Lima

96 23 5
                                    

Maria terbaring lemah di ruang rawat miliknya. Ini sudah terhitung seminggu Ia berada di sini. Dan perlu di ingatkan bahwa Maria tak menyukai rumah sakit maupun segala isinya.

Maria menatap langit-langit ruang rawatnya sendu. Tatapannya kosong. Pikirannya entah berada di mana. Raganya sehat namun hatinya tidak. Mungkin jika hati itu terlihat maka kalian akan melihat sebuah lubang yang besar di tengah hatinya.

Maria kesepian. Tapi seramai apapun keadaan hatinya akan tetap sama. Sepi.

Entah berapa lama lagi ia akan hidup seperti ini.

-NWN-

Tidak. Maria baik-baik saja. Ya, Maria ingin mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, namun setelah kedatangan ayahnya pikiran maupun hidupnya berubah menjadi awut-awutan seperti ini. Baiklah, katakan bahwa Maria tidak dalam keadaan baik-baik saja. Maria sudah pernah merasakan apa yang dinamakan Insomnia, namun tidak separah ini.

Maria tidak bisa tidur.

Maria pikir ia terlalu banyak pikiran yang seharusnya tak ia pikirkan.

Maria sudah pernah merasakan apa yang dinamakan tidak nafsu makan, namun tidak separah ini sampai-sampai sang nenek yang harus menyuruhnya untuk makan barang sesuap saja. Ya, Maria separah itu.

Hari demi hari yang dilakukan Maria hanya melamun dan melamun seolah tak ada yang harus ia pikirkan lagi. Begitupun hidupnya.

"Hai."

Seorang pemuda memasuki ruang berhiaskan putih itu dengan langkah ceria.

Maria hanya diam. Pandangannya terfokus pada jendela di depannya yang menampakan pemandangan gelap yang mencekam.

Mendung.

"Maria aku bawa buah favoritmu. Kau ingin makan?"

Suara ini...

Kevin.

Maria ingin sekali menolehkan kepalanya pada pemuda yang kini berada di dekatnya, namun entah kenapa itu sangat sulit walau hanya sekedar untuk tersenyum saja.

Kevin sudah sering diacuhkan seperti ini. Tapi entah kenapa saat ini rasanya berbeda. Ia seolah merasakan bagaimana menjadi Maria.

Menyedihkan dan juga menyakitkan.

"Maria itu seorang anak tanpa orangtua."

Kevin terdiam mendengar penuturan seorang wanita paruh baya di depannya itu.

"Maria selalu menyembunyikan semua kesedihannya sendiri seolah ia bisa menanggung semuanya. Namun, aku tahu bahwa Maria tak bisa menyembunyikan semuanya. Kesedihannya, rasa kecewanya seolah berada di sebuah kertas yang tertulis. Maria adalah orang yang mudah ditebak namun sangat sulit untuk didekati."
Wanita itu adalah nenek yang merawat maria sejak kecil. Ah, maksudku sejak Maria ditinggal kedua orangtuanya yang egois begitulah kata neneknya.

"Kevin. Aku tak tahu apa niatmu dekat dengan seorang gadis pendiam seperti Maria. Tapi entah kenapa aku percaya bahwa kau bisa menjaganya."
Kevin menatap wanita paruh baya itu tak mengerti.

"Hidupku sudah tak lama lagi. Aku sudah tua. Dan Maria masih harus terus melanjutkan hidupnya." Wanita itu meneteskan air matanya.

"Aku akan pergi ke london untuk mengunjungi makam suamiku. Selama aku pergi tolong jaga Maria. Aku tak tahu pada siapa lagi aku pintai tolong."

Kevin tersenyum, "Aku akan menjaganya."

"Tolong buat dia sembuh."

Kevin menghapus beberapa air matanya yang sempat menetes, lalu menatap Maria dengan senyum di bibirnya.

No Words Needed [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang