(9) Tangisan Ketiga.

347 16 0
                                    

Sudah lima hari, sejak pertemuan terakhir mereka, Sabrina tidak lagi melihat keberadaan roy, tidak di kelas nya, tidak diperpustakaan dan juga dikantin sekolahnya.
Sebenarnya itu hal yang wajar dan harusnya melegakan hati Sabrina.

Wajar, jika mereka tidak bertemu karena memang kenyataannya sabrina dan roy tidak berada di satu sekolah. Dan Sabrina baru ingat bahwa selama ini roy lah yang selalu datang kepadanya, namun hanya untuk mengganggunya.

Lega? Ya, itu masalahnya, bukannya merasa lega, Sabrina justru merasakan yang sebaliknya, dia merasa khawatir karena tidak lagi melihat pria itu. Entahlah, dia merasa bahwa ada yang hilang dari dirinya. Tidak hanya sekali, namun setiap dia merasa menyesali keputusannya, dia selalu menyemangati dan meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa keputusan yang diambilnya memang sudah benar. Tetapi semua orang pun tahu, hati tidak dapat dibohongi.

Belum lagi Sadiah dan fatimah selalu mengatakan hal-hal yang membuat Sabrina, tidak bisa tidur selama lima hari ini. Jadi, saat sabrina menceritakannya pada kedua temannya itu, mereka bukannya membantu menyelesaikan masalah, mereka malah mengatakan sesuatu hal yang tidak masuk akal menurut Sabrina,

"Sumpah? ini gak wajar banget rin! Lo nyuruh roy untuk menjauh dan ternyata dia menjauh beneran? Gua yakin dia punya perasaan lebih ke elo, " kata sadiah saat itu,

"Bener kata sadiah rin, itu bukan roy banget! Kalo emang dia dari awal cuma niatnya gangguin lo aja, dia gak akan berhenti cuma karena lo memohon kaya gitu ke dia, pasti dia bakal tetep ganggu lo! Dia itu badboy banget sumpah!" tambah fatimah dengan yang memasang wajah serius saat itu,

"Roy suka sama lo Sabrina!" dan ini adalah kata-kata yang sangat sensitif? buat Sabrina, dan membuat sabrina menjadi dilema? Ditambah lagi, ucapan terakhir dari sadiah,

"liat aja rin, dia pasti balik deketin lo lagi! Gak semudah itu untuk roy ngelepasin cewek yang dia suka. Dan tinggal di elonya aja, lo nganggep itu keburuntangan atau malah bencana?"

-

Saat ini Sabrina berada dikamarnya, lebih tepatnya berbaring dikasur, juga ponsel yang ada di genggamannya tidak pernah lepas dari perhatiannya, dia beberapa kali menimbang-nimbang, haruskah dia melawan gengsinya lalu menghubungi roy? Sabrina ingin sekali menanyakan perihal yang dikatakan oleh sadiah dan fatimah kepadanya,

"Aku bingung yaallah.. "
"Engkau sangat melarang pacaran, tapi kenapa sekarang aku harus merasakan perasaan ini? Aku bener-bener bingung yaallah.." keluh sabrina pada dirinya sendiri dan juga Tuhan nya.

Tanpa di sengaja sabrina menghubungi roy melalui ponselnya. Sabrina sedang melamun dan ponselnya yang masih berada digenggaman tangan nya dia mainkan dengan diputar-putarkan dan jarinya tak sengaja menekan memanggil nomor roy.

Bodohnya lagi, sabrina baru sadar saat panggilannya sudah memasuki detik ke tiga, lalu sabrina cepat-cepat membatalkannya dan merutuki kebodohannya.

Kini, waktu sudah berlalu selama satu jam, tetapi ponsel milik sabrina tidak terlihat ada sebuah notifikasi apapun, padahal dia yakin roy pasti sudah tau kalau sabrina tadi menelfonnya, namun biasanya roy akan langsung menghubunginya kembali tetapi sekarang ini tidak, sabrina tidak tau kenapa dia merasa kecewa?
Lagi-lagi sabrina meyakinkan dirinya kembali.

--

Minggu pagi kali ini, sabrina bersama sadiah dan fatimah, tidak lagi menikmatinya dengan lari pagi. Mereka sepakat untuk mengerjakan tugas kelompok mereka di kafe dekat rumah sabrina, karena sabrina bilang mereka pasti akan susah mendapat izin dari abinya, kalau mereka tak memakai alasan berkumpul disana. Jam 9 a.m. mereka sudah berkumpul dan duduk diposisinya masing-masing.

"Udah ah gue capek.. Lanjut besok aja ya, lagian masih minggu depan kan dikumpulnya," sadiah baru saja menyelesaikan rangkumannya, namun belum ada separuhnya yang dia tulis, dia memilih berhenti,

"Iya nih.. Gue juga udah capek banget deh, harus nyari 100 pertanyaan gini, gak jelas banget sih ih, disuruh buat pertanyaan sendiri, disuruh cari jawabannya sendiri! Perih ah mata gue liat layar ponsel mulu gini!" kali ini fatimah yang bergantian mengeluh,

"Lagian kamu sih, aku udah bilang lebih enak nyari dibuku dari pada searching gitu, emang sih praktis, tapi sayang ilmunya cuma selewatan aja!, " kata sabrina menasihati,

"Iya deh ustadzah, aku mah apa atuh, cuma bisa nurut aja," mereka saling tertawa, apalagi sejak sadiah dan fatimah saling berlempar lelucon, disini sabrina merasakan bahwa dia mendapat kebahagiaan yang berbeda dengan yang dia dapat dari teman-teman lamanya.

Lalu tak jauh dari tempat mereka, mata fatimah tidak sengaja menangkap sesuatu, maksudnya dia melihat seorang yang mungkin dia kenal?

"eh itu bukannya roy ya?" kata fatimah reflek, matanya pun mengarah pada objek yang di bicara kan, sabrina dan sadiahpun jadi berhenti tertawa lalu mengikuti kemana mata fatimah melihat,

"iya itu mah roy lagi sama gengnya!" sadiah berseru, sabrina belum mengeluarkan suara, matanya masih terus mengamati pria itu.

Dan sesuatu hal yang anehpun terjadi. Hatinya terasa seperti ditusuk-tusuk dengan jarum kecil namun sakitnya bukan main, matanya panas sekali tak tahan ingin menangis. Tentu saja aneh, kenapa dia merasakan sakit ini? Hanya karena ada seorang wanita duduk disamping roy, dan bergelayut manja ditangan pria itu.

"Apa hak aku untuk marah?"

"semuanya, aku mau ke kamar kecil dulu ya," izin Sabrina dan tanpa mau menunggu jawaban dari kedua temannya, sabrina langsung melenggang pergi,

Sadiah dan fatimah hanya diam melihat kepergian temannya itu ke toilet, mereka paham bagaimana keadaan sabrina sekarang. Mereka tahu betul perasaan sabrina tanpa harus lagi bertanya.

Saat sampai di kamar kecil, sabrina langsung mengeluarkan apa yang ia tahan dari tadi. Dia tidak mengerti kenapa sesakit ini. rasanya, walau ia menangis sehari semalam pun tak akan cukup.
Sabrina menangis sesenggukan namun dia menahan suaranya agar tak keluar, sabrina merutuki dirinya sendiri, merasa sangat bodoh sekali. Kenapa dia bisa menangisi seorang lelaki? Lelaki yang bahkan dia benci? Laki-laki itu bahkan bukan siapa-siapanya, dan untuk kesekian kalinya sabrina merasa malu dengan sikapnya kali ini. Allah pasti akan menghukum sabrina karena perasaan yang tak seharusnya dia rasakan.

Ingin sekali sabrina berhenti menangis lalu keluar dari kamar kecil ini dan menghampiri kedua temannya itu kembali, lalu bersikap biasa saja tanpa memperdulikan segerombolan orang yang berada tak jauh dari tempat mereka. Dia ingin pura-pura tak melihatnya,

Tetapi nyatanya sabrina tak bisa. Dia tidak bisa melupakan sakit dihati nya yang membuat tangisnya tak juga berhenti.

--

Cewek AgamisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang