Bagian 7

1K 108 3
                                    

Malam itu Shin hye mencoba membangun suasana hangat seperti dulu-dulu ketika kedua orangtuanya masih harmonis. Eomma yang tengah mempersiapkan makan malam dihampirinya, Appa seperti biasa belum tiba di rumah. Tapi apa yang terjadi saat tiba di hadapan ibunya, wanita itu seketika meninggalkan pekerjaannya lalu dengan mimik serius malah menuntunnya ke ruang keluarga.

"Eomma ingin bicara sebentar." tuturnya penuh rahasia.

"Bicara tentang apa, Eomma?" ia gelagapan sambil menyeret langkah mengikuti ibunya.

"Duduk dulu!"

Shin Hye mematuhi, duduk berhadapan dengan Eomma. Terlihat ibunya menghela napas dalam sebelum memulai bicara, seperti mengumpulkan keberanian. Kemudian terbata-bata ia berucap. Awalnya Shin Hye mendengarkan dengan seksama, namun selanjutnya ia beranjak pergi seolah menolak akan apa yang disampaikan ibunya. Ia berlari kembali ke kamarnya sambil menahan isak. Tak dihiraukan teriakan ibunya yang ceritanya belum selesai, sebab kalau sudah mendengar semua, mungkin gadis berusia 17 tahun itu akan mengerti duduk persoalannya. Tapi akhirnya dibiarkannya saja. Ia sendiri bingung harus berbuat apa.

Seperti ketakutannya, itulah yang terjadi terhadap kedua orangtuanya. Eomma baru saja mengatakan bahwa dengan Appa sudah sepakat akan mengakhiri hubungan mereka sebagai suami istri. Namun dengan cara baik-baik, tidak akan ada perselisihan. Semuanya akan diselesaikan dengan damai. Apapun alasannya dan sedamai apapun bagi Shin Hye semuanya tetap menyakitkan. Malam itu ia tidak berhenti menangis, menangis dengan pilu. Terjawab sudah semua, memang telah terjadi apa-apa antara kedua orangtuanya. Dan sekali lagi itu menyakitinya.

Appa pulang lebih malam dari biasanya dan ia benci untuk menghampiri, justru air matanya mengalir kian deras mengetahui Appa pulang. Mereka berdua adalah orang tua egois, sama sekali tidak mempertimbangkannya ketika mengambil keputusan berpisah. Dirinya sangat tidak dianggap, apalagi untuk memahami hati dan perasaannya. Semalaman itu ia terus menangis hingga ketika bangun pagi kepalanya terasa berdenyut. Tapi benci untuk tetap di rumah menyaksikan kedua orangtuanya yang tidak berperasaan.

Memaksakan diri ia pergi sekolah. Dengan langkah terhuyung ia menuju halte. Yong Hwa yang keluar dari pagar rumahnya bersamaan, heran melihat Shin Hye berjalan seperti orang mabuk. Biasanya bukan begitu caranya keluar dari pagar rumahnya, dia lari karena takut ketinggalan bis. Merasa penasaran pemuda itu berjalan mengikuti. Apa yang terjadi? Apa seperti analisanya atas hal-hal yang pernah ia lihat sebelumnya mengenai ayah Shin Hye? Ah, tidak baik berprasangka buruk. Lantas apa? Kenapa sampai membuat gadis ceriwis itu kehilangan energi?

Sekarang Shin Hye berjalan seperti orang linglung, halte malah dilewatinya. Antara khawatir kesiangan dan khawatir akan si tetangga sebelah, akhirnya ia membiarkan bis lewat begitu saja. Duh, Shin Hye mau kemana? Jika kecurigaannya benar, berarti Shin Hye dalam masalah. Tetapi jika karena hal lain gadis itu terlihat aneh, mungkin sebaiknya ia tidak ikut campur. Tapi demi Tuhan, Yong Hwa tidak bisa membiarkan teman sekelas plus tetangga sebelah rumahnya berjalan sendiri tak jelas arah seperti itu. Kendati selama ini ia pun tidak suka mempedulikannya.

Agaknya karena terlalu keras melamun hingga tanpa disadari Shin Hye melewati halte. Setelah terlewat beberapa meter dia terlihat berbalik lagi. Yong Hwa yang sedang mengikuti jadi tersentak dan buru-buru ia pun ikut berbalik. Shin Hye sempat menatapnya tapi tidak acuh, seperti bukan hal menarik Yong Hwa yang tiba-tiba memperhatikannya. Baginya sekarang memang tidak ada hal yang menarik, apalagi hanya seorang pemuda tetangga sebelah rumah. Apa menariknya jika dibandingkan dengan permasalahan yang tengah dihadapinya seorang diri. Mungkin karena sekarang dirinya sudah berusia 17 tahun. Sudah pantas untuk menghadapi masalah pelik mengenai perpisahan kedua orangtuanya. Shin Hye memejamkan mata, dada dan kepalanya terasa berdenyut nyeri.

Usia 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang