Mentari mulai mengintip di sela-sela pepohonan yang lebat daunnya. Burung-burung mulai bernyanyi dengan suaranya yang merdu terdengar. Bunga-bunga beraneka warna ikut meramaikan suasana. Batang dan daunnya bergoyang-goyang mengiringi musik indah yang dipadu dengan angin pagi yang menyejukkan. Terasa sejuk hingga ke hembusan paling dalam. Tapi tidak bag Shareeza. Menurutnya, kesejukan datang bukan dari suasana. Tapi dari hati yang mengerti segala perasaan.
Kian hari, Shareeza makin malas bersekolah. Bertemu teman baru dan guru baru yang tidak banyak dikenalnya. Serasa menjadi makhluk terasing di sekolah barunya.
Seperti biasanya, Shareeza menguncir rambut panjang menjadi dikuncir dua dan memakai jepitan pink di poni sebelah kanan. Hari ini, dirinya merasa bagai monster cantik yang akan menjelma di sekolah. Berjalan seorang diri, tanpa ada hiasan secuilpun senyuman di wajah. Tapi dihiasi dengan mata yang sembap dan hidung yang memerah. Rasanya ia tak ingin melanjutkan sekolah. Well, maksudnya untuk hari ini. Setidaknya, bolos 1 hari tidak akan mempengaruhi nilai. Kalaupun iya, tak perlu dipedulikan. So, perlukah bersekolah hari ini?
Ohh lupakan. Lupakan. Sampai kapan, hal ini terjadi padaku?. Aku harus semangat. Lupakan segala yang terjadi.
"Aku berangkat." Ucapnya ketus dan singkat. Mama yang tadinya ngin menghampiri, mengurungkan niatnya. Sepertinya ia berpikir, akan lebih baik jika dibicarakan pada waktu yang tepat.
Mama ngeselin. Masa setiap hari aku harus nungguin di rumah Maudy sampai mama pulang? Yang benar saja. Mama bilang, mama sama papa sayang aku. Tapi buktinya, mereka tega ngga mau bagi waktu sama anaknya sendiri. Huhh.. Harus sampai kapan aku mengoceh sendiri seperti ini? Ayolah Shar..kamu kuat. Ini cuma masalah keciil.
"Shar! Udah siap? Ayo, berangkat!" Ternyata Maudy sejak tadi berdiri menunggu. Ia langsung melambaikan tangan dari teras rumahnya. Shareeza hanya menatapnya tak menjawab. Maudy yang mengetahui permasalahan yang dihadapi Shateeza, hanya terdiam. Padahal tadinya Shareeza ingin berangkat sendiri saja tanpa siapapun. Hanya sendiri. Tapi yasudahlah, sudah terlanjur. Bukan, dia bukan tidak suka dengan Maudy. Tapi hanya ingin sendiri untuk saat ini. Meskipun Maudy dengan senang hati akan menemani setiap hari, tapi tetap baginya tak ada yang mengalahkan kegembiraan jika seharian bersama kedua orang tua tercintanya-tidak untuk saat ini.
Keduanya saling terdiam di sepanjang jalan. Tak ada yang memulai pembicaan terlebih dahulu. Apakah Maudy mengerti keinginan seseorang yang berada disampingnya saat ini?
Hanya derap langkah yang dapat terdengar. Saling bersahutan antara satu kaki dengan kaki yang lain. Kaki yang diselimuti sepatu hitam talinya.
"Aku minta maaf." Suara yang tiba-tiba muncul saat mulai memasuki gerbang sekolah. Wait, suara yang familiar bagi Shareeza terdengar kembali. Itukah?
Dengan sigap, Shareeza langsung membalikkan tubuh. Dilihatnya, seseorang sedang menundukkan wajahnya. Oh, Rafly yang malang. Maafkan, sayangnya Shareeza harus menghindar dari mulai saat ini.
•••
"Dy..hari ini pulang bareng ya, aku tunggu kamu sampai selesai."
Berbeda dengan hari sebelumnya. Hari ini, dari pagi hingga sepulang sekolah, tak hentinya menampakkan wajah murung dan tak bersemangat. Seperti bukan Shareeza yang sebenernya. Ada kalanya, ia merasa bosan memamerkan wajah ceria setiap harinya.
Maudy yang mengerti perasan teman akrabnya, mengangguk mengerti. Meskipun awalnya ia menolak karena khawatir jika Shareeza akan menunggunya terlalu lama.
"Aku cuma kumpul bentar, kok." Ucapnya ketika akan beranjak dari tempat duduknya yang sedang asik meminum es jeruk miliknya. Padahal sebenarnya ia tidak tahu akan kumpul sebentar ataukah lama.
Mata Shareeza hanya fokus tertuju memperhatikan es yang ada di dalamnya. Semakin lama, es nya semakin menghilang. Menghilang, menyatu, menjadi air yang mencair tak berbentuk.
"Hai, lagi ngapain?"
Dia lagi?. Tiba-tiba datang mengagetkan. Membuat lamunan Shareeza buyar seketika itu juga. Ia megerlingkan bola matanya yang hitam pekat, memberi isyarat padanya-jangan mendekati dirinya. Tapi sayang, dia tidak mengerti. Justru malah semakin mendekat dan tak hentinya berkata maaf. Shareeza hanya diam membisu. Perlukah ia mengatakan padanya bahwa tidak bisa berteman lagi dengannya? Menurutnya itu terlalu tega, tidak menjaga perasaan orang lain. Cukup hati miliknya saja yang hancur berkeping-keping tak terbentuk.
Diperhatikannya, wajah Rafly semakin memelas. Mungkin ia berpikiran, Shareeza akan merasa iba padanya lama kelamaan. Tapi, gadis malang itu harus bertekad pada rencana yang telah dibuatnya. Diantaranya, jangan bermain dengan Rafly. Hahaa..konyol sekali kedengarannya.
Sesuai dengan keinginannya, menjauh dari Rafly, tanpa basa-basi Shareeza langsung pergi meninggalkan teman-temannya menuju taman sekolah. Ia tahu yang dilakukannya adalah salah. Ia sama saja menjatuhkan harga diri Rafly di depan teman-temannya.
Teman-teman yang lain menatap heran dengan sikap mereka berdua -Shareeza dan Rafly- . Neyza yang tadinya ingin mencegah Shareeza pergi, dilarang oleh Maudy. Mungkin Maudy tahu Shareeza sedang ingin sendiri saat ini.
"Raf, lu apain si Iza? Ko dia langsung kabur gitu kaya abis ngeliat setan?" Tanya Neyza blak-blakan.
"Liat setan?"
"Iyaa. Lu SETANNYA."
"Ngga boleh gitu, Ney. Kitakan ngga tau apa penyebabnya." Maudy menasihati Neyza yang terlihat sudah kesal. "Emang nya kalian kenapa, Raf?" Tanyanya beralih pada Rafly yang ikutan duduk nimbrung bersama mereka.
"Jadi, waktu itu kan gua ketemu dia lagi jalan. Terus gua ajak dia main ke taman. Nah pas pulangnya, mamanya dia marah-marah ngelarang gua main sama Shareeza. Gua kira Shareeza ngga akan nurutin mamanya. Tapi ternyata dia nurut. Buktinya dia langsung ngehindar gitu." Rafly menjelaskan panjang lebar.
"Curhat, pak?" Ledek Neyza.
"Tadi lu nanyain ke gua kenapa. Ngeselin emang." Rafly makin kesal dibuatnya. Ia langsung bangkit dari duduknya hendak meninggalkan Maudy dan Neyza.
"Eh tunggu, Raf! Ntar aku tanya deh Shareeza biar lebih jelas..Lagian dia masih polos anaknya jadi wajar aja kalau dia sifatnya gitu." Ujar Maudy sebelum Rafly benar-benar pergi. Rafly mengacungkan jempolnya pertanda setuju.

KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Langit yang Tau
Novela JuvenilMemiliki sahabat yang sudah sangat erat layaknya lem dan kertas, sangat sulit dipisahkan. Begitu juga dengan yang dirasakan Shareeza dan Rafly. Kedua nya sangat dekat, sedekat nadi. Saling melukiskan warna indah pelangi di hati. Pelangi yang memilik...