Menyambut hari yang baru, Maureen tak akan mengingat hal lalu yang tak berpengaruh baginya. Itu hanya alasan saja karena sebetulnya ia memiliki short-term memory. Buktinya ia baik-baik saja begitu bangun dari tidurnya tanpa ada pemikiran tentang tawaran yang mengejutkan datang dari teman sekolahnya dulu.
Maureen bangun dari tidur lalu sarapan tanpa olahraga terlebih dahulu untuk menjaga kebugaran tubuhnya yang agak berisi itu, lalu mandi bersiap untuk pergi bekerja. Ia melalui proses itu dengan harapan semua akan baik-baik saja berjalan seperti biasanya dan nanti sore ia akan pulang untuk kembali berkutat dengan novel roman picisannya.
Ia bukan orang yang muluk-muluk. Cukup hidup tenang, punya penghasilan dan tidak terkena masalah sudah dia anggap luar biasa. Ekspektasinya tidak pernah terlalu tinggi karena ia takut jika jatuh tak akan pernah bangkit lagi. Ia cuma ingin dapat melalui hari-harinya dengan aman tanpa halangan.
Namun tampaknya hidup belum mau berkompromi dengannya. Saat mengendarai mobilnya yang tentu saja masih kredit di tengah jalan, ia hampir menyerempet seorang pengendara sepeda motor. Ia harus turun dari mobil untuk meminta maaf dan memeriksa korbannya yang untungnya tidak cidera. Terkena macet dan nyaris menerobos lampu merah. Semua berujung pada terlambatnya ia sampai di kantor. Parahnya boss Maureen sudah lebih dulu tiba di kantor sehingga ia tidak dapat menghindar dari teguran atasan yang terkenal cerewet.
Maureen masuk ke ruangan kerjanya dengan wajah lesu. Buyar sudah semangatnya hari ini karena kesialan pagi hari.
"Kamu kalo telat milih hari, contohnya pas sih boss lagi dinas keluar kota. Jangan pas dia lagi stand by di kantor." Ejek Mba Rosa.
"Udah jangan manyun. Kan biasa sih boss marah-marah. Klo dia gak gitu ntar stress dia." Canda Mba Amy setelah melihat raut wajah juniornya masih tertekuk.
"Biar gak manyun lagi, nih ada kiriman buat kamu." seru Mba Amy sambil menyodorkan sebuket bunga mawar merah pada Maureen.
"Dari siapa sih? Bagus dan harum loh bunganya," Mba Rosa mulai kepo, sebetulnya ia sudah tak sabar menanti kedatangan Maureen dan ingin mengiterogasi siapa pengirim buket bunga tersebut. Namun apa dikata, targetnya malah datang terlambat.
Yang dikirimi bunga malah mengangkat alis matanya tinggi-tinggi karena merasa heran bahwa buket bunga sebagus itu ditujukan untuknya. Namun itu tidak menghentikannya untuk mengambil buket tersebut dari tangan Mba Amy dan mencium harumnya. Senyum tipis dan sapuan rona merah terlukis di wajahnya.
"Itu ada kartunya. Coba dibuka." usul Mba Rosa tak diam.
Maureen lalu membuka kartu tersebut, penasaran akan siapa pengirimnya.
I'm going to pull a Yes out of you - B
Mata gadis itu melebar setelah membaca pesan singkat di kartu. Sebuah huruf diakhir mengingatkannya kembali pada seseorang. Seseorang yang tiba-tiba datang lalu meminta hal yang tak masuk akal padanya dan kemudian meninggalkannya seenak jidat.
Bastian
Maureen yakin seratus persen pasti Bastian pengirim buket bunga ini. Isi pesannya menambah keyakinan Maureen. Menghapus harapan Maureen kalau lelaki itu main-main terhadap ucapannya. Ia akan bicara pada Bastian nanti mengingat perkataan Bastian kemarin yang akan menagih jawaban Maureen hari ini.
"Reen, siapa?" sapa Mba Amy mengembalikan Maureen pada percakapan mereka.
"Bukan siapa-siapa Mba" jawab Maureen bohong.
"Bukan siapa-siapa kok ngirim buket bunga mawar sebagus ini. Kamu udah punya pacar ya?" Todong Mba Rosa masih terus mengorek informasi. Mba Rosa bisa dibilang biang gosip di kantor, banyak berita yang dia dapat dan disebar luaskan. Maureen tak mau jika kali ini ia tumbalnya.
"Nggak." sela Maureen lalu pura-pura sibuk pada pekerjaannya guna menghindari tuntutan pertanyaan Rosa.
Mba Rosa pun akhirnya menyerah setelah tak digubris dan dibujuk Mba Amy supaya meninggalkan Maureen sendiri. Maureen merasa harus berterima kasih pada Mba Amy dan mentraktirnya makan siang kapan - kapan karena sudah membantu Maureen jauh dari si ratu gosip.
Saat dirasa sudah tenang dan aman, Maureen kembali mencium bunga mawar kiriman Bastian. Harum. Sangat menawan. Ia berpikir keras untuk mencari jawaban dari tanya mengapa Bastian mau repot mengiriminya bunga.
'Apa Bastian menyukainya? Pasti bukan. Pemuda itu tak pernah tertarik padanya. Tidak dulu tidak sekarang, yakinnya.'
'Apa Bastian mempermainkannya? Mungkin, tapi untuk apa? Apa Maureen punya hutang pada Bastian sehingga lelaki itu memendam dendam? Demi tuhan, ia bahkan jarang bergaul dengannya dulu. Dari mana dendam itu ada?'
'Apa Bastian ingin mencari keuntungan dari Maureen? Huh.. Ia percaya penghasilan Bastian yang lulusan ITB itu jauh lebih besar berkali-kali lipat darinya.'
'Lalu untuk apa Bastian meminangnya?'Batin Maureen tak menemukan kemungkinan jawabannya, malah sekarang kepalanya menjadi berdenyut karena pusing memikirkan sikap Bastian yang aneh.
Sehabis makan siang Bastian datang menjumpai Maureen seperti yang dikatakannya kemarin. Maureen membawa lelaki itu menjauh ke tangga darurat agar terhindar dari tatapan ingin tahu teman-teman sekantornya dan lebih leluasa berbicara. Tak lupa ia membawa buket bunga pemberian Bastian dengan maksud mengembalikannya. Maureen merasa tidak pantas medapatkan kiriman bunga sebagus itu. Dan ia pun ada keinginan menolak Bastian sehingga berat hati jika menerima buket bunga itu.
Melihat uluran tangan Maureen yang memegang buket mawar, Bastian balas menatap temannya meminta penjelasan.
"Bunga ini dari kamu, aku ingin kembalikan. Aku tak mengerti kenapa kamu mengirim buket mawar padaku." mulai Maureen.
"Tidakkah kau tersanjung?" lelaki itu balik bertanya tanpa menjawab.
Maureen terhenyak sesaat menerka apa maksud ucapan Bastian.
"Tidak." jawab Maureen cepat lalu mengalihkan kontak mata, ciri dimana ia sedang berbohong. Tanggapan diam Bastian memaksa pengakuan gadis itu.
"Well, awalnya aku tersipu." aku Maureen terbata, "tapi setelah aku membaca pesanmu yang arogan itu, aku tak suka."
Bastian menyeringai mendapati kejujuran Maureen, tak disangkanya gadis ini masih memiliki kepolosan diusia yang sudah dewasa.
"Lalu kau mau apa?" tanyanya lagi.
"Aku ingin tahu apa maumu." Maureen tak membuang waktu melempar pertanyaan inti.
"Kau setuju untuk menikah denganku." dengan wajah tanpa expresi berarti Bastian utarakan keinginannya.
"Kenapa kau ingin aku menikah denganmu?" timpal Maureen lagi.
"Penjelasanku akan kau dapat setelah kita menikah" tegas lelaki itu kemudian.
"Kalau begitu aku menolak." Maureen tak ingin bernegosiasi. Ia memutuskan dari awal akan menolak jadi dengan atau tanpa adanya penjelasan Bastian keputusannya tak akan berubah.
Bastian menghela nafas mendengar ucapan temannya lalu berkata, "Aku akan kembali lagi besok."
"Tak perlu. Jawabanku akan sama." cegah Maureen. Namun Bastian sudah keburu beranjak pergi meninggalkan Maureen menggantung sama seperti pertemuan pertama mereka. Tak mau mendengar penolakan gadis polos teman sekolahnya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahlah Denganku
RomancePemuda dengan nama lengkap Bastian Winandra Kesuma itu tanpa pemberitahuan mengejutkannya dengan kedatangan yang tiba-tiba. Pasalnya, Agnesya Maureen bukan teman sepermainan lelaki itu dulu. "Jadi, ada apa kau menemuiku?" Tanya Maureen to the point...