"Udahlah bi, biarin aja. Ngga usah ngurusin anak orang." Maudy jengkel. Tangannya menyuap sesuap es buah ke dalam mulutnya. Ia bahkan tidak sadar buah apa yang telah dimasukkan ke dalan mulutnya. Pikirannya terus melayang-layang.bertanya pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia dan sahabatnya menyukai orang yang sama. Dan yang lebih tidak disukainya bahwa sahabatnya itu tak suka jika dirinya dekat dengan Raihan.
Bi Ijah masih saja tetap mencari tetangganya yang dititipkan orang tuanya. Merasa menyerah, iya mendudukkan dirinya di meja makan berhadapan dengan Maudy.
"Non, bibi takut kalau Iza ilang. Kalau ntar bibi dilaporin ke polisi gimana? Aduh Non, bibi takut. "
"Slow aja kali bi, paling dia balik ke rumahnya." Jawab Maudy asal dengan bernada santai. Mendengar perkiraan Maudy, Bi Ijah buru - buru bangkit dari duduknya dan langsung menuju rumah Iza. Dilihatnya, pagarnya tertutup, juga pintunya.
Meskipun dirinya merasa tak yakin, tapi tak ada salahnya mencoba untuk memencet bel yang ada di tembok samping pagarnya.
Tiing noong..
Tiing noong..
Tiing noong..Sudah tiga kali bel rumahnya dipencet. Namun tak kunjung ada jawaban dari orang yang diharapkan kehadirannya. Ahh sudahlah, mungkin Non Udy benar ngga usah peduli. Lagian hilangnya Iza bukan salahku. Tugasku kan bukan untuk menjadi body guard nya, begitu pikirnya.
Tin tiin..
Suara klakson mobil tante fifi bersama suaminya terdengar nyaring di luar. Bibi segera membukakan pagar lebar-lebar. Berat memang. Tapi hal ini sudah termasuk dalam satu paket kerjanya yang akan dibayar setiap bulannya.
"Momss... cepet banget udah pulang?" Maudy berlari gembira menghampiri mamanya. Dua kebahagiaan yang berlipat. Pertama, mamanya sudah pulang lebih cepat dari biasanya. Kedua, tentu saja ia merasa bahagia karena Shareeza tak ada dirumahnya. Jadi, perhatian mamanya hanya untuk anaknya saja, bukan kepada orang lain. Sejujurnya, Maudy merasa tersaingi dengan Shareeza dalam banyak hal. Apalagi dengan kecantikannya. Padahal lebih cantikan dirinya ketimbang Shareeza.
Mama memeluk anaknya dengan erat, sambil tersenyum bahagia. Tak selang lama kemudian, mamanya merasa heran Shareeza belum muncul juga. Biasanya yang akan menyambut kedatangannya gadis kecil itu berdua. Tidak hanya anaknya sendiri. "Iza mana? Tumben ngga nyamperin mama kaya biasanya."
Maudy dan Bi Ijah terdiam saling pandang. Mereka tak tahu harus jawab apa pada mama. Lalu Maudy mengedikkan matanya, seakan ia memiliki ide untuk menjawabnya. Bi Ijah hanya menggangguk perlahan mengerti.
"Ko pada diem?" Tanya mamanya sebelum Maudy menjawab.
"Ooh itu tadi, anu, Iza keluar dari rumah udah bosen katanya disini."
"Bosen? Sekarang dia dimana?" Terdengar ada segelintir kekhawatiran dalam suara mamanya. Maudy makin tak suka mendengarnya.
"Ngga tau deh, tanya aja sama mama." Maudy langsung meninggalkan Fifi yang kelihatannya sedang berpikir. Siapa juga yang peduli dengan gadis malang itu.
______________________
A/NAhh fix ini part terpendek. Bingung harus nulis apa 😭. Jadi cuma bisa seadanya huhuuuu😂.
Tapi tetep ngikutin alur yang aku buat ko. Please comments nyaaa, saran kek atau apaa 😭.Btw, aku mau curhat nih #aseeek.
Aku ngantuk banget sumpah, baru tidur bentar. Mau tidur lagi abis sahur takut gempa bumi lagi. Kaliaan ada yang rasain jugaa ngga?Maaf yaa aku gaje, efek gabut hahaa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Langit yang Tau
Teen FictionMemiliki sahabat yang sudah sangat erat layaknya lem dan kertas, sangat sulit dipisahkan. Begitu juga dengan yang dirasakan Shareeza dan Rafly. Kedua nya sangat dekat, sedekat nadi. Saling melukiskan warna indah pelangi di hati. Pelangi yang memilik...