Author's Pov
Ariel masih berjalan dengan emosi yang bersungut sungut. Ia tak habis fikir bagaimana bisa Tian memberinya alasan konyol macam itu? Hati yang tadinya mulai tenang, kini kembali ber api api. Ia tak tau harus merasa marah, kesal, atau sedih. Ia merasa seperti kelinci percobaan yang gagal dalam pengujian.
Ariel masih saja berjalan lunglai sambil menatap tanah. Memasuki kelas dan duduk di bangkunya tanpa bicara. "Lo kenapa Riel? Si tengil itu ganggu lo lagi? Wah, minta dihajar tuh anak!" ucap dhea bersungut sungut sambil menyincingkan lengannya.
"Udah Dhe, nggak papa kok. Nanti aja pulang sekolah gue ceritain." Ariel mulai menenangkan Dhea. Ariel tau, kalau dia membiarkan Dhea, maka masalah akan semakin bertambah. Kini yang Ariel bisa hanyalah diam menundukkan kepala sambil menahan emosinya.
Sedangkan Dhea? Dia hanya memandang Tian yang baru saja menginjakkan kakinya di lantai kelas dengan tatapan mematikan.
~~~
"Riel, sekarang lo ceritain sama gue! Jangan ada yang lo delete atau lo edit!" ucap Dhea setelah mendudukkan dirinya di kursi taman kota. Taman yang sama, kursi ini tepat di depan pohon tempat Dhea bersembunyi. Dan, pemandangan di depannya adalah pohon pohon yang besar nan lebat.
Disanalah semua ini dimulai, disanalah pertama kalinya Ariel memiliki kekasih dalam hidupnya. Disanalah Tian menggenggam tangannya, dan memeluknya erat. Ia masih tak percaya semua itu telah lenyap, hilang di tiup angin penghianatan.
"Riel!"
"Ah, ya?"
"Gimana sih, katanya mau cerita?"
Lalu mulailah, mulut Ariel mulai membuka dan menceritakan semuanya, SEMUANYA. Terlihat berbagai macam ekspresi yang ditunjukkan mereka berdua. Marah, sedih, geregetan, hingga akhir perkataan Ariel di hiasi setitik air yang keluar dari mata Ariel.
"Beuhh, minta di hajar tuh anak! Dia pikir lu ini kelinci percobaan apa? Udah di bantuin juga!!!"
"Udah lah Dhe, biarin aja. Gue ngga akan dendam kok sama dia! Tapi gue bakal lakuin apa yang dia lakuin ke gue!"
"Maksud lo apa sih Riel? Gue nggak faham!"
"Udah lah, yuk pulang. Badan gue pegel semua nih!"
"Hmmm, yaudah yok!"
Dhea dan Ariel menggoes sepedhanya dengan riang. Bagai tak ada masalah sama sekali. Mulut Ariel memang berkata ya sudahlah tapi hatinya masih menyimpan sesuatu yang seharusnya tak boleh ada, 'Dendam'. Bibirnya memang tampak tersenyum, tapi hatinya bagai teriris.
"Riel, gue duluan ya!" ujar Dhea di depan rumah Ariel. "Iya.." ujar Ariel sambil membelokkan sepedhanya menuju pekarangan rumah. Disimpannya sepedha itu ke dalam garasi, ia berjalan lunglai menuju kamar pribadinya. Hanya diam tanpa menucap salam, mengabaikan orang tua dan kakaknya yang sedari tadi menghujaninya dengan berjuta pertanyaan yang mengusik telinganya.
Kalau sudah seperti ini Ariel tak mungkin bisa di ganggu. Kamarnya sudah di kunci, dan tak ada lagi yang berani mendekat. Sedangkan Ariel? hanya duduk diam merenungi apakah salahnya hingga Tian dengan mudahnya menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan.
Tak terasa setitik air mata meluncur begitu saja. Tetesan itu semakin bertambah, semakin deras, hingga akhirnya terhias suara isakan Ariel. Ia kembali menangis, setelah berjanji tak akan menangisi Tian lagi.
Ia berfikir apa yang harus dia lakukan. Apakah dia akan diam saja setelah disakiti Tian? Ataukah ia harus balas dendam. Tapi ia telah berjanji kepada Dhea untuk tidak balas dendam pada Tian. Tapi muncul di dalam hatinya untuk membuktikan bahwa seorang perempuan juga tidak untuk dutundas. Perempuan juga bisa melakukan apa yang laki laki lakukan bukan? 'Ini jaman emansipasi coyy! Nggak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan!!!' Seru Ariel gemas pada dirinya sendiri.
Apa yang harus ia lakukan? Apakah menuruti kata sahabatnya atau menuruti kata hatinya? Ini pilihan yang nampaknya tak bisa dipilih. Antara sahabat dan hati. Air matanya berhenti, ia membarsihkan sisa sisa air mata yang masih membekas di pipinya. Di basuhnya muka kucel sehabis menangis, lalu turun ke bawah dan makan.
Mama, Papa, dan Kak Elsa hanya diam menatap Ariel yang nampak tak bernafsu makan. Memang sedari tadi perutnya berbunyi tiada henti. Tapi mulutnya tak mau menerima makanan yang diinginkan sang perut. "Rasanya pahit" hanya itu yang keluar dari mulut Ariel. Hingga ia meletakkan sendoknya dan meminum segelas susu.
"Ma, kalo ada pilihan antara kata sahabat atau hati, Mama pilih yang mana?" satu kalimat runtut keluar dari mulut Ariel secara spontan. Mamanya hanya diam sejenak sambil mengangkat sebelah alisnya kebingungan, lalu menyadari jikalau anaknya ini sedang dilanda dilema. Sang mama tersenyum lega, seolah mendapatkan suatu jawaban dari teka-teki yang teramat sulit dipecahkan.
"Kamu ikuti kata hatimu" satu kata singkat padat dan jelas keluar dari mulut mama, menimbulkan sebuah senyum kepuasan di bibirnya. Ia lalu beranjak dari meja makan, dan kembali bersemedi di dalam kamarnya. kembali memikirkan, bagaimana bisa seorang Tian hanya menjadikannya sebagai kelinci percobaan.
~~~
Pagi gembira menyambut Ariel, si putri tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 06.15 namun sang putri belum juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Dengan posisi kaki di atas bantal dan kepala bergelantung di tepi kasur dengan rambut yang menyapu tanah. Sungguh, tak ada kesan feminim jika melihat Ariel yang di rumah. Sungguh berbanding terbalik jika ia berada di luar kawasan rumah.
Ia adalah gadis pintar, cantik, anggun, baik, dan lemah lembut. Tapi mungkin, hari ini ada beberapa sikap yang akan hilang darinya "BAIK".
Maafkan Ratu Typo ya kawan kawan~~~ >_<
VOMENT DITUNGGU...................
KAMU SEDANG MEMBACA
The MAIN of LOVE
Teen Fiction"Sebenernya mau lo apa sih Riel.? kenapa setiap ada cowok nembak pasti lo terima.?" "Gue cuma mau buktiin kalau cewek juga bisa punya pasangan lebih dari satu, kalau di tanya kenapa tinggal jawab aja belum nemu yang pas" Cerita pertama jadi mohon vo...