PC 12

818 35 0
                                    

Fara menatap dirinya di cermin dengan seksama. "Kok gue jadi kayak gini ya?" ia memegang rambutnya yang pendek dan tersenyum miris. "Mas Feri pasti bakalan marah kalo lihat ini." ia mengusap wajahnya dan menuju kasur kesayangannya itu.

Gadis itu, oh bukan, apa pantas ia masih dibilang gadis? Maaf author terkadang lupa hehe.. Wanita itu duduk di sisi kasur dan mengambil handphonenya yang tergeletak disana.

Ia membuka aplikasi Instagram dan mencari sesuatu disana.

Alva Mahardika. Sellysa Anastasya.

Ia membuat dua akun Instagram, tentu saja untuk memfollow dan pura-pura berteman dengan pasangan yang dibencinya itu.

Ia membaca akun palsu tentang dirinya lagi, Alva Mahardika. Hah.. Kenapa dia menamakan dirinya sebagai laki-laki? Ini pasti karena mereka mengira dia itu cowok dan berpacaran dengan Sellysa.

Dia tertawa sendiri memikirkannya. Biarlah, lagipula itu memang namanya kan. Dan kata Sellysa pun namanya itu ambigu.

"Woyy, bengong aja. Nih makan" Sellysa datang menghampiri Fara membawa pudding yang baru dia buat.

Fara menerimanya tanpa berkomentar apapun. Sellysa melihat cewek itu meletakkan sesuatu disisinya. Sebuah ponsel.

"Far, kamu dapet hp darimana?"

"Beli lah."

"Kapan belinya? Kok aku baru kamu liat megang hp yang kemaren itu? Dulu waktu masih depresi hp nya di kemanain?"

"Banyak tanya" Fara mendengus sebal. "Lagian lo enak banget ya ngingetin gue tentang depresi itu. Seharusnya lo berusaha nutupin dari gue, ini malah dibahas" ia membuang muka ke arah jendela, berusaha menetralkan pikirannya.

"Iya juga sih, tapi kamu jangan maksa buat ngelupain juga, jadiin pelajaran biar gak begitu lagi. Aku tau kamu anak yang baik, dan kamu masih punya agama kan? Kamu masih takut sama siksa Allah kan? Kalo gak aku rasa kamu udah bunuh diri dari dulu." Sellysa menghela napas sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Untuk masalah kamu itu, kamu harus segera tobat. Aku rasa kamu waktu itu khilaf. Allah maha pemaaf kan" ia mengelus rambut Fara yang dulu kini panjang sekarang sudah dipangkas pendek.

Fara memandang lekat gadis berambut sebahu itu. Seperti ada yang aneh dengan penampilan dan kata-katanya. "Sell? Lo kok gak pake kerudung? Maksud gue, biasanya yang ceramah kayak lo barusan itu biasanya ustadzah kan?"

Sellysa membulatkan matanya lebar. Benar juga apa kata Fara barusan, "Iya ya? Muslima itu kan wajib pake kerudung. Yuk kita pake mulai detik ini?" ajaknya pada Fara dengan senyum sumringah.

"Lo duluan aja deh, gue belakangan aja. Belom dapet hidayah."

Sellysa terkekeh geli, "Hidayah itu kita yang jemput. Lagian kamu juga tadi yang ngusulin aku pake kerudung."

"Ntar aja kalo gue udah bales dendam."

"Kalo abis bales dendam kamu mati gimana?"

"Lo do'a in gue mati?"

"Enggak sih, jangan dulu setidaknya sampai kamu liat aku nikah sama mas Feri." Sellysa terkekeh ketika Fara menempeleng wajahnya. Keduanya tertawa ngakak.

"Lo mikirnya jauh banget. Lagian mas Feri udah punya tunangan. Hahaha" Fara tertawa lebar dan ketika ingat sesuatu ia langsung menghentikan tawanya perlahan.

Fara melihat gadis berambut sebahu itu menatapnya lekat dengan tatapan terluka. "Tu-nang-an?" ucapnya agak terbata. Fara menutup mulutnya dengan rasa menyesal.

"Lo tenang aja! Gue bakalan setuju lo daripada cewek itu!" kata-kata semangatnya ternyata tidak mempan untuk menghilangkan raut sedih di wajah Sellysa. Rasanya gadis itu sudah cinta mati oleh Feri. "Sellysa, gue tadi bercanda kok" ia menghela napas ketika dari sudut mata cewek itu terlihat air bening turun perlahan.

PSIKOLOG CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang