14. Istirahat Bersama

23.7K 2.1K 129
                                    

Malam itu sunyi. Hanya ada suara telapak kaki Kendra dan deru napas mereka. Sedari tadi, Alana mencengkeram kaos Kendra erat jika rasa sakitnya melebihi batas. Sebenarnya Alana sudah ingin menangis, tapi ia malu.

"Ken...," akhirnya Alana angkat bicara. "Hm?"

Alana menghela napas panjang. "Kenapa sih ... lo selalu baik sama gue? Padahal gue gak pernah baik sama lo."

Kendra tersenyum memamerkan giginya lalu terkekeh. "Gak ah, lo baik kok sama gue. Buktinya, lo mau temenan sama gue. Terus suka kasih gue makan lagi, hehe."

"Jadi lo baik karena gue sering kasih makan ya?"

Kendra tersenyum kecil, namun Alana tak bisa melihat senyum itu. "Gak kok, Lan. Sejahat apapun lo sama gue, gue bakal tetep baik sama lo."

"Kenapa?" tanya Alana sederhana, namun entah mengapa pertanyaan sederhana itu membuat Kendra bungkam. Ia bahkan tak tahu apa jawabannya. Seketika, Kendra lupa dengan hawa dingin yang sedang ia rasakan sekarang.

"Hmm... gue gak tau, Lan." Alana pun terdiam, namun bibirnya tersenyum.

"Makasih, Ken. Lo bikin gue tau apa rasanya punya kakak cowok yang perhatian." Alana tersenyum, lalu matanya menatap Kendra.

Kendra pun tersenyum. Namun tersenyum pahit.

--

Akhirnya mereka sampai di rumah Kepala Desa. Kendra langsung cepat-cepat menurunkan tubuh Alana saking tidak kuatnya. Cowok itu langsung duduk selonjoran di teras, mengatur napasnya yang tak beraturan.

Pak KepDes beserta istrinya keluar rumah begitu melihat dua orang duduk di teras mereka. Mereka tahu, kalau ini pasti murid dari SMA Garuda, karena Bu Diana sudah sempat menelepon mereka untuk memberi tahu kalau Kendra dan Alana akan pergi ke sana.

Kendra dan Alana langsung berdiri dan tersenyum sopan. Kendra maupun Alana langsung salim tangan Pak KepDes dan Bu KepDes. "Malam, Pak, Bu," ucap Kendra.

"Kalian murid SMA Garuda, kan? Kalian berdua sakit ya katanya?" tanya Pak KepDes ramah.

Kendra langsung menggeleng seraya mengangkat kedua tangannya. "Bu-bukan saya, Pak. Tapi cewek ini." Alana tersenyum sopan pada mereka. Melihat wajah pucat Alana, Bapak dan Ibu Kepala Desa itu langsung paham kalau Alana memang sakit.

"Ayuk, masuk. Sudah Ibu buatkan teh hangat manis untuk kalian." Betapa bersyukurnya Kendra dalam hati diberikan teh hangat oleh Ibu KepDes. Kaos saja tidak cukup membuat tubuh Kendra hangat.

Kendra dan Alana menyesap teh hangat manis itu. Mereka berdua langsung bernapas lega, merasa lebih baik.

"Siapa nama kalian?" tanya Pak KepDes, memecahkan kesunyian di ruang tamu.

"Saya Kendra. Ini Alana," ujar Kendra memperkenalkan. Alana hanya tersenyum sopan pada mereka.

"Ohh," Pak KepDes mengangguk, "kok Kendra nggak pake jaket? Kan udaranya dingin."

"Iya Pak. Nih, dipake sama bocah di sebelah saya." Bapak maupun Ibu Kepala Desa tersebut terkekeh mendengar perumpamaan Kendra.

"Iya sih... apapun mah dilakukan untuk pacar sendiri. Ya, nggak? Dulu saya juga begitu."

Mata Kendra dan Alana melebar mendengar pernyataan sok tahu dari mulut Pak KepDes. "G-gak Pak, kita gak pacaran," jawab Alana cepat. Kendra hanya mendengus.

"Oh... maaf, maaf. Saya pikir kalian pacaran, hahaha."

"Iya... gak pa-pa, Pak." Alana tersenyum. Tangan kanannya kembali meremas pinggulnya. Rasa sakitnya kembali menjalar. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah tidur.

The Senior Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang