Enam

35 1 0
                                    

Pasangan tanpa ikatan itu akhirnya sampai di sebuah cafe and bar yang cukup terkenal di daerah itu. Keadaan didalam jika terlihat dari luar cukup ramai, Maureen menduga sedang diadakan suatu acara karena tata dekorasi yang dipenuhi balon dan banyak bunga.
Begitu masuk Maureen dapat merasakan atmosfir kebahagian dari banyaknya senyuman yang menempel diwajah para tamu. Bastian menoleh kearah Maureen dan segera mengambil tangan gadis itu dan menggenggamnya. Dengan cepat Maureen menoleh dan sigap ingin melepaskan genggaman mereka, namun Bastian menahannya. Senyuman aneh yang Maureen pikir lebih mirip seringaian terpampang di wajah pria itu. Maureen curiga dengan tampang Bastian, seperti ia sedang merencanakan sesuatu, dan tentu saja bukan rencana yang baik, setidaknya untuk Maureen.
"Please," hanya itu yang diucapkan Bastian sebelum seorang lelaki paruh baya menyambut mereka. Lelaki dengan perawakan tinggi agak berisi, rambut hampir semua putih, namun masih saja nampak gagah diusianya yang menjelang senja. Bastian berbalik badan dan tidak mengindahkan Maureen dan protesnya untuk membalas sapaan dengan senyum dan rangkulan. Dari gerakan yang mereka lakukan Maureen pikir pastilah Bastian dan orang itu cukup dekat. Namun tidak cukup dekat sebagai keluarga.
"Saya senang kamu bisa hadir. Acara ini sangat berarti untuk saya," ucap pria itu masih dengan senyuman pada Bastian. Lalu pandangan pria itu turun ketangan Maureen dan Bastian yang masih bertautan. Maureen yang mengikuti arah pandangannya jadi merasa canggung dan tersipu sedikit.
"Terima kasih sudah mengundang saya Pak Alex, serta selamat atas pencapaian Bapak. Saya tidak sabar untuk bekerja sama dengan Bapak lagi," Pria yang bernama Alex itu tertawa merasa senang dengan pujian dari Bastian.
"Lalu, siapa ini?" Tanya Pak Alex sambil menunjuk kepada Maureen. Bastian segera memperkenalkan mereka dengan ringannya mengeluarkan kata-kata yang membuat Maureen takjub dan pusing seketika.
"Perkenalkan ini Maureen Pak, kekasih saya. Maureen, beliau Pak Alex, mentor saya di perusahaan sebelumnya. Beliau ini yang mengajari saya segalanya dan banyak membantu saya waktu saya baru mulai meniti karir,"
Maureen bukan orang yang kejam, tidak mungkin ia akan menangkis kata-kata Bastian saat itu dan mempermalukannya, jadi dengan berat hati ia mengikuti permainan Bastian. Maureen mengulurkan tangan kanannya yang tidak di genggam Bastian dan menjabat tangan Pak Alex, tidak lupa memberikan selamat.
"Saya tidak tahu kalau kamu sudah punya pacar, akan banyak wanita yang patah hati mendengar hal ini," Maureen jg ingin sekali menimpali perkataan Pak Alex, "Saya juga baru tahu Pak kalau saya ini pacar Bastian," namun ia sadar harus menahan suaranya.
"Kalian pasti belum makan, ayo silakan makan dulu. Saya akan menemui tami yang lain." Akhirnya Maureen bisa bernafas lega mendengar Pak Alex berkata demikian. Karena pertama, Maureen bisa segera menghentikan sandiwara konyol Bastian dan dapat segera makan, perutnya sudah bergejolak menahan lapar.
"Kau berhutang penjelasan padaku. Penjelasan detail." Tuntut Maureen kepada Bastian ketika mereka telah jauh dari Pak Alex dan kerumunan lain untuk mengambil makanan yang tersedia. "Dan lepaskan tanganmu, aku mau makan, ini tidak praktis!"
Bastian akhirnya melepaskan genggaman tangan mereka sambil mendengus, ia merasa lucu dengan perempuan dihadapannya ini. Disaat seperti ini masih saja ia bisa memikirkan makanan. Gadis ini tidak memikirkan image-nya sama sekali didepan Bastian. Ketika Bastian harus menghadapi perempuan, yang kebanyakan dari kencan buta  dan beberapa teman sekantornya, mereka lebih memilih untuk menjadi kalem dan kemayu di depan Bastian. Bukan berarti Bastian tidak suka, hanya saja itu membuat mereka terkesan palsu. Sekali-dua kali pertemuan mungkin ia akan memaklumi hal itu, tapi ketika lebih dari itu bertemu namun masih juga menjaga sikap mereka, Bastian merasa mungkin Bastian membuat mereka tidak nyaman. Ketidak nyamanan mereka membuat Bastian tidak nyaman juga, ia tidak ingin memaksa seseorang untuk bersamanya ketika mereka bisa memilih untuk berada di tempat lain.
Tapi mungkin dengan Maureen yang sudah dikenalnya lama, hal menjaga sikap tidak berlaku. Maureen menganggapnya, - atau tidak menganggapnya siapa-siapa yang perlu di minta perhatiannya- seperti yang gadis itu sendiri bilang. Bastian mengikuti langkah Maureen ke meja tempat makanan dihidangkan.
Dari belakang ia melihat Maureen mengambil beberapa potong daging, baik sapi dan ayam, yang dihidangkan dan pasta yang tersedia. Jika Bastian sedang kencan dengan gadis lain, ia pikir mereka pasti akan memilih salad, bukan seperti menu Maureen. Tapi sekali lagi, ini Maureen yang sedang bersama Bastian, dan mereka tidak sedang kencan.
"Kau tidak makan?" Tanya Maureen pada Bastian ketika dilihatnya Bastian masih dengan tangan kosong.
"Aku tidak lapar, gugup memenuhi perutku." Jawab Bastian.
"Apa aku perlu ikut gugup juga?" Timpal Maureen menghentikan suapan ke mulutnya yang terbuka. Bastian menatap gadis itu dengan penuh tanya. Matanya memberikan petunjuk pada Maureen untuk bertanya mengapa.
"Kau merencanakan sesuatu dengan membawaku kesini. Kau gugup seakan takut rencana itu tidak herhasil, konsekuensinya pasti tidaklah baik. Jika itu terjadi, apakah akan berdampak padaku?" Jelas Maureen. "Tadinya aku hanya sedikit gugup dan tidak yakin dengan rencanamu, tapi melihat kau begini, aku jadi cemas."
Bastian hanya tersenyum menanggapi gadis itu. Ia akan sangat berterima kasih pada gadis itu jika rencananya berhasil. Maureen memang gadis yang baik, seperti yang adiknya katakan. Gadis itu tidak ribut meminta penjelasan dan percaya saja pada Bastian. Ia jelas penasaran tapi tidak menuntut yang berlebihan. Gadis itu tenang dan menikmati kejadian yang ada.
"Gadis aneh," pikir Bastian.

Menikahlah DengankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang