Hai! Happy reading&enjoy!
***
Sesampainya di rumah sakit, gadis itu berlari dengan cepat menuju ruang rawat abinya. Berkali-kali ia hampir menabrak orang sekitar namun dengan cepat pula ia mengucapkan kata 'maaf'.
Ceklek.
Akmal yang saat ini sendirian menjaga mertuanya segera menoleh, "Aliya?"
Ia tidak menghiraukan panggilan Akmal dan segera berlari menuju abinya.
"Abiii", ia mengguncangkan bahu pria yang selama ini membanting tulang tak kenal lelah untuk mencukupi kebutuhan keluarga kecilnya, menangis sesenggukan.
Sia-sia saja.
Abinya koma.
Abinya tidak akan merespon.
Akmal yang melihatnya segera mengalihkan pelukannya hingga gadis itu sekarang berada dalam dekapannya. Aliya menangis deras, sesekali memukul pelan dadanya. "Abi, kak. Kenapa kak Akmal gak bilang dari tadi sebelum Al pergi? Hiks. Jahat. Jahat."
Laki-laki itu mengelus jilbabnya pelan. "Kakak juga baru tau tadi, dek. Itu juga papa yang bilang. Udah, ya, kamu jangan nangis lagi." Ujarnya lembut, berusaha menenangkan.
Tangisannya perlahan mereda. Ia mendongak, kedua manik matanya bertemu dengan mata coklat kakak kelasnya.
Sial, dilihat begitu tentu saja membuat Akmal gugup dan jantungnya berdetak 2x lebih cepat.
Jangan sampai Al denger ya Allah. Aduh, jantung lo bisa tenang dikit gak sih? Kenapa ritme detakannya jadi bertambah?
"Kak Akmal?"
"Humm?" Akmal menghapus air mata yang masih terdapat pada wajah istrinya.
"Kak Akmal, kata abi kalau Al udah nikah yang jagain Al bukan abi lagi, tapi imamnya Aliya. Kak Akmal kan udah jadi imamnya Al, jadi kakak gak bakal tinggalin Al, kan? Kak Akmal bakal jagain Al, kan?" Wajah teduh polosnya menatap penuh kesungguhan.
Akmal menarik nafas dalam.
Tentu saja ia akan menjaga Aliya. Ia juga tidak akan meninggalkannya, kecuali maut yang memisahkan.
Ya Allah, ia memang sudah jatuh pada pesona Aliya, sejak dulu. Sejak insiden surat kagum yang tidak pernah lepas dari memorinya. Hanya saja ia baru menyadarinya sekarang. Ia baru menyadari bahwa bukan lagi rasa kagum yang ia rasakan, tapi rasa cinta yang telah tumbuh subur di dalam hatinya. Terlebih ketika ia sudah mulai mengucapkan janji saat akad.
Ia mencintai Al karena Allah.
Itu pernyataan yang tulus.
Entahlah, Al mencintainya atau tidak, tapi pertanyaannya tadi sudah cukup membuktikan bahwa Al ingin selalu bersamanya.
"Kak Akmal?"
Akmal kembali menatap manik mata sang istri. Ia tersenyum dan berujar, "insya Allah" yang langsung mendapat tatapan bingung dari gadis yang berada dalam dekapannya, "kakak gak bakal ninggalin kamu sampai Allah berkendak atas maut yang dapat memisahkan kita, dek. Sekarang kamu jangan nangis lagi karena yang abi butuhkan hanyalah do'a untuk saat ini."
Aliya mengangguk masih dalam pelukannya.
"Aliya?"
Ketika melihat wanita dengan wajah cantiknya yang mulai menua masuk ke dalam ruang rawat abinya, segera ia peluk walau kali ini tanpa tangisan. Seperti kata Akmal, abinya saat ini hanya butuh do'a dan tawakal di akhir. Ia harus kuat.
"Saat ini mba Al cukup do'a untuk kesehatan abi saja, ya."
"Iya umi, tadi kak Akmal juga bilang hal yang sama dengan umi ke Al."
"Aliya sholat, kan?"
"Baru mau mandi wajib, mi."
Umi mengelus wajah putrinya, "cepatlah mandi, sayang, jangan ditunda dan do'akan abimu setelahnya."
Aliya mengangguk.
"Kalian bisa pulang dulu, sekarang biar umi yang jaga abi."
"Kalau begitu kami pamit, ya, mi." Akmal mencium punggung tangan mertuanya, pun dengan Aliya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
***
Akmal tersenyum senang. Ia akhirnya berhasil menjadi imam untuk kali pertama dengan Aliya saat sholat maghrib tadi. Ya, meskipun bacaannya memang tidak sebagus qori apalagi para syaikh khususnya mishary rasyid yang ia tahu menjadi syaikh yang paling disukai istrinya, tapi tentu saja itu membuatnya senang.
Awalnya Al menolak karena Al ingin suaminya itu pergi ke masjid, tapi setelah membujuk Al dengan berbagai cara dan alasan gadis itu luluh juga pada akhirnya.
"Kakak janji, deh, sholat isya nanti akan ke masjid, tapi kalau Al mau kak Akmal imamin maghrib ini," ujarnya tadi yang langsung mendapat anggukan dari Al karena ia tidak ingin waktu maghribnya terlewat.
Selepas sholat dan do'a, Aliya mencium punggung tangan suaminya membuat hati Akmal berdesir. Apalagi ketika gadis itu mulai membuka atasan mukena yang membuat rambut hitam legamnya terlihat, lagi-lagi untuk kali pertama. Akmal lalu mencium kening istrinya lama, kali ini membuat Aliya panas dingin.
"Kak Akmal udah doong. Katanya mau tilawah bareng." Ia mengingatkan meski dengan suara yang sedikit bergetar, gugup. Yang penting Akmal melepaskan ciuman pada keningnya sehingga ia tidak deg degan lagi seperti saat ini.
Dan keberadaan Akmal yang berada di jarak terdekat mereka sejak mereka menikah membuat jantungnya menjadi tidak normal karena berdetak lebih cepat.
Akmal masih tetap dalam posisinya.
"Kak...,"
Akmal mulai menjauhkan diri, namun, wajahya kembali mendekat dan mata coklatnya sempat menatap bibir istrinya sampai pada akhirnya,
Cup
Ia mengecup sekilas bibir ranum Aliya dan tersenyum penuh kemenangan. "Ayo kita mulai tilawah."
Wajah Aliya memanas mendapat perlakuan tadi.
"Tuh, kan, malah kamu yang diem sekarang. Ayo kita mulai tilawahnya istriku sayang. Atau kamu mau aku cium lagi?" Godanya.
Aliya segera berdiri, "iya, Al ambil al-qur'annya dulu," ujarnya lantang, masih kaget.
Akmal terkekeh melihat sikapnya. "Uhibbuki fillah [1], dek." Ia berkata pelan, tidak tahu bahwa ternyata Aliya masih bisa mendengar pernyataannya tersebut. Gadis itu melangkahkan kakinya untuk mengambil dua al-qur'an di rak dengan hati yang berbunga.
Ana aydhon [2], kak.
***
Petang ini pesawat dari Singapura baru saja mendarat. Gadis dengan rambut pirang hasil tangan dari pegawai salon itu segera menuju hotel terdekat setelah mengambil barang-barangnya. Hotpans dengan tanktop pink dan kemeja jeans yang ia sengaja tidak kancingkan menarik mata para pria untuk menoleh ke arahnya.
Ia tersenyum senang.
Baru 2 tahun meninggalkan tanah air tapi ia sudah rindu setengah mati.
Ia rindu dengan kekasihnya.
"Hai Indonesia!"
Gadis itu menghirup nafas dalam-dalam. Matanya terpejam dan bibirnya sudah membentuk lengkungan tipis.
Aku kembali, Akmal. Kau masih menungguku, kan?
***
Kira-kira siapa ya si cewek di bandara itu? Ingat, Akmal gak pernah punya 'mantan', lho. Hehe.
Terima kasih bagi yang sudah menyempatkan mampir untuk baca dan memberi voment satau kritik sarannya^^
A/N:
[1]/Uhibbuki fillah : Aku mencintaimu karena Allah (Arab, dari laki-laki ke perempuan, sedangkan perempuan ke laki-laki "ki" diubah menjadi "ka")
[2]/ Ana aydhon : Aku juga (Arab)
13 Oktober 2016
Revised: 11 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
With You [✔]
Spiritual[SUDAH TERBIT - TERSEDIA DI GRAMEDIA & GOOGLE PLAYBOOK] #2 in spiritual [14042017] Warning! Kadar manis berlebih di dalam cerita ini. Semoga suka:) • Akmal Faiz Ardicandra tidak pernah menyangka akan menikah dengan adik kelasnya sendiri sekaligus s...