8. Senyum Merekah

27.5K 2.2K 131
                                    

"Harus banget meluk gue?" Alana langsung melepas pelukannya. Kedua rahangnya mengeras, menahan malu. Matanya juga tak mau menatap Kendra. Duh Alana, bego!

Kendra tertawa, jakunnya naik turun. "Yok naik. Udah malem nih." Alana mengangguk kaku lalu mereka berjalan beriringan menuju lift.

Sesampainya di lantai lima, mereka tidak langsung menuju kamar masing-masing. Mereka justru bersantai di depan kamar mereka, menatap ke lobby yang jaraknya jauh dari mereka berdiri. Bibir Alana tersenyum lagi-lagi mengingat makan malamnya bersama Jona. Ya, walaupun bukan makan malam romantis berdua dengan Jona, ditambah lagi ada Kendra dan Adel yang menemaninya, namun Alana sudah terlampau senang. Apalagi, besok mereka berempat janji mau jogging bareng.

Namun, Alana kurang yakin kalau Adel mau jogging.

"Ken," Kendra menoleh ke arah cewek itu yang masih menatap lantai dasar. Lalu Alana menatap Kendra dengan tawa kecil seraya menggeleng, "kok si Jona bisa jalan sama lo sih? Bukannya dia mau dinner sama Gita?"

Kendra terkekeh. Ia membalik badan, menatap pintu kamarnya. Punggung kokohnya bersandar pada tembok yang tingginya hanya se-dadanya. "Bisa dong. Gue umpetin dompetnya."

Alana semakin menatap cowok ini dengan tatapan tak mengerti. "Umpetin gimana? Kok bisa?"

"Jadi...,"

Kendra memainkan yoyo di kamar apartemen Jona sambil tiduran di kasur cowok itu. Walaupun tangannya terus bergerak, namun tatapannya tetap terhenti pada langit-langit kamar Jona. Otaknya terus berpikir: bagaimana cara menggagalkan dinner Jona dengan Gita dan justru mempertemukan Jona dengan Alana.

Sampai akhirnya, matanya tak lagi menatap langit-langit namun menatap dompet Jona yang ada di nakas sebelah kasur yang ia tiduri. Jona yang sedang mandi sambil bernyanyi di kamar mandi, tidak tahu rencana jahat Kendra saat melihat dompetnya yang tergeletak tanpa dosa itu. Kendra segera mengambil dompet Jona dan diumpatkannya dompet itu di jaket olah raganya. Kendra pun tersenyum penuh kemenangan.

Jona keluar dari kamar mandi. Sudah siap dengan kemeja putih dan jins hitamnya. Simple, namun justru sangat membuat Jona tampan. Ia menatap dirinya di cermin yang berada di kamarnya. Merasa sudah rapi, ia tersenyum miring.

"Gimana Ken?" tanya Jona sambil memperlihatkan penampilannya petang itu. Tentu saja, cowok itu sudah siap pergi dinner bersama Gita.

Kendra hanya mengangguk sekali. "Ya, oke lah." Jona pun jadi semakin percaya diri. Ia sekali lagi menatap wajahnya di cermin.

Tanpa berpikir atau bercermin berlama-lama lagi, Jona langsung mengambil ponsel dan kunci mobil yang berada di meja belajarnya. "Dompet mana dompet?" tanya Jona pada dirinya sendiri. Sementara Kendra sebisa mungkin menahan tawanya kuat-kuat.

Seingat Jona, Jona meletakkan dompetnya di nakas. Ia segera berjalan menuju nakas sebelah kasurnya, namun, tidak ada apa-apa di kedua nakas yang berada di kedua sisi kasurnya. Jona mengacak rambutnya frustasi. "Elah, mana lagi dompet gua," ucapannya bahkan tidak seperti dalam bentuk pertanyaan, namun lebih ke pernyataan.

"Tas sekolah? Kamar mandi? Laci?" Jona langsung mencari ke tiga tempat yang Kendra sebutkan. Namun tetap saja, hasilnya nihil.

"Brengsek ah. Mana jir elah." Jona semakin mengacak rambutnya frustasi. Ia mengangkat bantal-bantal dan kasur di selimutnya untuk mencari dompet itu. Bahkan Kendra jadi minggir dari kasur Jona lalu berpura-pura mencari dompet cowok itu.

Ponsel Jona berbunyi, tanda SMS masuk. Jona semakin senewen begitu menerima SMS Gita yang menanyakan keberadaannya.

"Sa...bar Git... la...gi ca...ri dom...pet," eja Jona seraya kedua jarinya mengetik rangkaian kata-kata itu. Segera ia kirim pesan itu lalu mengacak rambutnya lagi. "Mampus gue, kok bisa ilang sih dompet gua?"

The Senior Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang