Jilid 5

9.5K 96 5
                                    

Akan tetapi Biauw Eng segera menghampiri puterinya dan membangunkannya. "Kau telah menyedot banyak hawa beracun."

"Aku tadi mengejar Liong-koko ketika kami melihat berkelebatnya orang-orang jahat. Aku masuk ke kamar perpustakaan, akan tetapi begitu meloncat ke tengah kamar itu, lantainya terjeblos dan aku terguling ke dalam sumur. Sebelum sempat meloncat ke luar, ada yang melempar sesuatu ke dalam sumur, baunya wangi dan aku tidak ingat apa-apa lagi."

"Untung Kun Liong menolongmu. Sudablah, mari kubantu engkau membersihkan paru-parumu," Biauw Eng berkata. Ibu dan anak itu lalu duduk bersila. Biauw Eng di belakang anaknya, menempelkan kedua telapak tangan di punggung gadis itu yang mengatur napasnya, menyedot hawa murni untuk mengusir sisa-sisa hawa beracun dari dalam dadanya.

Keng Hong dan Kun Liong segera menghampiri para hwesio yang mengadakan pemeriksaan. Thian Kek Hwesio menarik napas panjang. "Untung kebakaran di ruang perpustakaan tidak melenyapkan kitab-kitab penting, dan heran sekali. Tidak ada pusaka yang lenyap biarpun keadaannya kacau-balau. Agaknya mereka mencari sesuatu, dan tidak mereka temukan yang mereka cari. Betapapun juga, untuk kedua kalinya,sahabat muda Yap Kun Liong telah menyelamatkan Siauw-lim-si."

"Ah, Locianpwe harap jangan bersikap sungkan. Bukankah teecu adalah orang sendiri? Bahkan dua buah benda pusaka yang dahulu tercuri belum dapat teecu cari. Teecu sendiri tidak mengerti mengapa mereka tadi datang membikin ribut dan tidak tahu apa yang dicari, akan tetapi teecu mengenal yang memimpin para perampok tadi."

Semua orang memandang kepada Kun Liong. "Benarkah itu, Liong-ji (Anak Liong)? Kau mengenal pemimpin mereka?" Keng Hong bertanya, kagum, bangga dan heran melihat putera sahabat baiknya ini yang selain ujudnya aneh karena kepala gundulnya, ternyata banyak mengalami hal aneh-aneh. Pertama diambil murid Bun Hoat Tosu, ke dua digembleng sukongnya sendiri, dan kini mengenal pimpinan para perusuh itu, pada saat tidak ada orang lain yang dapat mengenalnya.

"Teecu pernah berjumpa dengan dia sepuluh tahun yang lalu, Supek. Dia itulah yang dahulu menyerang teecu dengan jerum merah sehingga kepala teecu tidak mau tumbuh rambut lagi. Dia adalah Ouwyang Bouw, putera dari Ban-tok Coa-ong Ouwyang Kok."

Tentu saja semua orang terkejut mendengar ini.

"Omitohud...! Kaum sesat sudah berani memusuhi Siauw-lim-pai!" Thian Kek Hwesio berkata nyaring, "Sute Thian Le Hwesio terbunuh, dan kini kuil Siauw-lim-si diserbu perampok. Kita harus memperslarpkan diri!" Kalimat terakhir ini ditujukan kepada para anak murid Siauw-lim-pai.

Kun Liong segera melangkah maju dan berkata, "Locianpwe, teecu sudah menyanggupi tugas untuk mencari dan mengembalikan dua buah pusaka yang dahulu tercuri. Juga teecu sudah menyanggupi untuk menyelidiki tentang kematian Thian Le Losuhu. Biarlah sekarang teecu berjanji akan mencari Ouwyang Bouw dan menyelidiki apa yang dicarinya di kuil itu sehingga dia dan kaki tangannya menimbulkan kekacauan."

"Omitohud... tidak percuma mendiang Suhu mengangkatmu menjadi ahli waris tunggal, Yap-sicu. Siauw-lim-pai telah banyak menerima budi dan tidak akan melupakan budi itu."

"Teecu tidak mau menganggapnya sebagai budi, karena bukankah teecu juga menerima kebaikan dari mendiang sukong? Pula, teecu tidak mempunyai pekerjaan tertentu dan akan berkelana mencari Ayah dan Ibu, maka sekalian teecu dapat melakukan semua tugas itu."

Para hwesio Siauw-lim-si sibuk mem-bereskan dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh kebakaran itu, para tamu sudah mengundurkan diri dan berpamit. Kun Liong juga berangkat menunaikan tugasnya, ditemani oleh Cia Keng Hong!

"Engkau pulanglah bersama Giok Keng." Pendekar sakti ini berkata kepada isterinya, "Aku akan membantu Kun Liong mencari orang tuanya."

Demikianlah, Kun Liong dan Keng Hong meninggalkan kuil Siauw-lim-si, sedangkan Biauw Eng mengajak Giok Keng pulang ke Cin-ling-san karena dara itu masih perlu beristirahat dan minum obat. Cia Giok Keng masih penasaran sekali karena dia tidak diberi kesempatan memperlihatkan kepandaiannya di kuil Siauw-lim-si itu, karena sebelum dia dapat menyerang para penjahat, dia telah terjeblos ke dalam perangkap rahasia dan dipaksa pingsan oleh lemparan benda meledak yang mengandung hawa beracun oleh seorang di antara penjahat.

Petualang AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang