22. No Sunlight, Neither Clear Sky

22.7K 1.8K 287
                                    

"Alana, lo gak pa-pa?" Jona langsung berjalan menghampiri Alana yang masih menatap cowok itu dengan tatapan tak percaya. Jona memegang kedua pipi Alana dan menatap mata bulat itu lekat-lekat. "Lan, lo gak pa-pa, kan?" Alana hanya mengangguk sebagai jawaban. Jona langsung melepas kedua tangannya dan bernapas lega.

"Bagus, deh," Jona duduk di pinggir ranjang yang ditiduri Alana, "lo ada masalah apa sama Cia? Kok dia tiba-tiba nyelengkat lo begitu?" tanya Jona dengan alis bertautan, membuat jantung Alana bekerja berpuluh-puluh kali cepat. Lagi muka penasaran aja bisa ganteng banget gitu, Ya Allah...

"Lan?"

"Eh iya," Alana mengusap tengkuknya sambil cengengesan, "g-gue gak ada masalah apa-apa kok sama dia. Tenang aja, Jon." Alana tersenyum, seperti memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Walau sebenarnya ia gundah setengah mati.

"Liat aja, gak akan ada ampun buat dia," ujar Jona seraya membuang napas berat. Cowok itu juga terlampau kesal dengan sikap semena-mena Cia semenjak menginjak kelas sebelas. Apalagi saat menjadi senior tertua di kelas dua belas, kelakuannya semakin menjadi-jadi.

"Udahlah Jon, gak usah dipikirin. Lagian kan sekarang gue udah gak pa-pa," kata Alana lalu tersenyum menenangkan. Jona juga jadi ikut tersenyum melihat senyum manis Alana itu.

Jona pun teringat sesuatu. Sesuatu hal yang memang harusnya ia tanyakan dan harusnya Alana jawab. Daripada menunggu lama sampai pulang sekolah nanti, menurut Jona, lebih baik ia meminta jawabannya sekarang.

Jona berdehem, melepas sejenak rasa groginya. "Hm, Lan," panggil cowok itu. Alis Alana hanya bertautan sebagai pemberi pertanyaan balik.

"L-lo ... udah terima surat itu?" tanya Jona sedikit gugup. Sesekali melihat mata Alana, namun sesekali juga tidak berani menatapnya.

Jantung Alana langsung bekerja lebih cepat. Tak terasa tangan cewek itu meremas roknya, melemparkan rasa groginya yang teramat. Ini semua ... terasa seperti mimpi. "J-jadi bener lo yang ngasih surat itu?"

Jona mengangguk mantap seraya tersenyum membuat Alana menjadi semakin salah tingkah. "Iya. Lo terima dari Deli, kan?" Alana mengangguk kaku.

"Jadi ... gimana Lan?" Jona memegang kedua tangan Alana, membuat perasaan cewek itu tidak karuan. "Lo mau gak jadi pacar gue? Dan gue harap, jawabannya iya." Jona melempar senyum dan tatapan tulus pada Alana, membuat cewek itu tak dapat berkutik.

"H-harus jawab sekarang, ya?" Alana sebenarnya masih ingin berunding dengan teman-temannya. Ia juga ingin mendengar penadapat Kendra. Kalau Jona bertanya sekarang, rasanya terlalu mendadak.

"Ya ... terserah lo, sih. Tapi, lebih cepat lebih baik, kan?" Jona tersenyum. Tampaknya cowok itu tidak sabar mendengar jawaban Alana.

Alana menunduk seraya menghela napas panjang. Bahkan Jona dapat merasakan tangan Alana sedikit gemetar. Alana memejamkan matanya, memantapkan dirinya sendiri. Lo udah nunggu ini sejak lama, lo udah pendem perasaan ini sejak lama, jadi ini saatnya.

Kini mata cewek itu beradu dengan mata hazel milik Jona. Dengan tarikan napas dan membuangnya beberapa kali, akhirnya Alana berani angkat bicara. "Iya Jon, gue mau."

Betapa leganya Jona sekarang. Cowok itu langsung tertawa sendiri seperti orang gila saking senangnya, membuat Alana tertawa kecil melihat kelakuan Jona. Jona pun berhenti tertawa. Bibirnya tersenyum memandang Alana. "Boleh gue ... peluk?"

Spontan Alana langsung kembali meremas roknya, matanya juga melebar. Jantung gue bisa berhenti berdetak kali, ya, kalo dipeluk sama Jona...

"Boleh gak?"

The Senior Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang