tre

49 9 0
                                        

"Mamaaa..." Pagi-pagi buta begini Shareeza sudah berteriak memanggil mamanya yang sedang memasak di dapur.

"Ada apa princess mama? Mama bikinin masakan kesukaan kamu, nih. Ayam kecap. Pasti kamu ngga sabar ya, makannya?" Pandangannya tetap fokus, tak melirik sedikit pun. Huftt.. terlalu sibuk.

"Ihh.." Dengusnya sebal. Sontak, mama kaget ketika mendengar suatu benda terjatuh dari arah meja makan yang letaknya di elakang Alena. Benda yangdi pegangnya, sengaja dijatuhkan gadis yang terlihat periang itu. Tapi sepertinya pernyataan itu tidak berlaku untuk hari ini. Mungkin lebih tepatnya gadis yang malang. Tak peduli akan seperti apa reaksi mama. Yang jelas, mama tak mungkin marah pada princess kesayangannya. Bahkan, tak pernah.

"Iza ngga mau pindah sekolah. TITIK!" Buku-buku yang tersisa dalam genggama, masih dijatuhkan satu persatu. Hingga semua buku itu berserakan di lantai dapur. Masih dengan rasa kesal, Shareeza pun langsung berlari keluar rumah ingin pergi dari rumah ini secepatnya. Tapi nanti balik lagi.

Mama yang sedang sibuk memotong daging ayam, terdengar hentakan kakinya langsung mengejar berlari ke luar rumah. Tapi sayang, anak itu kalah cepat darinya. Pintu rumah terkunci, dan ia harus mengambil kunci yang terletak di atas lemari.

Aku lupa, dalam rencanaku, aku tak memikirkan pintu rumah terkunci atau tidaknya.

Mama langsung menarik anak satu-satunya ke dalam pelukan hangatnya. Pelukan dari seorang mama, membuatnya semakin tenggelam dalam kehangatannya. Tak ada tempat senyaman pelukan mama, bagaimana pun keadaannya. Ahh mama..

"Zaa.." Tangan mama mengusap kepala Shareeza dengan penuh kasih sayang yang tiada tandingannya. Tangan halus itu, membuatnya semakin nyaman dalam pelukannya.

"Kamu harus bisa ngerti, ya. Mama sama papa harus pulang malem setiap hari. Mama takut kamu kenapa-napa. Jadi menurut mama, mungkin lebih baik kamu pindah ke sekolah yang deket biar bisa bareng Marielle.

"Nanti sepulang sekolah, kamu langsung ke rumah Marielle ya, jangan ke mana-mana. Mama udah bilang ke Tante Fifi. Oh iya, Tante Fifi bilang ke mama, katanya kamu anak yang manis dan baik hati." Punggung tangannya mengusap mata Shareeza yang sedikit sembap. Tangannya kembali memeluk lagi lebih erat. Tak ingin putri kesayangannya ditinggal sampai larut malam hanya karena sebuah urusan dunia. Tapi, apalah daya. Semua sudah dipikirkan olehnya matang-matang. Semuanya demi putri tercintanya. Demi Shareeza kah?

•••

"Shar, kita sekelas. Kamu duduk sama Neyza ya, di belakang. Dia belum ada temen duduk soalnya." Mata sembapnya masih menghiasi wajah cantik nan manis ini. Tatapan lurus memperhatikan seseorang yang dimaksud Maudy. Neyza namanya.

"Hei, sini! Lu duduk ama gue ya!" Matanya mengisyaratkan mempersilakan Shareeza duduk disampingnya. Anak semanis ini, duduk sama anak gaul yang begitu? Duuh..rasanya pengen cepet-cepet ke puncak everest terus teriak-teriak ngga jelas.

Gadis berambut pirang itu hanya bisa menanggapi dengan senyuman ketika ada teman yang menyapanya. Hari ini, rambutnya diponi dan dikuncir 2, dan dihiasi jepit rambut berwarna oranye, membuat orang-orang yang melihatnya semakin gemas. Ditambah lagi dengan mata Shareeza yang lentik.

Saat sudah memasuki kelas, bu guru meminta Shareeza -murid baru- maju kedepan dan memperkenalkan diri di hadapan teman-teman baru. Ya. Shareeza, si gadis pemalu, lebih banyak memamerkan senyum ketimbang berbicara. Dia tak terbiasa berbicara dihadapan banyak orang.

"Aku benci hal ini. Sekalipun aku menganggap mereka sebagai patung." Bisiknya pelan pada Maudy.

Setelah memperkenalkan diri, Bu Nasya-wali kelas 6-a- menyuruh anak yang lain memperkenalkan nama mereka. Hingga termasuk,

Biarkan Langit yang TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang