PART 4
Rasa senang akan kebebasan tanpa Kezia di rumahnya benar-benar tidak datang menyapa Darrel. Hingga sore Minggu, ia benar-benar digrogoti rasa bosan dan sepi. Padahal dua hari ini ia sudah menyibukkan diri dengan mengajak Adam ke gym, berenang, bahkan duduk-duduk di kafe hingga larut malam.
Namun, tetap saja terasa ada yang hilang. Tidak ada lagi sosok yang selalu menunduk saat ia marahi. Tidak ada lagi yang menunggunya pulang. Pulang ke rumah identik dengan rasa sepi.
Darrel mendesis jengkel. Mungkin sebaiknya ia ke dokter memeriksa kepalanya. Pasti ada yang tidak beres di otaknya hingga ia bisa merasa seperti ini.
Akan tetapi Darrel tahu dokter bukanlah orang yang harus ia temui. Suka atau tidak, harus diakui kalau ia merasa kehilangan atas ketidakhadiran Kezia.
Akhirnya, menjelang pukul sembilan malam saat ibunya tak kunjung mengantar Kezia, Darrel memilih ke rumah orangtuanya. Ia akan menjemput Kezia malam ini.
Tentu saja gengsi jika mengatakan niatnya dengan terus terang. Ia akan berpura-pura berkunjung. Seharusnya keluarganya sudah pulang dari resort malam begini. Dan jika Kezia melihatnya, pasti dengan sendirinya wanita itu ikut dirinya pulang.
Namun, perkiraan Darrel salah.
Ibu, ayah, adiknya dan Kezia, memang sudah kembali dari resort, tapi Kezia telah pun naik ke peraduan dan tidak mengetahui kehadirannya.
Darrel kecewa, tentu saja. Namun, sebagai pria dewasa yang terkenal tak acuh dan angkuh, ia menyembunyikan kekecewaannya rapat-rapat, ia tidak mau ibunya melihat sorot kecewa di mata atau sikapnya. Bukankah ia tidak menginginkan Kezia?
***
Kezia tiba di rumah Darrel pada pukul sembilan pagi diantar oleh Alena yang juga akan berangkat ke toko perhiasannya.
Ia melangkah pelan menyusuri halaman rumah yang luas. Dahinya berkerut saat mendapati mobil suaminya masih terparkir rapi di garasi. Bukankah biasanya Darrel sudah berangkat kerja pada jam segini?
Kezia membuka tas baru yang kemarin dibelikan oleh ibu mertuanya—satu-satunya tas mahal dan bagus yang pernah ia miliki. Ia meraih kunci rumah dan bersiap memasukkan anak kunci saat tiba-tiba saja pintu terbuka.
Sosok Darrel yang tinggi dan gagah berdiri menjulang di tengah pintu membuat Kezia terkejut. Wajah tampannya terlihat dingin.
"Hebat! Pergi meninggalkan rumah tanpa pamit, eh?" tukas Darrel kasar sambil menarik Kezia masuk dan menyeretnya ke ruang tamu.
Kezia menjerit kecil dan meringis merasakan perih di lengannya akibat cengkeraman Darrel.
"Darrel ..., lepaskan ...." pinta Kezia dengan suara gemetar. Rasa takut seketika menyelimuti hatinya.
Darrel melotot menatap Kezia. Lalu dengan kasar ia mendorong tubuh Kezia hingga terduduk di sofa.
"Ini peringatan pertama dan terakhir, jangan pernah ke mana pun tanpa izinku!"
Kezia menatap Darrel dengan tatapan tak percaya. Darrel tidak menyayanginya, tidak memperlakukannya dengan baik, juga tidak mengakuinya sebagai istri. Lalu untuk apa ke mana-mana harus minta izin lebih dulu? Bukankah bila ia di rumah atau di mana pun, Darrel tak pernah peduli?
"Maaf ...," ujar Kezia dengan suara berbisik. Ia menunduk dan menahan air mata yang sudah memenuhi pelupuk matanya.
Apa salah dirinya hingga Darrel memperlakukannya seperti ini?
***
Darrel mendengkus kesal. Dengan langkah lebar ia meninggalkan ruang tamu. Membuka pintu rumah dan melangkah keluar, lalu menutup pintu dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Wasiat
RomanceDarrel harus menikahi gadis polos dari desa bernama Kezia demi memenuhi wasiat kakeknya yang sudah meninggal. *** Darrel dan Kezia menikah karena wasiat kakek keduanya. Darrel yang belum siap melepas masa lajang, dengan gadis asing dari desa berpaka...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir