Hi Guyss adakah yg nunggu kelanjutan H2H??. enggak ya hehehe. Klu misalkan ada yg nungguin sy mau bilang maaafff bnget-bangetan soalnya cerita in uda g jelas bnget kapan jadwal updetnya, sekali lgi maaf tapi ttp kok sy ushkan ut bisa uplod secepat mungkin sampe SELESAI itu yg penting iyakan iyakan?.
Buat yg udah mampir, masukin cerita ini ke reading list kalian, yang ngevote n yg udah komen juga, terima kasih bnyak ut apresiasi kalian. Kritik sarannya ditunggu soalnya merasa cerita ini uda g jelas bgt, dari alur bahkan typo-nya masih bnyak bertebaran. Ya udah yg lgi sendirian malam minggunya monggo semoga part ini bisa menmani kalian. Hapyy weekend n Enjoyy All.
===========================================================
Afkar, Ola dan Eliza berada dalam satu mobil ke Sukabumi, menuju kediaman keluarga Eliza. Sehari sebelumnya kedua orang tua Eliza sudah bertolak mendahului mereka karena berniat untuk mampir melihat salah satu pabrik tekstil milik Ayah Eliza di daerah Bandung.
Ajakan berlibur di Sukabumi awalnya ditolak oleh Afkar. Keengganan itu dikarenakan Afkar merasa selama mengenal keluarga Suherman, ia dan putrinya justru lebih banyak membuat sekeluarga tersebut repot. Namun pada akhirnya ia terima juga ajakan tersebut karena Ibu Rinna mengancam akan membatalkan niat mereka untuk pergi kalau Afkar dan Ola tidak mengiyakan ajakan mereka.
Mengisi weekend dikediaman orang tuanya adalah rutinitas yang dulunya selalu Eliza lakukan setiap bulannya. Terlebih saat-saat pengobatannya masih berlangsung. Kala itu kondisi Eliza begitu rentan, dan untuk menetralisir kondisinya agar tetap segar, orang tuanya memutuskan membeli sebuah kediaman di daerah Sukabumi atas rekomendasi adik Ibu Rinna yang memang telah lama bermukim didaerah itu karena memiliki usaha di bidang agrobisnis khususnya sayur-sayuran serta buah-buahan organik juga beberapa budidaya bunga mawar yang di suplay ke beberapa hotel di Bandung dan Jakarta.
Sayup-sayup dalam perjalanan, terdengar suara halus nafas Eliza dan Ola seolah saling bersahut-sahutan. Keduanya saling bergelayut di tempat duduk belakang tertidur pulas, padahal baru 15 menit mereka meninggalkan Jakarta. Keadaan jalan yang belum begitu padat membuat perjalanan mereka lancar tanpa hambatan berarti.
Afkar yang sempat menoleh kebelakang, tersenyum melihat pemandangan tersebut. Begitu indah, dan damai. Tak kalah indah dengan pemandangan sepanjang perjalanan yang mereka lewati setelah mobil Afkar mulai memasuki wilayah perbatasan Sukabumi. Berapapun akan ia bayar demi melihat pemandangan seperti ini tiap harinya. Apakah hal seperti ini di masa akan datang bisa terulang lagi? Afkar mendesah panjang. Kemudian kembali berkonsentrasi mengendarai mobilnya.
Setelah di landa keraguan dan kegelisahan sepanjang minggu, Afkar memutuskan untuk berdamai dengan hatinya. Sekalipun mungkin Eliza akan menganggap sikapnya tampak aneh, Afkar tidak peduli. Entahlah Afkar pun tidak bisa menebak akan menjadi seperti apa hubungannya dengan Eliza kelak. Biarlah semua berjalan apa adanya.
Semua seolah kebetulan. Afkar yang memutuskan membiarkan hatinya kemana akan berlabuh begitupun Eliza yang tak lagi mau menghindar-mengikuti kata hatinya. Terlihat dari sikapnya yang tidak lagi kelihatan menghindar darinya. Dan kebetulan yang berikutnya terjadi saat Afkar berniat memperbaiki posisi Eliza dan Ola yang kelihatan tidak nyaman ketika ia menghentikan sesaat perjalanan mereka di SPBU untuk mengisi bahan bakar.
Afkar masih berada diluar mobilnya. Namun sebagian badan serta wajahnya sudah berada di dalam mobil pada bagian belakang kursi penumpang sedan miliknya. Hati - hati. Dengan gerakan yang sangat perlahan kedua tangan Afkar akhirnya berada di bahu Eliza bersiap untuk menyamankan posisinya yang sebelah bahunya miring, dengan kepala tertahan pada bahu kanan Ola. Afkar yang melihatnya saja merasa tidak nyaman. Dan efek tidur dengan posisi tidak nyaman seperti itu kadang membuat pusing saat terbangun nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Heart
RomansaDonor hati yang diterimanya, membuatnya mengalami pengalaman berbeda dari gadis seusianya. It was cold, but when you smile I feel the warmth inside of me