Two

302 12 10
                                    

"Akhirnya selesai juga,huft" aku bernafas lega karena tugas yang diberikan oleh pak pendrik.

                                         ***
Lapar, lemah dan lesu.
Hari ini sungguh tidak menyenangkan, sangat sial bahkan. Bayangkan saja, setelah lelah mengerjakan tugas dari pak pendrik aku pergi membeli gorengan tapi semuanya telah habis dibeli oleh rombongan-rombongan sekolah ini.

"Kenapa lo fit?" Kulirik yuko yang duduk disampingku. Dia menatapku heran.

"3 L" jawabku lesu.

"3 L?" Dia mengkerutkan keningnya.

"Lapar, lemah, lesu" aku menjawabnya lagi dengan nada tak kalah lesu dari yang tadi.

"Kenapa lo lapar? Gorengannya si om ben dah habis?"

"Habis bagaikan ditelan oleh bumi"

"Ealah, kan cuma gorengannya yang habis fit. Lo gak coba cari makanan lain?"

Aku menggeleng.

"Lo tau gak si ibu asmun?"

"Ibu asmun? Wali kelasnya kelas 8'6 itu?"

"Ya. Dia itu kembarannya si ibu weni juga"

"Ngomong apa sih lo?"

"Si ibu asmun itu juga jual nasi kuning kayak si ibu weni."

"Trus?" Aku menatapnya bingung.

"Emang ya lo,- kalo lapar bego-nya sering nongol" dia memutar bola matanya malas. "Lo bilang tadi lo lapar, ayo kita ke 8'6 buat beli nasi kuning supaya bego lo itu ilang" yuko menarik tanganku menuju kelas 8'6 yang kebetulan hanya berjarak satu kelas dengan kelasku, kelas 8'4.

Saat aku dan yuko hendak masuk kekelas 8'6 tiba-tiba ada yang menabraku dari belakang.

"Sorry!" Dia hanya mengucapkan satu kata itu dan langsung berlalu masuk kekelas 8'6.
Hei! Apa dia itu tidak punya rasa kasihan atau peduli sedikitpun? Aku jatuh dan dia cuma mengucapkan sorry tanpa membantuku berdiri? Siapa sih itu? Kalau aja aku udah makan pasti abis lo sma aku.

"Namanya riski!" Kata yuko yang sedang membantuku berdiri. "Siswa kelas 8'6 yang dicap sebagai cowok so cool"

"Riski? Temannya iqles?"

"Hm, udah sana pergi beli nasi kuning. Dikit lagi bakalan habis tuh."

Aku hanya mengangguk.

" bu nasi kuningnya satu" aku memberikan selembar uang 5rb kepada ibu asmun. Batinku dan pikiranku masih bertanya-tanya siapa si riski itu. Aku mencoba melihat ke sekeliling kelas 8'6 aku melihat cowok itu, riski sedang asik dengan hp-nya.

                                  ***
Akhirnya bel berbunyi juga setelah sekian tahun, eh maksudnya setalah sekian lama menunggu.

Aku mengemasi alat belajarku. Lalu menghampiri tia dan Putri.

"Lo bedua kenal sma si riski?"  Tanyaku pada mereka.

"Riski?" Tanya tia balik padaku.

"Riski mna Fit? Nama riski di sini itu hampir segudang."

"Riski temannya pacar lo." Aku menatap tia.

"Oh dia? Riski si cool boy itu?"

"Iya,iya"

"Kenapa emang? Lo suka?" Tanya tia dengan senyuman.

"Gak biasa aja. Gua juga gak kenal sama dia,-"

" terserah lo fit"

"Woy udahan ceritanya. Bukannya lo bakalan ngapel sama si iqles hari ini?" Tanya Putri.

"Dan lo fit bukannya lo bakalan bantuiin gue nelfon si Iqbal"

                                    ***

Aku, Putri dan tia akhirnya sampai didepan kelas 8'6 untuk menemani tia bertemu pacar kesayangannya itu. Tak lama setelah habis berdoa akhirnya siswa-siwa kelas itu keluar dengan tak tertib. Yang tersisa disana hanyalah iqles and the geng. Iqles, Andri, agil dan... riski? Kok aku Baru liat dia bareng iqles sih? Aku menatapnya heran.

"Beb" panggil iqles sama si tia. Dia hanya tersenyum Iqles lalu menarik tangan tia untuk menjauh dari jangkauan aku dan lainnya supaya mereka tenang dalam mengapel,-

"Fit si iqbal nelfon. Gue mau telfonan dulu ya. Lo disini dlu." ucap putri tiba-tiab membuat Aku menelan ludah.

"Eh Fit gua sma Andri mau jajan dlu ya. Laper"  aku menatap memelas kepada mereka supaya mereka tidak meninggalkanku berdua dengan si tuan es ini. Tapi sayangnya agil dan andri tersenyum licik lalu pergi berlalu. Dan akhirnya aku pun tinggal berdua dengan si riski.

Aku melihat riski menarik dua kursi. Lalu memberikannya padaku. Dan kursi satunya sudah dia duduki.

Tanganku mulai gemetar pertanda aku sangat gugup. Aku sangat gelisah saat ini.

"Biasa aja" tiba-tiba riski membuka suara.

"Ha..h? Aku gelagapan.

"Lo gugup" dia menatapku dengan tatapan datar.

"Eng... gak kok" 

"Nama lo siapa?"

"Fitri"

"O"

"Nama lo beneran riski?"

"Gak, boongan" jawabnya membuatku kaget.

"Trus nama lo siapa dong?" Tanyaku polos. Eh, kok aku bisa berubah jadi culun gini sih kalo didekat ni cowok.

"Emang lo fkir nama gue itu boongan?" Dia menatapku. Tak sengaja mataku dan matanya bertemu. Cukup lama kami saling tatap sebelum akhirnya riski berpaling dan kembali menatap layar ponselnya.

"Kok gue baru liat lo sih?" Tanyaku memecahkan hening karena saling tatap tadi.

"Lo aja yg gak pernah nyadar"

Aku terdiam. Terserahlah.

"Fitri!" Tia dan Putri menghampiriku.

"Kenpa?"

"Maaf ya"

"Buat?"

"Gua tia sama Putri bakalan ke sekolahnnya si iqbal. Buat jemput dia".

"What? Trus gua? Gila lo semua! Gua pulangnya gimana? Supir gua udah disuruh balik tadi."

"Pulang bareng gue" semua mata menatap riski yang beranjak dari duduknya. Dan menarik tanganku.

"Ehh..eh" apa ini? Aku tidak ingin mati dengan rasa gugup saat bersama dia. Tadi aja rasnya gua susah nafas apalagi pulang bareng. Aku menengok kebelakang mencoba menatap tia dan Putri dengan tatapan "tolongin gua" tapi mereka malah terbahak-bahak.

"Semoga lo bedua jadian" teriak Putri dan tia bersamaan membuatku semakin kesal.

Junior High School StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang