·• Thirteen •·

625 44 16
                                    

29 Agustus : Evan Fernando

Mulai hari ini, karena penghuni kelas kami sedikit, kelas kami digabung dengan kelas sebelah. Tau? Aku dibully disini gara-gara cedalku. Apa salah saya ya Tuhan? Ya, tidak dibully kayak di ftv-ftv. Hanya diejek. Tapi tetap saja nge-jleb.

Aku menelungkupkan wajahku diatas meja dengan tas Heri sebagai bantal. Disebelah tas, ada selembar kertas yang berisi oret-oretan kode. Kalau dihitung, semua menghasilkan angka tiga belas. Lalu, apa yang sepesial dengan angka tiga belas tersebut? Apa yang tersembunyi dibalik soal matematika tingkat SD itu? Nah, dua pertanyaan itu masih menjadi misteri. Aku sampai tidak bisa tidur. Kan bikin sebel.

| 8 + (6 - ((2 + 6) : (2 + 6))) = 13 | dan | 9 + (5 + (8 - 9)) | kalau dihitung hasilnya juga 13. Nah, kan, bingungin.

Drrt... drrt...
Suara ponsel membuatku langsung mengerogoh saku celanaku. Handphoneku sudah dikembalikan tadi pagi. BBM masuk dari Naufal membuatku heran. Aku menoleh kearahnya yang duduk di pojok belakang. Naufal menunjuk melirik guru lalu menunjuk pintu.

Drrt...drrt...
Naufal Wijaya : Gw & Heri à nanti lo & Zio pura" ijin nyariin kita. Vall & Debora udah duluan.

Aku mengangguk-angguk. Yah, kami ada pertemuan mendadak di rooftop. Ini pertama kalinya kami melakukan pertemuan di tengah pelajaran berlangsung.

Evan F. : Tumben waktu pelajaran? Ada apaan? Ceritain

Naufal Wijaya : Vall & Debora lama gk msk ke kls. Barusan ngirim bm ke Zio, nyuruh kita ke rooftop buat pertemuan mendadak.

Ooo... gitu. Tidak lama, Naufal dan Heri ijin ke toilet. "Permisi, Bu ijin ke toilet," ucap si Naufal.

"Kalian ke toilet? Berdua? Ih mimpi! Duduk sana!" Kulihat, Heri mengelus dada.

"Aduh Buu, udah kebelet banget! Gak kuat nih Buuu!!" Heri mulai berakting tipikal orang kebelet pipis. Seketika, suara tawa memenuhi kelas. "Kan gak lucu kalo kita pipis disini."

"Ewh, emang saya percaya dengan akting kalian!? Duduk!" Aku terkekeh. Setelah beberapa rayuan dan bujukan, akhirnya mereka diperbolehkan pergi. Aku menggeleng-gelengkan melihat tingkah mereka. Em, tingkah Heri maksudnya karena Naufal hanya diam menonton Heri dengan wajah datar. Dasar robot.

Dua puluh menit kemudian, Bu Bella mulai mencari-cari keberadaan Naufal dan Heri. "Naufal dan Heri belum balik?" tanya Bu Bella.

"Ya belum lah. Pintunya aja gak gerak sama sekali," celetuk Zio.

"Ooohh, gitu ya?"

"Iya Bu," jawab Zio lagi.

"Ck, dasar murid gak berguna. Kurang ajar, saya di tipu. ZIO!"

"IYA BU!?" Zio yang terkejut karena tiba-tiba dibentak langsung menyeletuk. Tiba-tiba, suara tawa kembali hadir. "Aduh Bu, jangan bentak saya. Saya gak tau apa-apa. Saya gak punya salah."

"Salahmu banyak!" sahut Bu Bella dengan sedikit melotot. " Kamu emang gak punya salah dan saya gak bentak kamu. Saya cuma manggil kamu."

"Oooh," gumam Zio. "Kenapa Bu? Kok manggil-manggil saya? Kangen ya Bu?"

"Sembarangan! Kamu cari Naufal sama Heri. Seret mereka ke kelas. Awas kalo kamu ikut kabur! Cepetan!"

Zio bangkit berdiri. "SIAP IBU BELLA CANTIK! Gak mungkin kabur! Seriburius dah!"

"Halah gombal. Evan! Kamu awasi Zio. Oke?"

"Iya Bu." Lalu kami pergi keluar kelas menuju tempat pertemuan. Rooftop.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TGSs 1 - ThirteenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang