18%

3.5K 282 27
                                    

Happy reading~~

><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><

"Bukankah tadi itu terlalu berlebihan?"

Ucap seorang lelaki yang berdiri di ambang pintu. Lelaki tersebut hanya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia hanya tak habis pikir apa yang ada di pikiran lelaki yang tengah duduk termenung di hadapan leptop kesayangannya itu. Melihat itu dia hanya bisa menghela nafas. Lalu memutuskan melangkahkan kakinya memasuki kamar lelaki tersebut.

"Tak bisakah elo menurunkan rasa cemburu lo itu?" diapun memutuskan duduk di pinggir kasur dan menatap langit-langit kamar. "Mau sampai kapan lo bakal di sini terus? Bukankah lo tau kejadian itu, Ram? Kenapa lo seperti itu?" di tolehkannya kepalanya ke arah lelaki yang masih setia menatap layar laptopnya itu. Dia sudah tak tau lagi apa yang harus dia lakukan melihat sahabatnya terpuruk seperti ini.

"Lo gak akan mengerti, San. Lo gak akan ngerti. Seberapa bencinya gue ma 'dia'." Ucap lelaki tersebut. Betapa tersiksanya dirinya terkurung akan perasaannya sedangkan akal sehatnya selalu berkata lain. Selalu berlawanan dengan apa yang ingin dia pikirkan. Lelaki tersebut memeluk dirinya sendiri, seakan dia tak ingin merasakan rasa sakit itu lagi.

"Menyakitkan. Ini menyakitkan. Gue tau 'dia' tak salah. Gue tau bukan 'dia' yang salah. Tapi....tapi...alam bawah sadar gue selalu menepis semuanya."

Lelaki yang di panggil 'San' tadi hanya dapat menghela nafas. Bagaimana lagi dia harus meyakinkan sahabatnya ini? Kecemburuan, kemarahan, kekecewaan, serta....rasa tak terima, membuat sahabatnya selalu terkurung akan rasa bencinya pada seseorang yang salah.

"Apa lo gak ingin berdamai dengan kenyataan? Tak selamanya memben—"

"GUE TAU! GUE TAU! GUE TAU SEMUAA! TAPI...TAPI...DIA..DIA...KENAPA? KENAPA BUKAN GUE?! KENAPA HARUS 'DIA'!! PADAHAL GUE YANG SELALU MEMPERHATIKAN ZION! GUE YANG SELALU ADA UNTUKNYA!! TAPI KENAPA ZION HANYA SELALU MENGUCAPKAN NAMA 'PEMBUNUH' ITU!! KENAPA?!"

Sandi yang melihat sahabatnya kembali histeris hanya menatap dengan rasa sedih. Jujur dia bahkan merasakan rasa kecewa itu. Bagaimana bisa Zion tak menyukai seorang Ramadion yang selalu mencurahkan perhatiannya hanya untuk Zion seorang. Senyum yng selalu di berikan Zion tatkala saat dia selalu menanyakan 'kenapa dia selalu memperhatikan seorang Adamani Givano dari jauh', tak mampu dia artikan. Hanya jawaban 'dia adalah malaikat tak bersayap yang menyedihkan' yang selalu dia ingat. Bahkan sampai saat ini dia tak mengerti apa yang di maksud dengan 'malaikat tak bersayap yang menyedihkan'.

Sandi akhirnya memutuskan berdiri dan berjalan menuju Ramadion yang terisak di atas kursinya. "Gue gak akan maksa elo. Semua tergantung elo. Dan gue akan selalu ngedukung elo."

Malaikat yang tak bersayap yang menyedihkan, uh? Bahkan lo gak ngeliat betapa menyedihkannya, Rama. Menyakitkan. Apa yang selalu lo liat dari Givano, Zion? Kenapa lo selalu memandangnya penuh dengan kesedihan itu? Batin Sandi. Benar-benar tak bisa menebak jalan pikiran Zion.

"Ini....sungguh menyebalkan. Iyakan Zion?" ucap Sandi dengan lirih.

Teka-teki apa yang ingin lo berikan Zion?

@@@

PLAK!

Raut terkejut pak Andre tak dapat lagi di sembunyikan. Aku menatapnya dengan tatapan tak menyenangkan. Lalu kembali membersihkan toilet yang sekarang aku kerjakan. Tak mempedulikan sosok pak Andre yang masih terpaku di tempatnya karena baru saja aku tepis tangannya. Reo yang melihat kami hanya menatapku dan pak Andre secara bergantian. Dia menatap kami dengan bingung.

[2]Between of Shadow (MxBxB) (Yaoi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang