-Hanya ada satu-satunya aku di dunia ini. Namun, impianku adalah menjadi satu-satunya dunia bagi seseorang.-
"Wihh, ketua OSIS kita mau ganti nih? Gilak! Nggak kerasa banget angkatan kita udah mau lulus aja. Perasaan, baru kemaren gua di MOS!""Lo semua pada milih siapa buat ketua OSIS kita yang baru?"
Suasana pagi hari di sekolah memang sejuk, pohon-pohon rindang tertanam di pinggir lapangan.
"Nggak tau."
"Tergantung visi, misi, sama tujuannya."
"Yang cantik," Didit bersiul ketika adik kelas perempuan lewat di depannya.
"Yehhhh!" Didit mendapatkan jitakan dari ketiga temannya karena ucapannya itu.
Mereka berempat alias Ale, Maman, Afif, dan Didit berjalan menuju papan mading. Kabar yang mereka dengar dari cewek-cewek yang bergosip, di papan mading terdapat 5 foto orang beserta profilnya tertera disana. 5 orang tersebut bukanlah yang terkena kasus atau isu-isu lainnya, melainkan para calon ketua OSIS di SMA Angkasa National.
Menjelang pemilihan tersebut, kandidat OSIS beserta anggotanya yang akan lengser disibukkan dengan beberapa persiapan. Dalam seminggu ini akan di adakan debat mengenai sekolah, kebudayaan, ataupun politik. Dan dalam acara itu harus berjalan dengan lancar dan juga damai. Dan ketika hari-h nya, para pemilih tidak asal dalam memilih pemimpin mereka, karena mereka sudah tau mana yang pantas menjadi pemimpin.
"Gua milih yang pertama aja deh, cakep!" seru Didit sesampainya mereka di lorong papan mading. "Lisa," Didit menyebut namanya.
"Najis lu, Dit!"
Afif melihat satu persatu wajah yang terpampang jelas di hadapannya. Wajah yang sangat familiar tercetak jelas di urutan nomor 4, lalu dia berkata, "Weh, ada Agung nih, keren lah bisa jadi calon ketua OSIS." Adik kelasnya yang satu ini memang pintar dalam urusan organisasi. Afif pun ikut senang mengetahui adik kelas saat SMP nya itu bisa jadi calon ketua OSIS, lagi. Walaupun saat SMP Agung tidak mendapat jabatan yang dia mau, tapi setidaknya dia bisa mendapat jabatan kedua tertinggi dalam organisasi tersebut.
"Yang ini visi, misi, sama tujuannya bagus nih, menarik," kata Ale sesudah membaca semua visi, misi, dan tujuan satu persatu para calon. Dia memilih calon nomor 3. "Gua pilih dia deh."
Maman memperhatikan wajah yang dipilih Ale, "Gua kayak pernah liat dia deh, tapi di mana ya," Maman tampak berpikir. Membaca profil singkat yang tertera di sana, "Ini mah adek kelas gua pas SMP, dia ketua OSIS di sekolah gua yang dulu, sebelum gua pindah ke sekolah barengan sama Didit. Alena namanya, friendly, ramah, murah senyum juga. Pokoknya plus-plus dah."
"Sekolah lo yang di mana, Man?"
"Sebelum gua pindah ke Jakarta Barat kan gua sekolah di Jakarta Timur, nah dia adek kelas gua yang di Jakarta Timur."
Tidak kalah dengan Afif, adik kelas Maman pun juga terpilih menjadi calon ketua OSIS di sekolahnya yang sekarang.
"Baca ginian trus langsung milih. Sesimpel itu? Nggak ada sesi lain gitu?"
"Gaya amat lu, Fif!" celetuk Maman disertai toyoran di kepala Afif.
"Nanti pasti ada yang gugur sebelum hari pemilihan, trus disisain dua orang doang. Ya, kayak SMP dulu lah."
"SMP gua ama lo kan beda, Dit. Kalo sekolahnya beda, pasti programnya juga beda," jelas Ale.
Karena masih pagi, papan mading masih sepi, biasanya papan mading akan ramai di siang hari. Oleh karena itu, Ale sengaja mengajak anak buahnya untuk datang pagi demi melihat calon ketua OSIS mereka yang baru. Ini moment terakhirnya memilih calon ketua OSIS sebelum masa-masa kuliahnya dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ale-na
Ficção AdolescenteDari yang ceria menjadi murung. Dari yang murah senyum menjadi datar. Dari yang paling berisik menjadi pendiam. Dari yang suka tertawa lepas menjadi tertawa di dalam hati. Dari yang suka melihat cowok-cowok ganteng menjadi cuek pada cowok-cowok gant...