7. Sebuah Lagu

185 10 0
                                    

Kebencian takan muncul jika tidak ada kekecewaan.

Happy Reading :)

Sudah seminggu sejak aku bersekolah di SMA ini. Aku tahu ternyata dia seumuran denganku. Ku kira dia sudah berumur kepala dua karna sifatnya yang dewasa.
Hari ini aku ada latihan musik. Ya, aku bisa bernyanyi dan memainkan gitar namun aku malu menunjukan pada semua orang. Tetapi kepala sekolahku menunjuk diriku untuk mewakili sekolah dalam lomba musik tingkat nasional.
Aku masih bingung ingin menyanyikan lagu apa.
Aku mulai memetik senar gitar

Jrenggg.....

Engkau yang sedang patah hati

Menangislah dan jangan ragu ungkapkan

Betapa pedih hati yang tersakiti

Racun yang membunuhmu secara perlahan

Aku memainkan sebuah lagu dari Last Child yang berjudul pedih. Entah saat ini lagu itu cocok karna aku selalu memikirkan kata-kata Livia waktu itu
"Gue suka sama kak Juni"

Engkau yang saat ini pilu

Menanggung beban berat kehidupan

Tumpahkan semua itu dalam tangismu

Yang menusuk relung hati yang paling dalam

Entah kenapa air mataku ingin jatuh saat kuingin masuk kebagian reff lagu tersebut.

Hanya diri sendiri

Yang tak mungkin orang lain akan mengerti

Disini ku temani kau dalam tangismu

Bila air mata dapat cairkan hati

Kan kucabut duri pedih dalam hatimu

Agar ku lihat

Senyum di tidurmu malam nanti

Anggaplah semua ini

Satu langkah dewasakan diri

Dan tak terpungkiri juga bagi

Engkau yang sedang patah hati

Prok prok prok
Terdengar suara tepukan tangan dari ujung pintu dan membuatku menoleh. Juni.
"Suara kamu bagus, jago main gitar pula." Ucapnya sembari berjalan mendekat.
"Makasih" ucapku sembari terkekeh.
"Kakak ngapain disini?" Tanyaku yang membuatnya mengerutkan keningnya.
"Sejak kapan kamu panggil saya kakak?" Tanya sembari tertawa.
"Sejak saya tahu kalo kamu itu kakak kelas saya. Kamu ketua osis di sekolah ini. Kalo sayang panggil nama kamu, saya ngga sopan dong" Ucapku menjelaskan tampak dia tertawa lagi.
"Untuk orang yang saya cintai panggil apapun saya nengok kok" ucapnya sembari tersenyum sangat manis, lalu meninggalkanku sendirian di ruang musik dengan jantung yang berdetak kencang dan semburat merah di pipiku. Dia memang bisa membuat saya jatuh cinta lagi dan lagi.

Hari ini adalah acara lomba musik tingkat nasional. Aku jadi bingung lagi ingin menyanyikan lagu apa, karna lagu kemarin aku kan hanya iseng.
"Peserta selanjutnya dari SMA Karya Bangsa. Aira Pranindya" Oh tidak namaku di panggil. Baiklah aku harus pasrah.
Aku menaiki panggung dan mulai memainkan senar gitarku.

Bagaikan... Tetesan...

Hujan di batasan kemarau

Berikan... Kesejukan

Yang lama tak kunjung datang

Menghapus... Dahaga... Jiwaku akan cinta

Sejati...

Betapa sempurna... Dirimu dimata hatiku

Tak pernah kurasakan

Damai sedamai bersamamu

Tak ada yang bisa

Yang mungkin kan mengganti

Tempatmu...

Tepat saat ingin masuk ke bagian reff dia datang. Menyalip diantara kerumunan orang disana. Dia tersenyum menatapku membuatku tersenyum dan wajahku terasa panas.

Ohh.... Kau membuat ku merasa hebat

Karna... Ketulusan cintamu

Ku merasa teristimewa hanya...

Hanya karna... Karna cinta... Kau beri padaku sepenuhnya...

Buat ku selalu merasa

Berarti...

Petikan senar terakhir mengakhiri laguku. Kulihat dia mengulum senyumnya. Kenapa wajahku memanas? Senyumnya sangat bersahabat. Aku menghampirinya
"Hai" ucapku sembari tersenyum.
"Hei kamu bagus penampilan tadi" ucapnya membuat pipiku merona. Dia tersenyum.
"Makasih" ucapku lagi-lagi aku canggung berbicara dengannya.
"Besok saya punya sesuatu untuk kamu. Jadi besok sepulang sekolah temui saya di ruang osis ya" Ucapnya sembari tersenyum. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban iya. Kenapa aku jadi tak sabar menunggu hari esok? Entahlah.







Vomment sa kali wkwk :)
sorry for late update gatau masih ada yg nunggu atau mau baca wkwk absurd pokoknya ceritanya baru belahar nulis biasa hehe :)

Pria HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang