Heart to Heart #1

6.6K 55 9
                                    

“Tolong dok saya cuma mau mengucapkan terima kasih sama pendonor hati untuk anak saya”

“Maaf Bu, data para pendonor adalah rahasia dan saya akan dikenakan sanksi apabila melanggarnya, saya harap Ibu bisa mengerti posisi saya. Saran saya sebaiknya Ibu dan Bapak membantu  saudari Eliza menjaga kondisi organ yang sekarang berada dalam tubuhnya sebaik-baiknya dengan menjaga kesehatannya  dengan sering berolah raga dan menjaga pola makan dengan makan makanan sehat dan bergizi. Saya rasa dengan begitu pendonor akan merasa tidak sia-sia telah mendonorkan hatinya untuk anak Ibu dan Bapak”

Sepasang suami istri itu-pun keluar dengan pasrah dari ruangan dokter. Niat untuk berterima kasih kepada sang pendonor hati untuk anak perempuan mereka tercinta terpaksa harus mereka urungkan. Anak mereka yang telah mengidap kanker hati sejak duduk dibangku sekolah menengah pertama harus bersabar menunggu. Sekalipun harta yang mereka miliki sangat cukup untuk melakukan pengobatan, tapi menemukan donor hati yang tepat sangatlah tidak mudah. Walaupun ada donor hati ditemukan tapi belum tentu cocok dan dapat diterima oleh tubuh Eliza. Banyak koneksi yang telah mereka lakukan termasuk menghubungi Rumah sakit di luar Negeri sekiranya Rumah sakit tersebut mungkin mempunyai apa yang mereka cari. Dan ditengah penantian panjang tak berujung tersebut keajaiban terjadi seminggu lalu, tepat sebulan setelah anak mereka menginjak usia 19 tahun. Dokter keluarga mereka mengabarkan telah ditemukan donor hati yang diperkirakan cocok untuk tubuh Eliza anak semata wayang mereka.

Serangkaian tes untuk menguji dan memastikan tingkat kecocokan donor hati tersebut dengan tubuh Eliza-pun dilakukan. Tidak hanya itu, 2 hari sebelum operasi pengcangkokan hati dilakukan, tim dokter yang akan menangani operasi tersebut, telah melakukan operasi simulasi untuk mengetahui persentase tingkat keberhasilan operasi dan sejauh mana reaksi penerimaan tubuh Eliza atas organ baru pada tubuhnya.

Sekedar ucapan terima kasih pasti tidaklah cukup untuk membalas jasa pendonor tersebut. Mau bagaimana lagi mereka hanya bisa pasrah dan menitipkan rasa prihatin dan bela sungkawa mereka untuk keluarga pendonor, karena hanya itulah informasi yang mereka ketahui bahwasanya si pendonor adalah seorang wanita yang telah meninggal dunia dan mendonorkan sebagian besar organ tubuhnya yang masih baik bagi mereka yang membutuhkan. Sungguh perilaku yang sangat mulia pikir mereka.

~~~

“Liza! Dengerin kata mama dong sayang, sebaiknya kamu gak usah kuliah dulu. Baru sebulan sayang kamu keluar dari Rumah sakit, mama takut kamu kenapa-kenapa lagi!”

“Mamaku sayang…” Eliza memeluk tangan kiri mamanya dengan manja menyandarkan kepalanya dibahu wanita paruh baya itu, sambil mengeluarkan kata-kata manis penuh bujukan. “Ini hari terakhir ma pendaftaran masuk kuliahnya, cuma daftar aja kok, trus Liza langsung pulang deh... boleh ya?”. Wajah imut penuh permohonan adalah jurus terampuh Eliza untuk membujuk Mamanya. Ia berniat mengejar ketertinggalannya. Sudah cukup selama 7 tahun terakhir ia belajar dengan mendatangkan guru private kerumahnya. Dibutuhkan waktu cukup lama baginya melakukannya di banding anak-anak lain yang melakukan homeschooling karena Eliza tetap harus rutin menjalani pengobatannya. Sendiri dan sangat membosankan tanpa ada interaksi dengan teman-teman, itulah yang ia rasakan. Dan ini waktunya untuk menebus 7 tahun tersebut dan ia merasa cukup mampu untuk melaksanakan aktivitas anak kuliahan pada umumnya. “Ma…Ma…” Eliza memohon sambil mengguncang-guncangkan bahu mamanya yang masih ia peluk.

“Iya deh, tapi kamu mesti dianterin pak Rahman ya Za”

“Siap bos…Liza berangkat ya ma!... Pak Rahhhmaan anterin Liza”. Segera setelah mamanya memberinya ijin. Eliza langsung bergegas keluar dan meneriakkan nama supir keluarganya tersebut dengan suaranya yang lantang bak anak kecil.

Heart to HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang