-Tiga-

24.9K 1.4K 28
                                    

"Harris!"

Arumi berteriak saat Harris hendak menaiki anak tangga. Dengan terlihat agak malas, Harris membalikkan tubuhnya untuk menghadap Arumi yang sudah tampak terlihat rapi seperti hendak bepergian.

"Ada apa, Ma?" Harris mengernyit. "Mama mau kemana sore-sore begini?"

Arumi tersenyum lebar, terlihat ceria. "Mama mau ke butik Khanza, mau lihat rancangan gaun pernikahan Anne."

"Oh."

Arumi berjalan ke arah Harris kemudian mengamit lengan kanan Harris. "Kalau begitu ayo," ajaknya.

"Kok Mama ajak Harris?"

"Ya karena di sini cuma kamu yang lagi nganggur. Pak Mudin lagi jemput Alana, kan mobil Alana lagi di bengkel."

"Papa?"

"Papa kamu kan lagi ke rumah Pak Sasno, ada rapat untuk pemilihan ketua RW baru."

Harris meringis tertahan, sebelah tangannya ia gunakan untuk mengusap tengkuknya. "Harris kan baru pulang, Ma. Tunggu Pak Mudin aja deh," usulnya.

"Pak Mudin baru berangkat dua menit yang lalu. Bisa-bisa Mama berangkat habis maghrib dong, males ah."

"Tapi Ma.."

"Kenapa sih? Cuma sebentar ini kan, Mama juga nggak bakal sampai lima jam di sana. Kalau Mama bisa nyetir sih Mama pasti udah berangkat dari tadi."

"Kalau gitu tunggu Papa pulang aja, paling sebentar lagi." Harris kembali memberi usul.

Arumi berdecak kesal. "Ya udah kalau gitu, sini kunci mobil kamu biar Mama nyetir sekaligus belajar. Tapi kalau ada apa-apa sama mobil kamu jangan salahin Mama."

"Mama.."

"Ya Mama sih nggak bakal nabrak orang, paling nabrak pohon atau pembatas jalan. Dan paling bemper mobil kamu doang yang hancur."

Mata Harris terbelalak sempurna, membayangkan BMW kesayangannya hancur karena ulah Ibunya. Kalau sudah begini keadaannya, lagi-lagi Harris tidak bisa menolak.

"Ya udah, Harris antar."

Senyum penuh arti tersungging di bibir Arumi. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk mempertemukan kembali Harris dan Khanza atau Harris dan Bilal. Rasanya hati Arumi berbunga-bunga jika nanti melihat ekspresi Bilal saat di pertemukan kembali dengan Om Ganteng-nya.

"Kalau begitu ayo kita berangkat."

¤¤¤

"Mbak!"

Khanza dan Mulan terkesiap bersamaan ketika suara pintu terbuka kencang dan teriakan seseorang menggema di ruangan Khanza. Mata Khanza dan Mulan menyipit, memperhatikan seorang perempuan muda yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil membawa sebuah dus kotak berukuran besar.

"Lho, Mbak Sarra?" Khanza berdiri dari duduknya seraya berjalan mendekat ke arah perempuan bernama Sarra itu.

Bruuk..!

"Ini lho Mbak, masa gaun pengantin adik saya sobek sih? Mbak gimana sih, kok nggak di lihat lagi sewaktu mau di kasih ke saya?"

Sarra melempar kotak itu ke arah meja Khanza. Wajah Sarra merah padam menandakan emosi yang sedang melandanya.

"Tapi Mbak, saya sama pegawai saya sudah cek terlebih dahulu sebelum memberikannya. Bukannya tempo hari Mbak Sarra juga sudah memeriksanya?"

Sarra melotot ke arah Khanza. "Eh Mbak! Emangnya saya lihat semua sudut gaun itu? Bilang aja kalau Mbak nggak mau ganti rugi. Denger ya Mbak, Mama saya jadi marah gara-gara saya salah pilih butik."

Istri Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang