Greek God ✔

35.1K 1.3K 8
                                    

14 tahun kemudian

*****

Sabtu sore cerah. Langit kuning keemasan. Semburat merah megah menengahi antara darat dan cakrawala. Anginnya seperti malu-malu menyentuh kulitku meninggalkan jejak hangat sisa teriknya matahari siang tadi. Suasana ini paling aku suka dan yang selalu aku tunggu-tunggu apalagi di musim hujan begini.

Sambil berjalan dengan enggan. Satu perasatu temanku mendahuluiku menuju tempat parkir. Mereka sumringah dengan segudang rencana akhir pekan yang sudah mereka ributkan semenjak kita dikelas kalkulus tadi. Beberapa ingin menghabiskan akhir pekan ini ke puncak Bogor. Sebagian yang lain hanya ingin berkeliling kota saja. Nongkrong di suatu cafe atau nonton film midnight.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala waktu teman-temanku saling tawar menawar acara akhir pekan padaku. Walau belum punya rencana sendiri, tapi menghabiskan malam minggu di kamar dengan musik kencang juga bukan ide yang buruk. Well, sudah beberapa bulan ini statusku single. Dan itu tidak membuatku kebakaran jenggot menghadapi sabtu malam.

“Kamu yakin nggak mau ikut dengan kita?” Tanya Arabella. Aku menggeleng. Dia ngajak aku touring ke lembang. Menyewa vila dan acara barbeque disana. Kedengarannya menarik. Tapi aku tidak bisa. Aku pasti menjadi orang yang paling kikuk dikomuntas.

“Ayolah Jessie. Sekali-kali kau harus gabung dengan kita." Dia masih belum menyerah dan aku masih menggelengkan kan kepala.

“Iya Jess. Kamu payah. Tidak pernah mau ikut acara kita”. Sekarang Rachel yang merayuku. Aku tetap menggeleng sambil tersenyum. Mereka merengut dan akhirnya menyerah.

“Ya sudah kalo gitu. See u Jessie”. Ucap arabella sambil melambaikan tangan. Di ikuti rachel dr belakang. Aku membalas melambaikan tangan dan kembali meneruskan langkahku ke pelataran parkir.

Motor skuter matic kuning ku meluncur keluar gerbang. Yah, hanya sampai gerbang aja si kuning bisa jalan. Begitu sampai jalan raya. Dia terhadang antrian kendaraan yg terjebak macet di jalanan bandung yang kecil.

Aku balik arah ke jalan sultan agung. Menyusuri deretan distro-distro lokal yang semakin menjamur. Motorku tetap bergerak perlahan. Jalan ini juga tidak lebih baik. Kanan kiri jalan habis dipakai parkir mobil.

Motor-motor yang melawan arus  beberapa kali membuatku hampir menyenggol mereka. Aku memaki dalam hati. Sesekali aku menyalip mobil di depanku yang bergerak seperti kura-kura. Memepet mereka supaya mereka memberiku jalan.

Tiba-tiba motor bebek bergerak dari arah yg berlawanan membuatku melepas gas dan merapat ke mobil di sampingku untuk memberi jalan pada motor yang semakin mendekat. Aku salah perhitungan. Ternyata jalan tidak selebar apa yg di tangkap mataku. Aku menyenggol sebuah volvo silver yg bergerak di sampingku. Melukis sebuah baret panjang di badan mobil itu.

Ya tuhan. Kesialan apa lagi kali ini.

Mobil itu masih bergerak dan kemudian menepi di depan sebuah toko buah. Aku mengikutinya dan berhenti di samping mobil itu.

Pintu mobil terbuka, aku berkeringat. Sepasang sepatu turun menapakan kaki di aspal, aku gemetar. Sesosok badan jangkung dan tegap berkemeja biru langit terlihat memunggungiku menutup pintu mobil nya sebelum membalikan badannya dan aku mulai sesak nafas. Kemudian dia berbalik ke arahku.

Dan, Oh My Gosh...

Seorang pria dengan mata coklat tanah, hidung seperti pisau, cambang tipis membingkai rahangnya yang sempurna di lengkapi oleh rambut coklat tebalnya yang tampak berkilau, memandangku lekat.

Oh, sepertinya sekarang aku mau pingsan. Bukan karena takut dimarahi. Tapi karena tidak kuat melihat dewa yunani yang memakai jam tangan rolex. Indah dan sophisticated.

Dia berdehem, membuatku sadar untuk tidak membuka mulutku lebih lebar lagi.

“Ma..maaf. Aku tidak sengaja”

Ya tuhan aku gugup. Gugup karena melihat bibirnya yang mengatup erat. Bibir yang sempurna membuatku kembali gagal fokus. Dia masih diam. Sibuk melihat sekitar mobilnya dan mengusap bagian yang tergores. Cukup dalam, tapi tidak mungkin mobil ini tidak di asuransikan.

“Kamu mahasiswa?” Dia bertanya tanpa melihat ke arahku. Dia masih sibuk mengintari mobilnya.

“Hmm iya." Aku menjawab pelan.

“Sudah punya SIM?”.

“Sudah”.

“Bisa aku lihat?” Pintanya.

Dahiku berekerut. Apa dia polisi?

Aku menyerahkan surat ijin mengemudiku. Dia membolak balik dan berguman.

“Jessie Carliste...”

Aku menunduk dengan cemas. Dia pasti sedang mengingat alamat rumahku untuk mengirimkan tagihan perbaikan body mobilnya.

"Untuk sekarang aku tidak punya uang. Tapi, ummmmp...” Aku berinisiatif untuk menyelesaikan permasalahan lebih dulu. Aku harus tetap bertanggung jawab untuk hal apapun.

Kusobek kertas dari salah satu buku tugasku.

“Ini no telepon ku. Hubungi aku jika mobilnya sudah selesai di perbaiki." Aku memberi secarik kertas yg bertuliskan nomor handphoneku.

“Kamu yakin?” Laki-laki itu menyipitkan matanya.

“Hmmm iya.”

“Kamu tau biaya memperbaiki goresan ini berapa?” Tanyanya sombong.

“Dua ratus ribu.” Jawabku yakin.
Tawa laki-laki itu pecah membuatku agan sedikit kesal.

“Well, ini bukan mobil tua, mobil semulus ini tidak mungkin tidak terlindungi asuransi. Dua ratus ribu rupiah untuk satu kali klaim, right?” Kataku ketus.

Laki-laki tampan itu kembali tertawa. Mungkin tawa mengejek karena memang tidak ada yang lucu dari semua kejadian ini.

“Baiklah nona mahasiswi yang sok pintar, aku tidak berniat meminta ganti rugi apa-apa." Dia mendengus kencang.

"Lain kali hati-hati." Lanjutnya dengan nada datar.

Dia memandangku sekilas. Aku memberinya senyuman pemohonan maaf yang paling lugu yang aku bisa. Dia membalas senyumanku dan, ya tuhan, itu adalah senyuman termanis dengan volume listrik bertegangan extra tinggi. Membuat mataku beberapa kali mengerjap.

Kembali ke bumi jessie ... kembali kebumiii....

Masalah sudah selesai. dia sepertinya memaafkanku. Dia mengambil nafas panjang dan dengan santai kembali ke dalam mobil dan segera pergi menjauhi toko buah tempat dimana aku masih berdiri dengan segala kekaguman pada ciptaan tuhan yang indah tadi.

 Dia mengambil nafas panjang dan dengan santai kembali ke dalam mobil dan segera pergi menjauhi toko buah tempat dimana aku masih berdiri dengan segala kekaguman pada ciptaan tuhan yang indah tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nick Bateman As Ashton Blanchard

Bad Love (Sudah di terbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang