PC 2

4.3K 98 6
                                    

"Lo kerja dimana sekarang Ta?" tanya Sellysa sambil mencolek saus di kentang gorengnya. Tania mengalihkan pandangannya pada Sellysa.

"Biasalah, gue disuruh nerusin kerjaan bokap, karna gue anak satu-satunya." ujar Tania malas.

"Ohhh gitu, kenapa dari awal lo ga ambil bisnis manajemen aja Ta?" tanya Sellysa lagi.

Tania medengus "Ogah banget dah, lo kan tau sendiri gue ga suka bisnis. Tapi bokap gue aja yang ngeselin" Sellysa tertawa mendengarnya.

Sebenarnya ia sudah tau kalo Tania pasti meneruskan pekerjaan ayahnya yang menjadi direktur di perusahaan kakeknya. Karena Tania anak satu-satunya ia harus merelakan cita-citanya menjadi psikiater demi orang tuanya dengan satu syarat, dia harus tetap masuk jurusan psikologi agar setidaknya dia tau tentang ilmu psikologi.

"Lo sendiri udah dapet kerjaan Sa?" tanya Tania sambil mengunyah kentang gorengnya.

Sellysa menghela napas "Belum Ta, gue bingung nih. Gue butuh penghasilan padahal" ujar Sellysa sambil mengaduk minumannya malas.

"Yehh elo si dibilanginnya susah, kan gue udah nawarin pake duit gue aja dulu sambil lo nyari kerjaan"

"Gue ga mau Ta, gue ga mau utang gue tambah banyak ke lo"

Tania melempar kentang goreng ke kepala Sellysa "Yehhh siapa yang bilang lo punya utang sama gue pe'a."

Sellysa meringis, dan membersihkan rambutnya "Gue tau lo ikhlas Ta, gue minta apaan aja juga lo kasih, tapi gue ga bisa selamanya minta-minta ke lo kan? Nanti orang kira gue hanya memanfaatkan lo."

Tania berdecak kesal "Susah banget lo Sa, yaudah terus gue harus bantu gimana?"

"Mending lo bantuin gue cari kerjaan aja deh Ta."

Tania berpikir sejenak, lalu dia mengingat sesuatu. Ia tersenyum gembira "Oh iya gue inget! Temennya nyokap gue lagi kena musibah, lebih tepatnya sih anaknya. Jadi ceritanya dia itu ditinggal pacarnya. Udah 6 bulan dia ga keluar dari kamar! Bisa lo bayangin Sa? 6 bulan?!"

Sellysa mulai mendengarkan ceritanya Tania yang bersungut-sungut itu.

"Katanya sih udah ada 8 orang psikolog yg berusaha nenangin dia, tapi semuanya pada nyerah. Bahkan Tante Anya dan Om Dika pun sampe bikin pengumuman bakalan ngasih apapun semampu mereka asalkan siapapun orang itu bisa nenangin anaknya" lanjut Tania.

"Loh emang kenapa pada ga kuat? Bukannya itu kerjaan psikolog ya ngadepin orang depresi dan memberi konsultasi?" tanya Sellysa bingung.

"Yaampun Sa, manusia punya kesabaran yang ada batasnya kali. Katanya si anaknya kaya orang gila gitu, dia ngelempar apa aja yg ada dideketnya buat orang yang nyamperin dia. Orang ke-8 aja dilempar gunting sama dia sampe pelipisnya berdarah, untung ga bocor" ujar Tania kesal.

Sellysa berpikir sejenak, "Terus gimana caranya dia makan? Emang dia ga laper ngurung diri di kamar selama 6 bulan tanpa makan?" tanya Sellysa dengan wajah polosnya.

Tania mengernyitkan keningnya "Kata nyokap gue si, mungkin dia teriak minta makan, terus dibawain sama pembantunya lewat jendela. Gue juga gak ngerti deh tuh" katanya sambil mencolek kentang gorengnya dengan saus.

"Ohhh gitu, terus orangtuanya tau gak kenapa dia jadi gitu?" tanya Sellysa lagi.

Tania memutar bola matanya malas "Nanya mulu lu, dasar psikolog! Ya gue mana tau lah. Mending lo langsung tanya aja deh ke orangtuanya. Ayo gue anterin ke rumahnya" tanpa meminta persetujuan Sellysa, Tania menyeret tangan Sellysa ke parkiran tempat mobilnya berada dan melajukannya ke kediaman Mahardika.

"Assalamu'alaikum" sapa Tania setelah memencet bel rumahnya.

"Wa'alaikumussalam" sahut seseorang dari dalam.

PSIKOLOG CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang