Bagian 8

1K 103 4
                                    

Akhirnya bis memasuki terminal, terpaksa Shin Hye turun, itu pun karena disuruh sopir. Tangannya gemetar saat menuruni bis, tapi mulutnya bungkam saat ditanya sopir tujuannya kemana. Yong Hwa betul-betul tidak tega melihatnya. Segera dihampirinya sebelum pak sopir bertanya lebih jauh. Setelah itu tanpa suara ia menuntun Shin Hye yang terkejut tiba-tiba ada yang mengambil tangannya, tapi tidak menolak. Tenaganya sudah habis. Bahkan ketika Yong Hwa membawanya kembali menaiki bis meninggalkan tempat itu. Wajahnya sekarang tampak pucat dan kuyu. Yong Hwa berencana membawa Shin Hye pulang, tapi lalu terdengar dia bertanya dengan suara pelan.

"Kenapa mengikutiku?"

"Karena aku khawatir, kau pergi tidak jelas tujuan."

"Sudah kubilang aku mencari tempat untuk berpikir."

"Tempat berpikir yang tepat itu di rumah bukan ngelayap tidak jelas seperti ini. Dengar Shin Hye-ssi, kita cari tempat dan kau ceritakan padaku ada apa, eoh!" pinta Yong Hwa menatap mata gadis itu lekat.

"Ini bukan masalah yang pantas kuceritakan pada sembarang orang."

"Aku tetanggamu bukan sembarang orang. Dan kita juga sekelas."

"Tapi kita bukan teman."

"Mulai sekarang kita teman."

"Jangan mengasihaniku. Biarkan saja aku!"

"Kau seperti orang linglung, bagaimana aku akan membiarkanmu."

Shin Hye menoleh, menatap wajah Yong Hwa yang duduk di sampingnya. Ia tidak percaya mendengar penuturannya itu. Tapi lalu ia memaling lagi ke depan seraya bersuara.

"Kau seharusnya tidak perlu repot, seperti biasanya saja kau tidak harus peduli padaku."

"Sudah terlanjur aku bolos sekolah karena mengikutimu, jadi kau harus cerita padaku, kau punya masalah apa." desak Yong Hwa. Shin Hye diam.

Matanya memendar ke sekeliling bis, ia bahkan tidak tahu bis itu nomor berapa dan menuju kemana? Dirinya berada di sana karena Yong Hwa yang membawanya. Jadi dirinya dalam pengawasan penuh pemuda 'tetangga sebelah' itu sekarang ini. Aneh sekali!

"Kita akan kemana sekarang?" Shin Hye bertanya cemas.

"Pulang."

"Aku tidak mau pulang." tegasnya.

"Tapi tidak mungkin juga ke sekolah. Kita sudah sangat kesiangan."

"Kalau begitu aku akan berhenti di depan. Terima kasih sudah temaniku." Shin Hye siap berdiri tapi tangan Yong Hwa sigap menahan tubuh Shin Hye supaya tetap di kursinya.

"Andwe! Kau tidak boleh sendiri. Aku harus bersamamu." cegahnya.

"Tapi aku tidak ingin pulang."

"Ya sudah, kau mau kemana? Aku akan temanimu."

"Tidak usah. Kau pulang saja. Biarkan aku sendiri"

"Maldoandwe. Kau sudah menyeretku sejauh ini."

"Tapi aku tidak memintamu."

"Dengar, hari ini aku melihat tingkahmu sangat aneh. Mulai dari melamun sepanjang jalan hingga halte terlewat, lalu berdebat dengan Pak Sopir yang memikirkan keselamatanmu, kau juga menangis keras di halte... dan banyak lagi keanehan lain. Kau pikir aku akan membiarkanmu bila melihat itu?" tatap Yong Hwa. "Aku tahu kau punya masalah, kau butuh teman untuk bercerita. Jadi ceritakan saja padaku, eoh? Kali ini aku janji akan jadi teman terbaikmu. Oke?"

Shin Hye menunduk dalam. Raut muram dan penuh beban tergambar lagi di wajahnya. Bahkan matanya tampak berkaca lagi.

"Jika kau merasa berat mengatakannya padaku, oke, tidak harus kau ceritakan. Tapi karena kita sudah terlanjur bolos sekolah dan kau tidak mau pulang, bagaimana kalau kita jalan-jalan saja? Setidaknya kau bisa melupakan sejenak masalahmu itu." lanjut Yong Hwa.

Usia 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang