Hai kamu.
Setelah berpisah, saya baru menyadari satu hal: melupakan tidak semudah apa yang aku bayangkan.
Iya, saya hanya mau bilang kalau saya belum bisa melupakan kamu. Bahkan, mirisnya, perasaan ini tetap ada, mungkin tergolong masih besar? Entahlah, saya tidak dapat menghitungnya. Tapi, sepertinya masih sama seperti dulu.
Eh, kamu apa kabar?
Ingin rasanya menanyakan hal itu denganmu langsung. Tapi, bagaimana? Saya bahkan tidak bisa menghubungimu, saya tidak tahu kamu berada di mana, dan saya juga tidak memiliki keberanian untuk menanyakannya.
Tapi, saya kira kamu memiliki pacar baru. Iya, dugaan saya sih begitu, mengingat kamu sering memposting foto seorang gadis di sosial mediamu.
Kamu terlihat bahagia sekali, ya. Saya senang melihatnya.
Tidak, aku tidak berbohong. Saya bahagia melihat kamu bahagia. Terdengar omong kosong, tapi aku tidak bercanda.
Memang, terkadang saya masih mengharapkanmu pulang. Namun, saya tidak bisa mendoakanmu yang jelek-jelek, apalagi mendoakanmu putus dengan dia. Rasanya saya tidak tega. Kepergiaannya adalah sakitmu. Sakitmu adalah sakit saya juga. Dulu saya pernah berkata begitu, kan?
Saya tidak menyesal pernah mengenalmu. Kamu adalah kakak, teman, guru, dan pacar yang dapat mengubah saya. Kamu selalu membuat saya untuk berubah menjadi baik. Kamu adalah salah satu hal yang paling saya sukai yang pernah hadir di hidup saya ini. Sungguh, saya benar-benar bersyukur kamu pernah menjadi milik saya walaupun tidak lama.
Hei, apakah kamu pernah memikirkan saya juga? Saya kira tidak, bukan? Tidak apa. Wajar. Mungkin kamu sakit hati dengan tingkah saya yang bodoh ketika kita masih bersama dulu? Hehe, oleh karena itu, saya meminta maaf. Jangan ingat-ingat keburukan saya, lupakan saja. Kenanglah saya seperti saya mengenangmu.
Hmm, saya tidak akan mengusikmu di sini, walaupun saya senantiasa mendoakanmu dan masih menangisimu. Saya tidak berani berharap dan meminta kepada Tuhan untuk mengembalikan kamu kepada saya. Saya mungkin tidak layak untuk dicintai olehmu, makanya, Tuhan menjauhkan kita. Saya tahu kamu orang baik dan saya bukan--mungkin belum.
Saya belajar banyak hal dari akhir hubungan kita. Mencari pengganti itu tidak mudah, saya tahu sekali bagaimana rasanya. Bagaimana saya bisa menggantikan kamu, jika otak saya masih dipenuhi oleh kenangan-kenangan kita dulu?
Sudah dua tahun dari akhir cerita itu, tapi, sepertinya saya tidak mau buru-buru untuk mencari penggantimu. Mungkin suatu hari nanti ketika saya sudah tidak memiliki rasa apa-apa untukmu.Saya jadi teringat betapa lucunya kita. Kita selalu berbicara tentang bahagia, rencana kita yang akan melawan dunia bersama-sama, dan angan kita untuk bersama selamanya.
Saya masih ingat kalau kamu ingin menonton konser Coldplay. Saya masih ingat kalau kamu ingin menaikkan haji ibumu. Saya ingat betapa jengkelnya kamu dengan Salma, adikmu. Saya masih ingat semuanya. Saya tidak akan pernah lupa.Oh iya, saya juga masih ingat saat kau membuat mie yang salah. Kamu malah menuangkan banyak kuah ke miemu, padahal itu mie goreng! Saya juga ingat ketika aku menemani kamu belajar di telpon hingga larut malam. Saya masih ingat awal perkenalan kita dulu. Tepatnya, saya menolak lupa dengan itu semua.
Ketahuilah, saya adalah pelupa yang tidak pernah bisa melupakan kamu.
Dulu, saya merasa saya akan merasakan momen itu selamanya denganmu.
Dulu, saya merasa saya akan terus menjadi sosok yang pertama kamu ingat pada pagi hari dan terakhir saat kamu terlelap.
Dulu, saya merasa saya akan terus dinyanyikan lagu-lagu olehmu sebelum saya hendak tidur atau sedang marah.
Dulu, saya kira saya akan terus mendengar helaan napasmu ketika kamu lupa mematikan telpon sebelum kamu tertidur.
Dulu, saya kira kamu akan terus memelukku ketika saya terluka.
Dulu, saya kira kamu takkan pergi lama-lama, namun kenyataannya, kamu mungkin akan pergi selamanya.
Di mana pun kamu berada, ketahuilah kalau kamu akan selalu hidup di hati saya. Kamu hidup di masa lalu saya bersama tumpukan puisi dan memori. Kamu takkan saya lupa, tidak peduli saya akan jatuh cinta seribu kali, sekali, atau tidak sama sekali. Kamu selalu ada di dalam sudut hati terkecil saya.
Perpisahan ini bukalah hal yang saya harapkan, tapi inilah kenyataan. Saya harus belajar menerima. Saya harus belajar kalau cinta tak selalu berakhir manis, namun bisa juga tragis. Saya harus tahu kalau cinta tak selalu tentang mempertahankan, namun juga melepaskan dan mengikhlaskan.
Saya sudah ikhlas, walaupun terkadang, ketika lagu favoritmu terputar di radio, saya langsung menangis mendengarnya. Saya sudah ikhlas melihat kamu bahagia tanpa saya. Saya takkan mengusik atau mengemis-ngemismu untuk kembali.
Walaupun terkadang saya ingin menceritakan kehidupanku di sini tanpamu, menceritakan mengapa aku bisa sebodoh itu di masa lalu.
Namun, saya tahu kalau tidak semua hal butuh penjelasan. Saya juga tidak memaksamu untuk tahu atau mengerti. Itu hakmu untuk pergi.Satu hal yang harus kamu tahu, saya bahagia melihatmu bahagia.
Berbahagialah, demi kebahagiaan saya dan kamu sendiri.
Saya di sini hanya bisa mendoakanmu, tanpa bisa hadir di sisimu seperti dulu.
Oh iya, saya ingin berterimakasih kepadamu.
Terimakasih untuk pernah ada.
Terimakasih karena dulu kau mau mencintai saya.