sei

20 4 0
                                        

Lupakan. Lupakan. Lupakan.

Pagi ini terlihat cerah. Mentari semakin melayang di angkasa. Embun pagi kian menghilang dari dedaunan yang ada. Hari ini hari Minggu. Hari yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga. Tersenyum dan tertawa bersama, bercanda ria. Bercerita banyak tentang semua pengalaman anaknya selama di sekolah.

Tapiii, mengapa aku tidak?
Mengapa disaat semua anak bahagia bersama orang tuanya, aku tidak?
Mengapa disaat semua anak bisa merasakan bahagianya bersama orang tua, aku tidak?

Aku rindu sosok orang tuaku yang dulu. Aku rindu suara mama bercerita sebelum aku tidur. Aku rindu tertawa bersama papa membahas hal-hal yang lucu diceritakan.

Aku rindu yang dulu. Aku tak ingin hanya bisa berjumpa dengan mereka disaat sarapan pagi saja.

Sesibuk apakah mereka, sampai teganya meninggalkan putri semata wayangnya hanya karna ingin mengejar dunia?

Hmm tapi untunglah, aku memiliki sahabat yang baik-baik, yang mengerti tentantangku, diriku, meski tak sepenuhnya. Tapi setidaknya, mereka selalu ada disaat aku bahagia dan juga disaat aku sedih.

Mereka selalu ada, tak pernah tega meninggalkan aku sekalipun. Never gone in my life, it means never gone in my heart.

"Heh.. bengong ajaa. Lu kenapa sih?" Neyza menyenggol bahu Shareeza membuyarkan lamunan. "Mikirin aku ya? Ngga usah sampe ngelamun gitu kaleee.."

"Dasar g-r!!" Jawabnya asal. Teman-teman yang lain, ikut menyoraki. Taman Safara pun menjadi ramai hanya berawal dari masalah sepele.

Shareeza hanya ikut tersenyum, tak mau ikutan. Rasanya ia kesepian tanpa ada Maudy hari ini. Hari ini dia belum kerumah Maudy karena dari rumahnya ia langsung ke taman Safara berkumpul dengan teman yang lainnya. Sejujurnya ia tidak tau mengapa dia tidak ikut lari pagi hari ini. Padahal kemaren dia sudah berjanji. Tapii dia tak datang hingga detik ini.

Kriiiiing... Kriiiing...

Hp Shareeza berdering, ada telpon yang masuk. Pasti Maudy. Benar saja, saat ia melihat layar handphone, terpampang nama Maudy disana. Dengan segera, diangkatnya panggilan tersebut dan menjawab salam dari si penelepon.

*percakapan di telepon

Maudy : Shar, maaf ya aku ngga kesana. Aku lagi sakit, jadi ngga bisa kemana-mana.

Shareeza : Yaa, ngga apa-apa. Cepet sembuh yaa sahabat ku. Nanti aku jenguk kamu yaa. Muachh..

Maudy : Thankss. Ngga ngejenguk aku juga, kamu bakal dateng ke rumah. Hahahaa

Shareeza : Yayayaa..ote daah

Maudy : otey udaa.. jan lupa pulangnya bawa oleh-oleh yakk

Shareeza : Huhh.. dasar tuan putri. Siap dehh

Shareeza langsung mematikan ponselnya dan segera melanjutkan lari paginya. Padahal tadi hanya menelepon sebentar dengan Maudy tapi sekarang sudah tertinggal jauh dari teman-temannya yang sudah beberapa meter berlari di depannya.

Ini benar-benar lari pagi. Biasanya, ketika sedang lari pagi, aku hanya sekedar berjalan santai saja. Tapi, mereka benar-benar berlari. Aku ditinggal sendiri pula lagi.

"Izaaa...lu lama banget sihh jalannyaa!!" Tampak diujung nun jauh deket sungai di seberang, Raihan berteriak seakan tak menyadari teman-teman yang lainnya menutup telinga kanan dan kirinya. Teman-teman yang lain tidak merespon apa-apa atas keleletannya Shareeza. Mereka hanya melampiaskan wajah kesalnya.

Shareeza semakin mempercepat jalannya menyusul yang lain.

"Sorry ya, tadi Maudy nelpon aku."

"Terus?" Yang lain kompak bertanya.

"Dia sakit katanya. Ntar kayanya pulang lari pagi aku langsung kerumahnya deh, mau jenguk"

"Lu mah ngga niat mau jenguk juga bakal kesana." Gita yang sedari tadi melihat derik air sungai ikut bicara.

"Kan yang penting niatnya, Gigit. Lu mah gimana sih, gua gigit nih nanti." Neyza membela Shareeza tak setuju dengan Gita.

Gita yang tak terima namanya diledek Gigit mencubit lengan Neyza sedikit kencang.

"Awwww. Kok jadi nyubit gua, sih?"

"Nama gua Gita. Bukan Gigit! Neja, Neja, gitu aja ngga bisa ngeja. Ngga sekolah sih." Gita semakin kesal.

"Sembarangan lu ngomong. Enak ajaa.." Neyza makin kesal.

"Ihhh kalian udaah napaa." Raihan melerai keduanya.

"Risih tau liatnya," Ucap Shareeza dingin dengan tatapan yang datar.

Semuanya langsung memperhatikan Shareeza. Mereka sadar ada yang sedang tidak beres dengan Shareeza. Tapi mereka hanya terdiam tak ingin bertanya. Karena mau seribu kali pun mereka bertanya, Shareeza ngga pernah dan ngga akan pernah menjawabnya, mencurahkan semua isi hatinya, kecuali pada Maudy. Sahabat baiknya yang selalu ada untuknya. Bahkan ia merasa lebih betah bersama keluarga Maudy ketimbang keluarganya sendiri.

Biarkan Langit yang TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang