otto

16 3 0
                                        

"Non Udy, ini bibi bawain obatnya." Seperti yang biasa dilakukan Bi Ijah ketika Maudy sakit. Tangannya memegang sebuah nampan yang berisi segelas air hangat dan setablet obat.

"Bi, tolong bikinin minum ya buat mereka. Kesian pada kecapean."

"Udah dibikin ko, non. Tinggal bibi bawa kesini abis non minum obatnya." Maudy mengacungkan jempolnya setuju.

•••

Tak terasa, sang surya semakin memanjat ke langit-langit mengumpat di balik awan yang putih seputih salju, dan selembut kapas. Satu persatu minuman dalam gelas surut telah habis diminum.

"Udah siang nih. Gue balik ya, Dy." Neyza melontarkan kalimatnya memecah keheningan.

"Sejak kapan lu ngomongnya pake kata 'gue'?" Belum sempat Maudy menjawab, Raihan sudah mengalihkan pembicaraan mereka.

"Sejak tadi." Jawabnya singkat.

Maudy tersenyum, lalu menjawab Neyza yang belum sempat tadi terjawab."Makasih ya, udah jenguk kesini."

"Cepet sembuh ya, Dy." Raihan ikut bicara. Tangan kanannya dikepalkan seakan memberi semangat pada Maudy agar cepat sembuh. Yang lain memandang Maudy, seakan ikut memberinya semangat. Bibir Maudy melebar kembali merasa bahagia memiliki teman-teman yang perhatian pada dirinya. Tapi tidak dengan Shareeza. Ia merasa kesepian. Kesepian yang terus menemaninya setiap hari.

Melihat perubahan ekspresi Shareeza yang tiba-tiba berubah, Maudy merasa tak enak. Merasa dirinya telah melukai hati sahabatnya sendiri."Shar, lo kenapa sedih? Lo cembu-"

"Lahh kenapa ngomongnya jadi pada lo gue gini? Gue juga ahhh." Potong Raihan tersadar telah bersalah. Seharusnya ia jangan terlalu memberi perhatian pada Maudy yang hanya sakit biasa. Seharusnya ia memberi semangat pada gadis manis sahabatnya, yang memiliki luka batin setiap harinya. Ia telah salah.

"Ribet lo, iri aja. Gue balik yaa. Daah."

"Gua juga pulang ya."

Begitu seterusnya. Hingga yang tersisa dalam ruangan berukuran 3x4 meter itu hanya Maudy, Shareeza dan Raihan.

"Ngga pulang juga, Raf?" Tanya Maudy heran. Shareeza masih diam tak berkutik. Perasaannya masih tidak karuan. Ia ingin sendiri sekarang. Sendiri saja.

"Lo ngusir gue? Yaudah gue balik. Yuk, Shar!" Ucapnya asal membawa-bawa nama Shareeza. Yang disebut namanya langsung mengerutkan keningnya, heran. Awalnya Shareeza berpikiran mungkin hanya salah dengar. Tapi ketika ia melihat wajah Raihan yang sedang memperhatikannya, ia jadi yakin dan salah tingkah. Kepalanya menunduk menahan malu.

"Lo kenapa senyum sendiri, Shar? Baru juga diajak pulang. Gimana kalau diajak jadian? Ck." Dari nada bicaranya Maudy, terdengar ada rasa tak suka. Shareeza mengambil napas dalam-dalam menetralkan kembali perasaannya yang telah bercampur aduk antara nelangsa dan bahagia.

"Ngga mau pulang? Yaudah gue duluan ya, bye-." Tatapan Raihan masih menuju pada iris mata hitam milik Shareeza. Shareeza semakin gelagapan dibuatnya. Rafly hanya mengucapkannya pada Shareeza saja, tidak pada Maudy. "-Kalian" atau tidak. Shareeza terlalu salah tingkah dibuatnya.

Tanpa berkata-kata lagi, Raihan meninggalkan kamar dan tentu juga meninggalkan rumah Maudy. Shareeza hanya bisa menatap punggung Raihan sebelum benar-benar lenyap dari pandangan.

"Lo suka Raihan?" Tanya Maudy to the point menyadarkan Shareeza. Shareeza terkaku. Bagaimana bisa ia menjawab pertanyaan Maudy. Sedangkan dirinya saja tidak tahu perasaan apa yang dimilikinya untuk Raihan. Entah itu sebatas teman, atau sahabat, atau mungkin lebih dari itu.

Biarkan Langit yang TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang