1

3.9K 187 2
                                    

Di pagi hari yang cerah, seorang gadis duduk termenung di pinggir kasur empuknya. Ia termenung sambil sesekali memijat kepalanya. Membuang nafas kasar kemudian Ia pergi ke kamar mandi. Membuka seluruh pakaiannya dan menenggelamkan badannya kedalam bath ub yang sudah terisi air hangat. Ia menengadahkan kepalanya, merasakan sensasi nyaman dari air hangat yang membuat tubuh dan pikirannya tenang.

Tok..Tok..

"Gayoung cepat selesaikan kegiatanmu di dalam! Kau harus segera pergi ke kampus! Kau tau ini sudah pukul berapa?!" Teriak Ibu Gayoung dari luar pintu.

Gadis itu memutar matanya bosan. Ia sesegera mungkin mengakhiri kegiatannya tersebut. Ia keluar dari dalam kamar mandi dengan memakai handuk.

"Cepat ganti bajumu, sudah tak ada waktu lagi. Ibu harus segera pergi bekerja!" Ucap Ibunya sambil menyiapkan makanan kemudian berlari ke arah kamar mandi.

Gayoung's POV

Benar-benar pagi yang menyebalkan. Tidak bisakah di rumah ini lebih santai sedikit? Setiap waktu pasti ada saja teriakan yang keluar dari mulut Ibu, sampai muak aku mendengarnya.

"Cepat keluar Gayoung!"

"Lagipula kenapa Ibu tak memasang alarm?" Tanyaku sambil memakai flat shoe kesayanganku.

"Seharusnya kau yang memasang alarm dan membangunkan Ibumu!" Balasnya. Kenapa aku punya Ibu yang sangat menyebalkan? Selalu saja tak mau mengalah.

"Lebih baik kau bangunkan Kakakmu!"

"Kenapa dia baru dibangunkan?!"

"Dia pulang larut semalam, dia pasti kelelahan." Jelasnya sambil memakan roti panggang yang sudah Ia siapkan.

"Tapi Bu, semalam aku juga pulang larut!"

Ibu menatap tajam ke arahku. Dia selalu memanjakan anak pertamanya itu. Tidakkah dia sadari, dia memiliki satu anak lagi?

Aku berjalan ke lantai atas menuju kamar kakakku. Membuka pintunya dengan keras agar dia cepat bangun, tapi nyatanya tidak. Ia masih terbungkus oleh selimut hangatnya. Dasar gadis sialan, seenaknya Ia hidup dirumah ini. Begitu di manjakan, di istimewakan, di perhatikan. Tak ada perjuangan yang Ia lakukan. Ia makan, tidur, pergi kesekolah, benar-benar menyebalkan.

"Cepat bangun! Aku sudah terlambat!" Aku menendang badannya dengan kakiku. Masa bodoh dia mau kesakitan atau apapun itu.

Dia mengerang sambil membuka selimutnya. Matanya masih setengah terpejam, tapi kerutan alisnya menandakan bahwa Ia sedang sebal dengan perlakuanku yang tadi.

"Jika kau tak ingin terlambat pergi saja naik bus!" Titahnya sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Tidak tau diuntung!" Ucapku sambil meninggalkan kamarnya.

Aku kembali ke ruang makan, mendudukan pantatku di kursi kosong dan mengambil selembar roti tanpa selai.

"Bu, tidak bisakah kita pergi tanpa Kakak? Jika kita menunggunya, aku bisa terlambat." Mohonku pada Ibu yang sedang memainkan ponselnya. Ia mengalihkan pandangannya padaku.

"Jika kau tak ingin terlambat, pergilah menggunakan bus!" Suruhnya dengan wajah tanpa bersalah.

Hatiku mencelos mendengar perkataan Ibu. Dia tak pernah menuruti perkataanku barang sekali. Dia selalu saja membela kakak.

"Ibu selalu saja-"

Aku tak sanggup melanjutkan perkataanku. Rasa sesak ini sudah ada di tenggorokanku. Ingin sekali rasanya menangis di hadapan Ibu. Menumpahkan segala kekesalanku, segala amarahku. Tapi sepertinya itu percuma. Semua yang aku lakukan pasti sia-sia dimata Ibu dan keluargaku.

Aku beranjak pergi dari ruang tamu, meninggalkan rumah dan pergi berjalan menuju halte bus dekat rumahku. Aku tersenyum kecut sendirian. Kenapa? Aku pergi terlebih dahulu tapi Ibuku tak peduli sama sekali. Ia tak mengucapkan sepatah kata walau hanya untuk berbasa-basi. Tidak bisakah Ia ucapkan 'hati-hati dijalan' untuk putri keduanya? Atau mungkin permintaan maaf? Hati dan perhatiannya benar-benar beku terhadapku. Menyebalkan memang, tapi aku harus apa? Toh dia ini Ibuku kan?

Bus yang kutunggu akhirnya datang, aku melangkahkan kakiku kedalam bus tersebut. Mengambil tempat paling ujung di sebelah kiri. Aku melihat ke arah jendela bus ini. Melihat bayanganku sendiri yang menyedihkan. Wajah tirus, mata berkantung, rambut kering. Semacam pengemis tapi bukan. Semacam tak terurus tapi tidak.

Ada banyak faktor yang menyebabkan diriku seperti ini. Bukan hanya fisik yang menyedihkan, tapi jauh di dalam lubuk hati terdalamkupun menyedihkan. Aku hidup bagai manekin selama ini. Aku hidup bersama orang tuaku, tapi aku tak pernah mendapat kasih sayang yang selayaknya. Aku tak mendapat perhatian yang selayaknya. Aku tak sanggup menjelaskan semua ini dengan kata-kata. Ini terlalu menyayat hatiku.

Aku tersadar dari lamunanku saat bus berhenti tepat di halte dekat kampusku. Aku berjalan keluar dari bus dan melangkahkan kakiku menuju gedung tempatku menimba ilmu. Tempat dimana aku bisa menghilangkan rasa penatku walau sejenak. Di tempat ini aku bisa bertemu dengan teman-temanku, melihat canda tawa mereka. Setidaknya ditempat inilah aku bisa menutupi diriku yang menyedihkan ini.

*others side*

Author's POV

Pria itu tetap berada di kamarnya untuk beberapa hari ini. Tak pernah keluar walau hanya untuk memakan makanannya. Ya, dia Chanyeol seorang artis mendunia yang sekarang ini keadaannya sedang kacau. Bahkan teman-teman satu grupnyapun tak kuasa mengurusnya. Lucu memang ketika artis mendunia hidupnya bisa menjadi kacau hanya karena patah hati. Ditinggal sang kekasih yang lebih memilih pria lain dibandingkan dirinya. Bukankah patah hati adalah hal yang biasa? Jika dipikir, seorang artis tak seharusnya seperti itu. Apakah Ia tak peduli dengan teman, manager, dan para fans yang khawatir akan keadaannya? Tapi, artis juga manusia, kita tak bisa menyalahkannya.

Tok.. Tok..

Baekhyun dan Sehun terus mengetuk pintu kamar Chanyeol. Tapi tak ada tanggapan sama sekali. Bahkan suara nafaspun tak terdengar.

"Chanyeol-ah, tidak bisakah kau bukakan saja pintunya dan bercerita pada kami?" Teriak Baekhyun yang sudah mulai kehabisan kesabarannya.

Setiap kali Ia dan Sehun mengetuk pintunya, tak pernah ada balasan dari dalam. Mereka berdua selalu menyimpan makanan di depan pintu berharap makanan itu di makan oleh Chanyeol. Tapi setiap mereka kembali, makanan itu tetap utuh.

"Hyung! Ayo buka pintunya!" Teriak Sehun. Tapi tetap saja tak ada balasan.

Mereka semua sudah tak tau lagi apa yang harus mereka lakukan. Membujuk Chanyeol sudah tak berguna. Pun akhirnya Baekhyun dan Sehun pergi keruan tengah tempat berkumpulnya member EXO. Mereka semua duduk di sofa yang sudah disediakan.

"Aku sudah lelah jika setiap hari harus membujuk Chanyeol keluar kamar." Keluh Baekhyun sambil menyandarkan punggungnya.

"Aku juga lelah." Tambah Sehun.

"Bagaimana jika kita mencari seorang asisten saja untuk Chanyeol?" Usul D.O.

"Seorang asisten wanita!" Tambah Kai. Mereka semua mengangguk-anggukan kepala.

"Apa gunanya kita mencari asisten wanita untuk Chanyeol?" Kali ini Suho angkat bicara. Menurutnya mencari asisten bukanlah hal yang tepat, seharusnya Chanyeol di bawa ke psikiater.

"Untuk menggantikan kita mengurusnya mungkin." Jawab D.O sambil mengangkat bahunya.

"Dan mungkin saja, bisa mengalihkan hati Chanyeol." Tambah Sehun.

"Kalau memang harus begitu, aku punya teman wanita yang mungkin bisa dijadikan asisten untuk Chanyeol." Usul Suho.

"Dia bukan seorang exo-l kan?" Tanya Kai was-was. Bisa gawat bila teman suho adalah exo-l.

***

Hope u enjoy it

Let's Not Fall In Love (Park Chanyeol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang