ingin membaca pikirannya. Ara, contohnya.
"Jadi, waktu aku mau bilang sesuatu pas pulang sekolah itu, kamu udah tau?" Tanya Ara masih dengan mata terpejam.
Zidan mencubit pipi Ara dengan gemas, "Buka dulu ih matanya."
"Aduh, iya-iya." Ara meringis seraya membuka kedua matanya.
"Iya, aku tau kamu mau putusin aku makanya aku bilang jangan sekarang. Maaf, Ra. Aku yang terlalu sayang sama kamu, sampe rasanya sulit banget buat ngelepas kamu. Kalo masalah perasaan, nggak tau kenapa aku jadi lembek gini," Zidan tertawa ringan.
Ara menunduk kembali sedih, "Soal rekaman itu... aku minta maaf, Dan. Aku udah buat malu. Tapi bukan gitu maksud aku. Aku gak tau siapa orang ngerekam dan motong pembicaraanku sama Tika kemarin."
Ara kembali menangis.
Zidan menggenggam erat tangan Ara, "Nggak apa-apa, Ra."
Ara menggigit bibirnya, menyembunyikan isak tangisnya dari Zidan, "Dan soal aku nggak ada perasaan sama kamu itu... emang bener, Dan. Kamu terlalu baik sama aku, itu emang alesan klise tapi emang bener gitu. Aku nggak bisa kasih apa-apa ke kamu. Rasa nyaman pun aku nggak bisa kasih."
Benar seperti dugaanya, Ara akan mengatakan alasan itu. Sikap romantis Zidan yang ia pikir bisa menyenangkan hati Ara, malah ditasa sebaliknya. Ara memang beda.
"Zidan aku minta maaf. Maaf maaf maaf. Maafin Ara! Liat mata aku, Dan. Baca semua pikiran aku sekarang!"
Mata keduanya bertemu di suatu titik. Melihat dalam diam. Tanpa sepatah kata yang terucap, keduanya akan saling mengerti.
Tika suka sama gue.
******
AAAKKK akhirnya dilanjut lagi ini cerita abal huhu maaf kalo banyak typo, bisa dikomen inline yap.
Vote sama commentnya aku tunggu loooh, saran dan kritik apalagi kalo bisa yang panjang biar semangat nulisnya ehehehe.
Udah gitu aja, see you on the next part yaaaw!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Loverboy
Teen FictionArabella Zakiy, gadis berumur 17 tahun yang berpacaran dengan seorang Mr.Loverboy yang selalu diidamkan oleh banyak cewek di sekolahnya. Tapi untuk sekarang, entah apa yang membuat Ara ragu pada keputusannya yang menerima Zidan menjadi pacarnya seja...