14.

341 73 1
                                    

"Rampungkan terlebih dulu kesehatanmu. Jangan biarkan tubuh menanggung beban lagi."

***

Ouch.

Kau yang masih berbaring di rumah sakit pun didatangkan surat olehnya. Ditambah sebuket bunga pula yang terdiri dari rangkaian bunga krisan dan aster. Ketika bertanya pada perawat rumah sakit, mereka hanya memberitahu pemberi bunga tadi tidak memberikan nama. Namun, ketika menemuka secarik kertas yang terselip di antara rangkaian bunga itu, kau yakin bahwa itu memang dari sang pengirim.

Kau berdecak kagum. "Kenapa ia tidak memberikan langsung, sih?" Terselip perasaan kecewa memang ketika mengetahui fakta sang pengirim masih belum menampakkan wujudnya. Namun, sudahlah, waktu yang tepat mungkin belum terwujud.

"[Name]-chan?" Sukses kepala menengadah, menatap sang pemanggil.

"Momoi-san?" Kelopak mata tak berkedip.

Langkah lebar Momoi membawanya ke tepi ranjangmu. "Aku mendengar kau sakit, kenapa kau tidak menghubungiku, hah?" Oke, sekarang Momoi mungkin kesal denganmu.

Kau terkekeh pelan. "Habis jarak dari Tokyo ke Kyoto, kan, jauh. Aku tidak mau merepotkan Momoi-san."

Kedua pipi Momoi bergembung. Matanya serasa membidikmu. Ah, sepertinya ia benar-benar kesal karenamu.

Mungkin perlu diceritakan sedikit, bahwa sebenarnya kau dan Momoi adalah teman satu sekolah dasar dulu. Ya, dulu kau sempat tinggal di Tokyo meski relatif singkat.

Karena kau berteman dengan Momoi, apakah kau juga kenal Aomine?

Sepatutnya tidak. Kau kenal dia, tetapi tidak benar-benar dekat. Hanya sebatas saling tahu saja. Dan hubunganmu dengan Momoi meski sejak sekolah dasar sekalipun tetap berjalan hingga sekarang dan mungkin kedepannya. Karena Momoi adalah sahabat dekatmu dulu, kau tidak dapat putus hubungan dengannya.

"Ahahaha. Ngomong-ngomong, bagaimana kautahu aku ada di sini?" Ini dia. Pertanyaan yang baru kau utarakan tadi yang membuatmu penasaran sebelumnya.

Momoi mendesah, kekesalannya pun perlahan mulai menguap. "Akashi-kun. Ia menghubungiku sehari sebelum aku kemari."

Ah, sudah kaukira.

Momoi melanjutkan, "Tadi aku melihatnya di parkiran bersama teman-teman tim basketnya. Sempat kuingin menyapanya, tapi sepertinya ia juga ingin ke menjengukmu. Jadi, aku ke sini duluan."

"Karena kau yakin ia akan datang?"

Momoi mengangguk.

Karena kau mengenal dekat Momoi dan Aomine—meski yang satu itu tidak—, Akashi tentu tahu hal itu. Kau tentunya sempat tahu mantan rekan-rekannya yang lain yang disebut "Kiseki no Sedai" itu. Lagi pula, kau juga masih terdapat relasi dengan keluarga Akashi.

"By the way, itu bunga dari siapa?"

Seakan paham apa yang dimaksud Momoi, kau menyanggah, "Dari teman, hehe."

"Bohong." Sepasang alismu refleks terangkat.

"Pasti dari seorang lelaki." Kenapa Momoi selalu menebak benar? Apa itu karena faktor kemampuanya juga? "Ya, aku tak akan mengungkit lagi. Dari tingkah-tingkahmu saja aku tahu, 'kalian' sedang masa pendekatan, ya? Beritahu aku kalau kalian sudah benar-benar jadian. Jaa, aku akan langsung ke penginapan. Kita masih dapat berbincang untuk dua hari ke depan. Kuharap kau sudah keluar setelah itu, ya."

"Menginaplah di rumahku. Aku yakin Ayah dan Ibu pasti bersedia."

"Aku membawa Dai-chan, tahu! Mana boleh ia menumpang tinggal di rumah temanku. Tapi, kalau aku tinggalkan ia di penginapan sendirian, kasihan juga ia."

Setelah Momoi pergi, tak lama Akashi dan rekan-rekan pemain starter menjengukmu.

Akashi masuk pertama kali. Mibuchi menyusul membawa senyum. Hayama dan Nebuya berada di belakangnya seiring menjadi "budak" membawakan keranjang buah-buahan. Sementara, Mayuzumi menyusul paling belakang sambil membaca Li-novel.

Menjenguk orang pun masih sibuk dengan novel bersampul loli-nya. Tindakan macam apa itu?

Letters [Mayuzumi Chihiro Version] [KnB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang