20 Oktober 2016
20.51WIB"Kak, aku lagi diperjalanan ke rumah sakit"
"Iya.. Ini ada teman yang kecelakaan di depan sekolah tadi."
"Aku ga kenapa kok."
"Iya.. Nanti kalo sudah aku kabarin."
"Iya kakak.."
"Waalaikumsalam" kemudian Dean memutus sambungan telepon Bang Rey ketika merasakan sebuah pergerakan kecil di pangkuannya. Perhatiannya seketika tersita, hingga tampak belum ada tanda kesadaran dari si korban. Inisiatif Dean untuk membuka jaket yang dikenakan oleh orang ini, dilihatnya ada luka gesekan di lengan bawah. Sebercak darah memberkas di pelipis kanan. Dean mengeluarkan kain casfa miliknya untuk membersihkan sisa darah yang mengalir.
Untaian kalimat doa tak henti di lafalkannya. Ia mungkin tidak mengenal seutuhnya siapa orang yang tengah berada di pangkuannya ini. Namun, secara manusiawi aliran empati berdesir di dadanya.
Tidak butuh waktu 5menit, mereka sudah sampai di lobby sebuah rumah sakit di kawasan Thamrin. Sang Bapak empunya mobil mengklakson mobilnya dengan keras. Lalu datanglah dua orang perawat yang langsung membawa tempat tidur dorongan. Dean membantu mengangkat badan lemas itu dengan hati-hati.
Jantung berdegup kencang ketika ia melihat orang yang kini sedang tergeletak tanpa sadar di atas ranjang itu. Darah yang telah di bersihkannya di mobil tadi, masih terlihat keluar dari pelipisnya.
Sungguh, sejengkel apapun Dean kepada orang yang tengah di bawa keruang UGD itu, ia tidak bisa memungkiri seberapa besar rasa empatinya dengan orang yang sama, yang membuatnya jengkel di kafe 3 hari yang lalu, dan kini orang tersebut dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Hati Deandra berdesir, menyaksikan segala kejadian yang runtut dari awal di depan matanya.
Adrian Dirgantara, nama yang Dean ketahui setelah sekilas melihat di dada sebelah kanan seragam sekolah milik dia.
Dean segera menemui si Bapak yang sebelumnya tadi ikut mengantar Adrian sampai keruang UGD. Ia berdiri di samping jendela kaca mendekati bapak itu. "saya Deandra, Pak. Terimakasih banyak atas bantuan bapak" ujar Deandra sopan sambil menatap nanar ke arah serbet hijau yang menutupi ruang UGD ini.
"Saya Romes. Tetangga Adrian. Saya sudah menelpon orang tuanya, ia akan datang sebentar lagi, Nak"ujar Romes seraya memberikan tas Adrian ke arah Dean.
"Saya titip tas dia, sudah masuk waktu shalat Ashar ini." Lanjutnya ketika tas itu sudah berpindah ke genggaman Dean.
"Baik, pak"
---
Seorang ibu-ibu mengenakan blezer berwarna maroon melangkah ke arah UGD dengan gerakan terburu-buru.
Mungkin ini mama Adrian.
Batin Deandra.Dan tidak salah lagi, wanita itu kini berhadapan dengan Dean dan bertanya bagaimana kondisi anaknya saat ini.
Dean hanya menjawab "Tante berdoa aja, Adrian lagi diperiksa di dalam. Dia belum sadarkan diri, te."
Wanita itu berjalan medekati pintu, mengintip anaknya. Lalu kembali, dan duduk di bangku sebelah Deandra sambil terisak. Dean hanya bisa memandangi Nova dari samping dan mengusap pelan punggung tangannya. Sungguh, dia tidak tahu harus berbuat apa.